Tottenham Hotspur, Arsenal, Chelsea, dan Manchester United, tampaknya memiliki solidaritas tinggi satu sama lain. Jika salah satu menang, maka yang lain akan ikut meraih tiga poin. Begitu juga sebaliknya, jika salah satu ada yang kalah maka tiga yang lainnya sebisa mungkin akan kehilangan poin agar bisa merasakan kepedihan yang sama.

Pekan lalu Premier League kembali menceritakan kesetiaan antara empat tim ini. Di luar dugaan Spurs menderita kekalahan. Lucunya, Arsenal juga mengikuti jejak musuh sekotanya tersebut. Di sisi lain, United dan Chelsea saling berhadapan. Keduanya mendapatkan keuntungan jika salah satu ada yang menang. Akan tetapi, keduanya seperti memilih untuk bermain imbang.

Yang paling sial sudah pasti Manchester United karena mereka berada di bawah ketiga tim tersebut dan hanya Premier League saja yang bisa menjadi harapan ke Liga Champions. Namun mereka kembali menyia-nyiakan kesempatan yang sudah ada di depan mata. Satu poin memang belum memastikan tiket ke Liga Champions tertutup. Akan tetapi sangat sulit karena mereka harus bergantung kepada performa tiga tim di atasnya.

Padahal, United memulai pertandingan dengan baik. Solskjaer mencadangkan Chris Smalling, Jesse Lingard, dan Fred, yang dianggap bermain buruk pada pertandingan derby. Lini tengah kembali ditempati trio Matic, Herrera, dan Pogba. Juan Mata juga dimainkan sejak awal demi meningkatkan serangan dan menopang duet penyerang Lukaku dan Rashford.

10 menit pertama nampak sangat menjanjikan bagi Setan Merah. Pola 4-3-3 yang dipakai berjalan sangat baik. Mereka menguasai bola lebih dari 70 persen. Intensitas permainan mereka pun sangat tinggi layaknya derby kemarin.

Ketika menyerang, formasi United akan berubah menjadi 4-3-1-2. Mata menjadi pucuk dari formasi diamond tersebut dan membuat Lukaku dan Rashford bergeser dari posisi aslinya sebagai striker. Keduanya akan menjalankan pertukaran posisi untuk mencari ruang demi mengeksploitasi pertahanan Chelsea. Hal ini tercermin dari proses gol pertama yang akhirnya mereka raih dari situasi open play.

Mekanisme serangan United terstruktur rapi dalam proses gol tersebut. Pergerakan Lukaku yang berada di half space memancing beberapa pemain Chelsea untuk maju sehingga memberikan ruang kosong di belakang. Hal ini yang dimanfaatkan oleh Luke Shaw untuk memberikan bola kepada Juan Mata yang bebas tanpa kawalan.

Namun setelah gol tersebut, penyakit United kembali kambuh. Mereka tetap mempertahankan intesitas tinggi layaknya 10 menit pertama. Akan tetapi, ancaman ke kotak penalti perlahan-lahan mulai berkurang. Peluang Lukaku serta gol dari Mata adalah dua peluang on target United yang didapat pada babak pertama. Selebihnya hanya ancaman-ancaman kosong atau peluang yang melebar dari gawang seperti sundulan Eric Bailly. Transisi para pemain Chelsea ketika bertahan juga sangat baik.

Skuad Maurizio Sarri juga mulai berani menguasai bola sehingga memaksa para pemain United untuk bertahan. Blok rendah United sebenarnya sudah sangat bagus untuk meredam para pemain depan Chelsea. Salah satunya adalah Eden Hazard yang tidak terlalu bisa berkreasi karena pergerakannya yang selalu diikuti satu sampai dua pemain United.

Namun spekulasi bagus Antonio Rudiger berhasil membuat David De Gea kembali melakukan kesalahan yang kesekian kalinya. Bola rebound kemudian dimanfaatkan Marcos Alonso. De Gea kembali mendapat cibiran karena luput menangkap bola dengan benar. Namun jika melihat secara luas, proses gol juga tidak akan terjadi apabila Eric Bailly mengikuti ketiga rekannya yang sudah membuat jebakan offside untuk pemain belakang asal Spanyol tersebut.

Eric Bailly Kalahkan Semua Striker

Berbicara soal Eric Bailly, pemain Pantai Gading ini bermain sangat baik setelah absen cukup lama. Akurasi umpannya 100 persen alias tidak ada umpannya yang tidak menemui sasaran. Ia enam kali mengembalikan penguasaan bola dan memenangi lima dari lima duel. Akan tetapi, Bailly kembali harus keluar karena cedera setelah terjepit tangan dari Mateo Kovacic saat pemain Kroasia ini terjatuh.

Rekrutan pertama Jose Mourinho ini tampil memukau. Tidak hanya karena rambut barunya namun ia berhasil membuat tiga sepakan ke gawang. Lucunya, angka ini adalah yang terbanyak dibanding seluruh pemain United. Bahkan Romelu Lukaku dan Marcus Rashford hanya membuat satu tembakan.

Buruknya kualitas dua striker United yang membuat United tidak bisa menambah keunggulan. Padahal, Ole sudah mengganti formasi menjadi 3-4-1-2 dan memasukkan Alexis Sanchez untuk menambah daya gedor. Namun tidak ada satu pun sepakan pemain United yang benar-benar membahayakan.

Dua striker yang seharusnya menjadi mesin gol masing-masing tim, Romelu Lukaku dan Gonzalo Higuain, justru berlomba-lomba untuk menjadi pemain yang paling banyak terjebak offside. Striker asal Argentina tersebut yang kemudian keluar sebagai pemenang dengan lima kali terjebak offside. Sementara Lukaku hanya tiga kali terjebak offside.

“Dalam 25 menit pertama, Romelu Lukaku tampak seperti seorang penakluk dunia. Namun setelah ia membuat satu sampai dua sprint, ia kehabisan tenaga. Apakah ia striker yang tepat untuk strategi manajer? Ole perlu membuat kepuutsan besar terkait beberapa pemain, termasuk Lukaku,” kata Gary Neville.

Pada babak kedua, pertandingan tidak berjalan semenarik babak pertama. Baik United dan Chelsea hanya sesekali membuat peluang dan bermain jauh lebih hati-hati. Kreativitas United lagi-lagi mentok di sepertiga akhir, sementara sepakan Chelsea beberapa kali membentur lini belakang Setan Merah yang bermain bagus pada hari itu.

***

Bagi penggemar United, mereka kembali diberikan harapan palsu oleh klub favoritnya. Mereka kembali mengulangi apa yang terjadi pada derby lalu. Bagus dalam 45 menit pertama, namun kembali loyo pada babak kedua. Meski begitu, ada beberapa nilai plus dalam tubuh United. Salah satunya adalah kembali apiknya dua double pivot United, Ander Herrera, dan Nemanja Matic.