Patrice Evra cocok untuk disebut sebagai pesepakbola yang tahan banting. Kehidupan keras yang ia rasakan, justru ia jadikan bahan guyonan. Bahkan yang paling parah, ketika ia mendapat serangan-serangan bernada rasisme.

Ketika pertama kali tiba di Italia, ada beberapa bocah yang memintanya untuk berfoto bersama. Sesuatu yang membuatnya kaget karena ia belum pernah bermain. Ketika ia bertanya tentang itu, para bocah itu berkata kalau mereka ingin mengajak foto Evra karena si bocah belum pernah melihat pria kulit hitam.

Ketika berjalan-jalan, serangan verbal itu semakin kuat. Dari suara monyet, gerakan memakan buah pisang, kerap ditujukan kepadanya. Namun ia mencoba untuk tetap tangguh dan berusaha bersemangat, meski kadang-kadang ia kerap tersulut emosinya (insiden tendangan ke arah fans Marseille).

Dua tahun di Italia, Evra kemudian kembali ke Nice. Disinilah awal mula ia berubah posisi menjadi seorang bek kiri. Ia sempat marah karena sebelumnya Evra kerap dimainkan sebagai penyerang di Italia. Alasan Evra digeser sebagai bek kiri, karena sang pelatih, Sandro Salvioni, yakin kalau Evra bisa bermain bagus di sana.

Alasannya? Kocak? Karena Evra membenci posisi itu maka dia akan kesetanan ketika menyerang. Berkat kejadian itu, ia kemudian direkrut oleh Monaco. Rasa marah kemudian membuahkan hasil berupa hadiah rumah untuk orang tuanya.

Direkrut United Karena Ayam

Evra adalah seorang penghibur. Beberapa penggawa United menyebutnya kalau dia adalah sumber lawak di ruang ganti bersama Ashley Young. Ia kerap melakukan hal-hal aneh seperti mencium simpanse, berpakaian Panda untuk menentang rasisme, hingga yang sempat viral beberapa waktu lalu yaitu mencium ayam. Aksi ini sempat dikecam hingga memaksanya harus membuat video permintaan maaf.

Ada maksud tertentu soal ayam dalam kehidupan Patrice Evra. Ketika ia bermain bersama Prancis U-21, kakinya mengalami cedera. Ia sempat melapor kepada pelatih Monaco, Didier Deschamps, kalau ia tidak bisa bermain, hingga salah satu staf klub berkata, ‘coba pakai cara orang-orang dulu.’

Cara tersebut adalah memasukkan beberapa potong ayam ke dalam sepatu Evra. Sejak saat itu, ia mengunjungi toko daging untuk membeli beberapa potongan kecil. Si penjual ayam sempat keheranan ketika ia tahu kalau Evra akan memasukkan ayamnya ke dalam sepatu. Entah kebetulan atau tidak, Evra tidak pernah merasakan nyeri ketika sepatunya diberi beberapa potong daging ayam ketika ia sedang didera cedera.

“Ayam itu yang membuat saya didatangkan oleh Manchester United. Saya melakoni debut melawan Manchester City. Pertandingan yang dimulai pada pukul 12.45, waktu yang tidak biasa untuk bermain bola. Sebelum pertandingan, saya tidak makan apa-apa karena saya tidak suka sarapan. Lalu saya sakit, muntah, dan bingung.”

Mungkin ini yang membuat Evra tampil begitu buruk dalam debutnya. Kita sering melihat narasi kalau Evra tidak bisa berbuat banyak pada pertandingan tersebut. Ia ditarik keluar setelah bermain 45 menit. Ferguson membentak Evra yang sempat membuatnya sedih. Kesedihannya semakin bertambah ketika ia tidak dibawa Raymond Domenech untuk memperkuat timnas Prancis pada Piala Dunia 2006.

“Saya membayangkan kalau saya seharusnya ada di final Piala Dunia. Rasanya saya ingin menghancurkan apa pun yang ada di depan saya. Sejak itu, saya berlatih seperti orang gila, lebih banyak sesi latihan beban, lebih banyak rasa sakit, bahkan saya tidak liburan. Saya juga membeli banyak DVD untuk belajar sejarah klub ini.”

Usaha keras memang tidak akan mengkhianati hasil. Evra kemudian sadar kalau dirinya justru semakin lebih cepat dari sebelumnya. Sejak saat itu, ia sadar kalau kunci untuk sukses di United adalah bekerja keras.

“Di United saya mendapat kepribadian baru. Jika bos (Fergie) tidak ada di sana, maka kami akan memainkan lagu rock, rap, R&B. Jika bos masuk, dia akan marah dengan musik itu sehingga kami harus memainkan Sinatra. Jika bos berdeham, suasana langsung hening. Kami yang tadinya gembira langsung berpikir untuk siap mati satu sama lain.”

Delapan tahun Evra berada di puncak kesuksesan sebagai pesepakbola. Meraih banyak gelar bersama United baik tim maupun individu. Puncaknya adalah keberhasilan mereka menjuarai Liga Champions 2008. Inilah awal mula istilah “I Love This Game” muncul dalam benak Evra.

“Sebelum laga melawan Chelsea, Ferguson datang dan berkata, ‘Saya sudah menang’. Dia berkata lagi, ‘kita tidak perlu bertanding kayaknya’. Lalu ia berkata, ‘Lihat Patrice, dia punya 24 saudara. Bayangkan apa yang harus dilakukan ibunya untuk meletakkan makanan di atas meja.’ Lalu lihat Rooney, dia datang dari daerah keras di Liverpool. Atau Ji (Park), dia jauh-jauh datang dari Korea Selatan.”

Pembicaraan itu yang membuat Evra kaget. Ia sadar kalau sepakbola itu menyatukan baik dari ras, budaya, hingga agama. Pembicaraan itu yang membuatnya merinding. United mengakhiri pertandingan itu dengan kemenangan.

That’s why I love this game,” tuturnya.

***

Delapan tahun bermain bersama United, Evra kemudian hijrah ke Juventus. Setelah memperkuat beberapa klub, ia memutuskan untuk pensiun. Setelah pensiun, Evra terus bertekad untuk menjadi pribadi yang periang dan tahan banting. Dan yang paling utama, dia akan terus membuat kita tersenyum dengan slogannya, “I Love This Game.”