Foto: Manchester Evening News

Selain gemar memecat pelatih, Manchester United juga punya hobi baru setelah era kepelatihan Sir Alex Ferguson. Hobi baru itu adalah salah merekrut pemain. Sejak David Moyes melangkah ke Old Trafford hingga yang terakhir Ralf Rangnick, tercatat United nyaris tidak pernah mendapatkan performa 100 persen dari rekrutannya.

Selalu saja ada dramanya. Dari pemain yang bukan prioritas utama, hingga rekrutan yang berakhir sia-sia meski sudah ditebus dengan harga ratusan miliar hingga triliunan rupiah. Imbasnya terjadi saat ini. Ketika manajemen United ingin berubah dan tidak lagi mengulang kesalahan di masa lalu, mereka dihadapkan dengan kesulitan demi kesulitan yang membuat tim ini tidak bisa mendapatkan pemain yang diinginkan. Pemain incaran utama dihargai mahal, namun klub tidak mau lagi membayar mahal. Di sisi lain, mencari pemain alternatif menandakan kalau klub ini tidak bisa membuat harapan manajer utama terpenuhi untuk mendapat pemain incaran nomor satu.

Setelah Jonathan Northcroft bercerita tentang gejolak penunjukkan manajer di United, kali ini giliran Paul Hirst bercerita kepada The Times mengenai apa yang salah dari pembelian pemain di United yang lebih banyak gagalnya ketimbang sukses.

Pembelian Yang Gagal

Satu Piala FA, satu Piala Liga, dan satu Liga Europa. Itulah raihan yang didapat United setelah Sir Alex Ferguson pensiun. Sebenarnya, jumlah ini tidak terlalu buruk untuk tim yang sedang menjalani transisi era. Akan tetapi, raihan ini tentu sangat buruk ketika melihat fakta United telah menghabiskan uang 1,2 miliar Poundsterling selama sembilan tahun di bursa transfer.

Kesimpulannya sudah jelas. Rekrutan United mayoritas gagal. Bahkan hal itu masih terasa hingga musim lalu. Hanya Ronaldo yang mendingan. Sisanya acakadut. Sancho masih belum bisa mengeluarkan potensinya segila seperti ketika di Jerman. Di sisi lain, Varane datang dengan kondisi fisik yang sudah rapuh.

Jadi, kapan sebenarnya penurunan standar United pada bursa transfer? Beberapa orang merasa itu semua terjadi pada era kepemimpinan Glazer yaitu pada 2005. Tapi, ada juga yang merasa kalau standar rekrutmen United sudah menurun sejak 2009. Ketika United hanya mengganti Cristiano Ronaldo dengan Antonio Valencia.

Ada juga yang merasa kalau transfer United menurun pada 2012 saat mereka melewatkan kesempatan membeli Eden Hazard demi membeli Shinji Kagawa. Pemain Jepang ini diprioritaskan Ferguson sebagai pengganti Rooney yang sudah tidak kerasan di United saat itu dan mulai blak-blakan ingin ke Chelsea. Ferguson sudah siap untuk melepas Rooney, tapi setelah ia pensiun, United justru memperpanjang kontraknya meski performanya sudah menurun.

Saat itu, keluarga Glazer merasa kalau kehilangan Ferguson dan Rooney secara bersamaan adalah sesuatu yang buruk bagi klub. Oleh karena itu, mereka merasa akan jauh lebih baik jika salah satu dari mereka masih ada yang tinggal di dalam klub.

Periode parah dimulai ketika David Moyes masuk. Sama seperti saat ini, sang The Choosen One diberikan kendali penuh atas transfer. Sayangnya, tidak ada satu pun target yang nyangkut. Thiago Alcantara, Cesc Fabregas, dan Gareth Bale menjadi incaran utama, tapi target kemudian berubah menjadi Leighton Baines dan Marouane Fellaini. Yang didapat hanya Fellaini dengan nilai 27,5 juta Pounds saat mereka sebenarnya bisa mendapatkannya dengan 23,5 juta Pounds saja.

Moyes disebut oleh para staf klub United seperti kewalahan. Begitu juga dengan Ed Woodward yang memegang peranan baru. Singkatnya, keduanya belum terbiasa. Untung saja, saat situasi klub sudah memburuk untuk ke empat besar, mereka masih mendapat Juan Mata pada Januari.

Moyes pun pada akhirnya dipecat dan diganti oleh Louis van Gaal. Sama seperti Moyes, LVG pun diberikan kekuasaan yang sama. 150 juta Pounds digelontorkan demi Rojo, Shaw, Di Maria, Blind, Herrera, dan Falcao.

LVG ingin membentuk trisula maut lini depan dengan bertumpu pada Rooney, Van Persie, dan Falcao. Sebuah trio maut di atas kertas meski kenyataannya mereka ini sudah melewati masa emas mereka.

Transfer Falcao menjadi kesia-siaan karena United mengeluarkan 16 juta Pounds (6 juta biaya pinjaman dan gaji 10 juta) hanya untuk melihat ia mencetak gol dengan jumlah yang sama seperti Chris Smalling.

Pembelian Di Maria adalah pembelian gagal terbesar United. 59,7 juta paun dikeluarkan hanya untuk melihatnya tampil satu musim. Dia menghilang saat tur pra-musim klub 2015. Beberapa sumber menyebut kalau Di Maria berselisih dengan beberapa pemain karena dianggap terlalu rapuh.

Dari sisi teknis, Di Maria digunakan tidak di posisi aslinya. Tiga posisi di depan sudah diambil hingga memaksa Van Gaal memainkannya sebagai pemain tengah dalam debutnya melawan Burnley. Hal ini membuatnya tidak bisa menguasai bola sebaik saat ia berada di sisi sayap.

Beberapa kebijakan pemain keluar juga dinilai bermasalah. Van Gaal melepas Rio Ferdinand, Nemanja Vidic, Patrice Evra, Nani, dan Darren Fletcher saat itu juga. Mereka memang sudah tidak dalam kondisi yang bagus, tapi ada yang merasa kalau sedikit lebih baik menyisakan satu hingga dua nama berpengalaman demi stabilitas ruang ganti.