Foto: Twitter

Ketika Prancis memenangkan Piala Dunia 2018, mantan manajer Manchester United Jose Mourinho pernah menjelaskan mengapa Paul Pogba bermain lebih baik untuk tim nasionalnya. Di satu sisi, Pogba juga memang sering mengungkapkan perasaannya soal bermain bersama Les Bleus di bawah Didier Deschamps.

Jika kita sedikit kembali ke tahun 2020, sang gelandang bahkan mengklaim bahwa bersama tim nasional Prancis adalah angin segar. Dan ungkapan ini merupakan sinyal kalau memang dirinya tidak terlalu nyaman bermain bersama United yang kala itu diasuh oleh Mourinho.

“Ini adalah periode yang belum pernah saya alami dalam karier saya. Tim nasional Prancis adalah udara segar. Saya sangat senang datang ke sini. Bermain di sini tidak sama dengan klub. Kami semua berkumpul bersama, dan ini ajaib. Kami menyadari bahwa semua orang senang untuk berada di sini (timnas Prancis),” ujar Pogba kepada RTL.

Bedanya Pogba di klub dan timnas

Jadi jika ditanyakan, mengapa Pogba bermain jauh lebih baik di timnas Prancis ketimbang klubnya sendiri?

Empat tahun lalu, Jose Mourinho pernah sempat memberikan pemikirannya kepada kita semua perihal pertanyaan barusan. Ia juga memberikan penjelasan mengenai perbedaan besar antara Paul Pogba di Manchester United dan Paul Pogba di timnas Prancis.

Menurut Mourinho, akar persoalan Pogba bukan merujuk pada “bentuk terbaik” darinya sebagai seorang gelandang. Semua yang menjadi fokus Pogba di United atau di timnas Prancis justru jauh dari persoalan “bagaimana ia bisa memiliki peran dan kontribusi besar di dalam tim”.

“Saya tidak berpikir ini tentang mendapatkan yang terbaik darinya (Pogba). Dan atau bukan tentang memberikan peran yang pas agar dia bisa berkontribusi di dalam tim. Jadi saya pikir Piala Dunia adalah habitat yang sempurna bagi pemain seperti dia untuk memberikan yang terbaik,” pungkas Mourinho dua tahun silam.

“Kenapa? Karena dia (Pogba) tertutup dari segala hal selama sebulan. Di mana dia hanya bisa memikirkan sepak bola, dan di mana dia bersama timnya di tempat latihan. Dia benar-benar terisolasi dari dunia luar. Maka dari itu dia bisa fokus hanya pada sepak bola, dan dia bisa fokus pada dimensi permainannya. Situasi ini merupakan motivasi baginya.”

“Tapi berbeda ketika Anda berada di klub. Dalam satu musim Anda bisa memiliki pertandingan besar, lalu pertandingan kecil, lalu lebih kecil lagi. Maka Anda bisa kehilangan fokus, dan Anda bisa kehilangan konsentrasi. Lalu Anda dituntut untuk melewati pertandingan besar lagi. Sedangkan di Piala Dunia, emosi, tanggung jawab, dan keputusan fokus menuju satu tujuan.”

Mou kemudian menambahkan kalau Pogba akan sangat nyaman berada di timnas Prancis karena ia mendapatkan lingkungan yang sempurna. Baik di dalam maupun di luar lapangan. Di mana, si pemain bisa berkonsentrasi dan berkomitmen ekstra untuk mendapatkan tujuan utamanya.

“Bayangkan saja, Anda berada di fase grup, lalu Anda pergi ke babak 16 besar, ke perempat final, ke semifinal dan final. Ini memberi Anda banyak motivasi, dan otomatis hal ini juga membuat semua pemain bisa konsentrasi. Jadi, saya pikir itu (timnas dan kompetisinya) adalah lingkungan yang sempurna untuknya (Pogba),” ungkap Mou.

“Pada saat yang sama, saya pikir para pemain di Piala Dunia juga benar-benar merasakan komitmen ekstra bersama negaranya. Karena orang-orang di sekitar mereka punya hal yang sama dengan tanggung jawab ekstra. Itu membuat mereka, dari sudut pandang emosional, terkadang menjadi terlalu berkomitmen.”

Kesalahan fatal Ole Gunnar Solskjaer

Jika dipikir-pikir, perkataan Jose Mourinho tentang Paul Pogba ini ada benarnya. Dan itu memberikan kita semua pandangan kalau keputusan yang pernah dibuat Ole Gunnar Solskjaer tentang Pogba adalah keliru. Karena manajer asal Norwegia itu justru memilih untuk mempertahankan pemain yang sudah tidak nyaman berada di klub.

Kembali flashback ke belakang, tepatnya di penghujung musim 2018/2019. Waktu itu Pogba sempat mengaku kalau ia menginginkan “tantangan baru” ketika ia sedang berada di Tokyo untuk memasarkan brand dagangannya. Sebulan kemudian, almarhum agennya saat itu Mino Raiola membuat sebuah komentar menohok dan mengagetkan publik.

Ia mengatakan: “Semua orang tahu keinginan Paul Pogba saat ini adalah pindah. Kami sedang dalam proses itu. Semua orang tahu apa isi perasaan Paul Pogba.”

Dari sini, Manchester United seharusnya menguangkan pemain mereka yang jelas sudah tidak ingin berada di klub. Apalagi waktu itu Pogba masih memiliki nilai jual transfer yang tinggi dan daya tarik komersial yang luas. Tapi sayangnya, manajer Ole Gunnar Solskjaer malah tidak berpikir demikian.

Solskjaer justru memberikan tanggapan kepada publik bahwa ia masih bersikeras dapat meremajakan Pogba dengan menawarkan tantangan kepadanya. Tantangan di mana si pemain dituntut untuk turut berkontribusi membangun kembali Manchester United bersama-sama.

Memang hal itu adalah tindakan berani dari seorang manajer klub yang waktu itu sedang memantapkan diri agar disegani pemainnya. Tapi setelah itu, tantangan kepada Pogba tidak berjalan sebagaimana mestinya. Ia tidak banyak dimainkan, dan hanya terlibat dalam 62 dari 114 pertandingan United di Premier League selama tiga musim terakhir.

Mantan pemain Juventus itu secara total telah kehilangan 72 pertandingan di semua kompetisi karena sembilan kali cedera dan beberapa penyakit yang ia derita. Dan pada saat ia kembali fit, pemain seperti Bruno Fernandes sudah berada di klub. Maka Pogba pun akhirnya semakin sadar bahwa “tantangan kosong” itu tidak akan ditepati.

***

Kenyataan yang ada berakhir pahit. Paul Pogba dalam beberapa musim terakhir bahkan tidak lagi menjadi pemain utama di lini tengah United. Ia juga kesulitan dalam mendapat tempat di starting line up. Lebih ironinya lagi, Solskjaer yang katanya memberikan “tantangan” malah dipecat sebelum pertengahan musim 2021/2022.

Maka di akhir tahun 2021 kemarin, Mino Raiola pun langsung memberikan ultimatum bahwa waktu Pogba di Old Trafford sudah berakhir. Namun Raiola mengurungkan niatnya untuk menengahi transfer kliennya itu sampai akhir musim ini –dan ia wafat sebelum merealisasikan transfer tersebut.

Kondisi ini merupakan sebuah kerugian besar untuk Manchester United. Karena mereka harus kehilangan Pogba secara gratis, setelah memutuskan untuk tidak menjualnya di tahun 2019. Padahal waktu itu harga si pemain masih mahal, dan klub-klub raksasa Eropa belum terkena dampak ekonomi dari pandemi COVID-19.