Introspeksi adalah salah satu sikap baik yang mudah untuk dilakukan oleh seseorang. Tapi di satu sisi, introspeksi juga merupakan hal yang sangat sulit dilakukan. Mudah dilakukan karena hanya menuntut seseorang untuk bercermin pada diri sendiri. Namun sulit dilakukan jika ego seseorang tersebut telah mendominasi setiap keputusannya.
Simpelnya begini, jika seseorang melakukan kesalahan, seharusnya ia bisa dengan mudah melakukan introspeksi dengan bercermin pada kesalahannya. Tujuannya tidak lain adalah untuk memperbaiki kesalahan yang ia lakukan. Tapi hal itu akan sulit dilakukan jika ia didominasi oleh ego yang besar. Sehingga pikirannya tertutup dan merasa benar dengan kesalahannya.
Sikap barusan ini sangatlah cocok untuk dipelajari semua orang, termasuk Harry Maguire. Wawancaranya sebelum Manchester United bermain melawan Liverpool telah jadi contoh klasik dari seorang pemain yang gagal bercermin pada diri sendiri. Oleh karena itu ia mesti belajar supaya tidak merasa sok jago dengan “menutup kuping” dari semua kritik. Atau malah memilih memberikan komentar bodoh dan arogan saat wawancara.
Harry Maguire tak paham situasi
Seperti yang diketahui, faktanya Liverpool kembali berhasil mengalahkan United dengan skor telak 4-0. Skor yang menyakitkan ini hanyalah tingkat akhir dari dominasi Liverpool di pertandingan tersebut. Semuanya dapat diprediksi sejak menit awal. Seolah-olah ada keniscayaan yang menyedihkan bahwa Setan Merah memang akan kalah karena bermain tanpa motivasi.
Suporter Manchester United pernah marah besar ketika Liverpool menang 5-0 di pertemuan pertama yang diselenggarakan di Old Trafford. Namun kemarahan itu tidak berbuah apa-apa. Kemarahan itu malah cuma berubah menjadi kesedihan karena United kalah lagi.
Penampilan para pemain The Red Devils musim ini telah menjadi noda bagi sejarah klub, dan hanya dengan cara radikal yang bisa merubah kondisi tersebut. Ralf Rangnick sendiri sempat menyarankan kalau United setidak-tidaknya perlu mendatangkan hingga 10 pemain baru di musim panas nanti. Meskipun hal itu sedikit sulit jika dilakukan hanya dalam satu jendela transfer.
Namun apadaya, memang isi ruang ganti Setan Merah sudah berbau kurang sedap karena diisi oleh pemain-pemain yang tidak memiliki niat dan motivasi. Maka dari sini Harry Maguire seharusnya bisa mengerti seperti apa kondisinya. Karena ialah satu-satuya seorang pemimpin di ruang ganti tersebut.
Tapi setelah kompetisi Euro 2020, bek tengah itu memang benar-benar telah mengalami musim yang absurd. Ia seolah jadi mimpi buruk (khususnya bagi David de Gea), padahal penampilannya di turnamen itu (Euro 2020) begitu luar biasa. Sayang sekarang semuanya sudah tinggal kenangan.
Bayangkan saja, Maguire seperti terjungkal 180 derajat dalam waktu yang singkat. Dan secara otomatis ia banyak menerima kritik di musim ini, terutama kritik soal biaya transfernya yang besar pada 2019 lalu. Ditambah lagi ia juga mengenakan ban kapten di lengan kirinya. Maka tentu saja, itu berarti mantan pemain Leicester tersebut terus diburu dan diawasi secara ketat oleh publik.
Hanya saja sayangnya, Maguire tidak menangani situasi ini dengan baik. Alih-alih berpikir dan bercermin, ban kapten malah telah tampak seperti beban bagi Maguire. Lebih parahnya lagi ia justru bersikeras kalau ia tidak akan memperhatikan setiap kritik yang datang kepadanya. Hanya saja di sisi yang lain, penampilannya di atas lapangan tidak kunjung membaik.
Tolong sadar diri, bukan bangga diri
Harry Maguire sempat menutup telinganya setelah mencetak gol untuk Inggris pada November tahun lalu –sebagai tanggapannya atas kritik. Akan tetapi ia kembali main jelek saat United kalah 4-1 dalam pertandingan setelah jeda Internasional tersebut. Ia harusnya menyadari bahwa fakta semacam itu sangatlah menyedihkan. Bukan malah membela diri dan menunjukkan sikap jemawa saat diwawancara.
“Musim ini saya mengalami beberapa pertandingan buruk. Tetapi harus disadari, saya tidak akan bermain di setiap pertandingan untuk Manchester United sebagai starter jika saya bermain buruk di setiap pertandingan. Ada alasan mengapa kedua manajer (Ole dan Rangnick) menempatkan saya di tim utama pada setiap pertandingan,” tutur Maguire dengan arogan pada pra-pertandingan vs Liverpool.
“Itulah (performa) yang saya bawa ke tim. Apa yang saya bawa ke tim utama sangat berguna. Saya juga mengerti bahwa saya adalah kapten klub ini, jadi saya menghabiskan banyak pikiran untuk itu. Tapi ketika segalanya tidak berjalan baik atau seperti kami kebobolan terlalu banyak gol, saya akan dikritik.”
Para pemain Manchester United telah menjadi objek yang secara ketat terus diawasi oleh media. Dan komentar Maguire ini malah menambah-nambah bahan media, karena isinya sangat provokatif dan arogan. Suporter United sudah muak dan sangat marah dengan wawancara tersebut. Bahkan emosi mereka semakin menjadi setelah melihat hasil pertandingan yang mengecewakan.
Semoga ada pengganti yang lebih baik
Harry Maguire agaknya harus paham bahwa ia berada di starting XI musim ini dikarenakan tidak adanya opsi pemain bertahan, bukan berdasarkan prestasi. Penampilannya juga sangat buruk, dan levelnya masih berada jauh di bawah. Jangankan untuk menjadi kapten, menjadi pemain bertahan yang dibutuhkan tim Manchester United saja masih jauh. Ia mungkin pernah dapat pujian, tapi bukan berarti itu menutup pikirannya untuk berbenah.
Terlebih semua situasinya ini menjadi semakin buruk menyusul penampilannya di Anfield. Maguire bersalah atas gol pertama Liverpool ketika ia keluar dari posisinya. Keragu-raguannya dalam mengambil keputusan sangat berakibat fatal. Dan bagi suporter United yang melihat itu, dan mendengar juga wawancaranya sebelum pertandingan, mereka pasti sangat merasa terhina.
Mulailah berintrospeksi, Maguire! Upaya untuk membela diri dari kritik yang terus menghujam tidaklah bernilai sama sekali. Justru itu telah membuahkan lelucon tersendiri. Suporter United pantas mendapatkan yang lebih baik. Termasuk mereka juga pantas mendapatkan kapten yang lebih baik dari Maguire. Karena seorang kapten seharusnya bisa bertanggung jawab, dan Maguire tidak melakukannya.