Foto: Skysports

Ole Gunnar Solskjaer telah melakukan pekerjaan yang fantastis sejak mengambil alih kursi manajer dari Jose Mourinho di Manchester United pada Desember lalu. Bagaimana tidak, dalam 17 pertandingan di bawah asuhan Solskjaer, Manchester United hanya kalah satu kali, dan hal ini tampak menjanjikan sesuatu yang lebih ciamik lagi untuk United kedepannya.

Di sisi lain, United sendiri selalu menang, mencetak banyak gol, dan telah memiliki suasana yang sejuk di ruang gantinya. Maka, dibalik hal-hal positif itu, Solskjaer tampaknya telah mengubah berbagai aspek, termasuk kaitannya dengan gaya permainan United yang kian mirip dengan filosofi, tradisi dan gaya antik khas tim Setan Merah.

Jadi jelas sekali bahwa situasi seperti ini sangatlah berbeda dengan Jose Mourinho, yang gaya permainannya jauh dari ciri khas United, dan juga sama sekali tidak memainkan permainan ala Sir Alex Ferguson di klub. Namun, Solskjaer, bukanlah Mourinho. Ia telah mengintegrasikan kembali semua ciri khas antik itu dengan hasil-hasil positif yang selama ini telah United dapatkan.

Maka dengan melihat hal ini, berikut kami berikan dua filosofi antik yang kembali dipulihkan Ole Gunnar Solskjaer di Manchester United.

Kemampuan beradaptasi

Mungkin salah satu sifat United yang kurang dihargai di bawah Solskjaer sampai batas-batas tertentu adalah fleksibilitas taktis mereka, dan bagaimana tim beradaptasi dengan perubahan skema di atas lapangan. Pasalnya, saat ini Setan Merah menjadi sulit diprediksi, dan mereka kerap bermain sebagai pragmatis yang berpikiran menyerang, seperti yang pernah dilakukan kala di bawah Ferguson.

United sebenarnya sering dikagumi karena sifat ofensif mereka di Premier League. Mereka tampil totalitas untuk menyerang. Meskipun hanya sampai batas-batas tertentu, tapi setidaknya United juga bisa beradaptasi dengan mahir. Seperti misalnya, jika situasinya akan membuat mereka mendominasi penguasaan bola, maka United akan melakukannya. Atau jika situasinya adalah serangan balik, mereka juga akan melakukannya.

Jadi, salah satu yang dibawa Solskjaer di United saat ini adalah kemudahan untuk beradaptasi secara permainan. Pendekatan seperti ini, juga merupakan pendekatan khas ala Ferguson dalam sebagian besar gaya permainannya. Meski akan sangat tergantung pada skenario pertandingan, namun itu lebih baik daripada harus bermain dengan pendekatan yang sama secara 100 persen selema pertandingan, seperti yang kerap dilakukan Pep Guardiola atau Maurizio Sarri.

Yang jelas, skema Solskjaer berbeda sekali dengan itu. Ia telah berhasil memulihkan filosofi khas klub, dalam hal ini kemudahan beradaptasi, dan sudah terbukti dalam berbagai pertandingan. Seperti saat melawan Burnley, Bournemouth, Huddersfield dan Brighton misalnya, United sebagian besar berhasil mendominasi penguasaan bola dan memaksakan permainan lawan berantakan berkat kualitas skema yang lebih unggul di atas lapangan.

Kemudian, United juga pernah memainkan pendekatan lain dengan memasukkan skema serangan balik yang lebih sering di atas lapangan ketika melawan tim-tom seperti Fulham dan Cardiff. Di laga lain, penyesuaian serupa juga dimainkan ketika pasukan Setan Merah melawan Tottenham di Wembley, di mana peran Marcus Rashford dan Anthony Martial berhasil membuat skema permainan United gagal ditebak oleh Spurs.

Lalu ketika melawan Chelsea, sifat adaptif lain juga ditunjukkan United dengan melakukan pendekatan khusus menggunakan skema lini tengah yang berlian, meskipun harus sedikit mengorbankan beberapa ancaman krusial bagi lini pertahanan mereka. Alih-alih striker mereka yang mencetak gol, Solskjaer justru memerintahkan Ander Herrera dan Paul Pogba untuk maju ke area ofensif dari lini tengah, dan ditugaskan untuk merobek gawang The Blues.

Maka jelas sekali, bahwa United sekarang telah menunjukkan kemampuan mereka dalam kemudahan beradaptasi di atas lapangan seperti yang pernah sukses dilakukan Sir Alex Ferguson di eranya.

Berani Mengambil Risiko

Bagaimanapun, di samping fleksibilitas taktis, Ole Gunnar Solskjaer secara konsisten telah berani untuk mengambil resiki, meski harus mengorbankan lini pertahanannya. Pria asal Norwegia itu benar-benar menganut konsep risiko, tapi tidak seperti pendahulunya baik itu Mourinho, Louis van Gaal ataupun David Moyes, yang lebih menyusun sebagian besar skema mereka dengan hati-hati. Padahal, rasa kehati-hatian bisa berujung menjadi rasa takut kalah. Namun perasaan seperti ini jarang dianggap oleh Solskjaer, dan bahkan oleh Sir Alex Ferguson sekalipun.

Di sisi lain, di bawah Mourinho, para penyerang United sering terisolasi, dan bahkan sangat jarang melakukan ancaman ke daerah pertahanan lawan. Mou selalu fokus untuk memastikan timnya tidak kebobolan lebih dulu, dan dengan melakukan itu, hanya gol-gol acak atau keberuntungan yang biasanya menjadi celah untuk menang.

Pelatih asal Portugal itu juga sangat membatasi gerak Pogba, mengunci permainan khas Rashford sehingga ia harus menjadi bagian dari skema bertahan tim, dan banyak kasus-kasus ‘kehati-hatian’ Mourinho yang justru melahirkan kesan ‘takut kalah’ di setiap pertandingan yang dimainkan.

Namun, itu semua sudah tidak terjadi di bawah asuhan Solskjaer. Ia sering bersedia untuk mengorbankan stabilitas pertahanan demi untuk mendapatkan keuntungan dalam skema menyerang. Meskipun, selalu ada risiko yang diterima. Tapi setidaknya, prinsip seperti ini berhasil dimunculkan kembali sejak masa keemasan Sir Alex Ferguson.

Pertandingan melawan Liverpool bisa menjadi salah satu contoh dari penerapan prinsip khas United tersebut. Ketika itu, mereka bermain dengan penuh resiko, dan kerap mengorbankan lini pertahanan mereka untuk bisa menyerang semaksimal mungkin. Mereka pun tetap bisa mempertahankan ancaman serangan balik yang juga dilakukan Liverpool.

Contoh lain juga sempat United mainkan kala meraih kemenangan atas Crystal Palace. Meski United berhasil memiliki keunggulan satu gol, permainan penuh resiko tetap mereka mainkan. Maka pengorbanan yang harus diterima adalah, Crystal Palace sempat berhasil menyamakan kedudukan, Akan tetapi, bukannya bermain lebih bertahan dari sebelumnya, Solskjaer justru menuntut para pemainnya untuk terus lebih berani mengambil risiko dengan skema menyerang.

***

Maka dengan fakta-fakta tersebut, jelas memperlihatkan bahwa Solskjaer telah kembali membawa ide-ide dan filosofi antik khas United yang sebelumnya sempat hilang. Meski masih dinilai pragmatis, setidaknya, United sekarang telah menjunjung tinggi nilai-nilai apik yang pernah sempat ada di era Sir Alex Ferguson.

 

Sumber: Disadur dari Manchester Evening News.