Kieran McKenna akan menjadi jebolan asisten berikutnya dari Manchester United yang mencoba mendobrak stigma kalau orang yang pernah bekerja dalam staf kepelatihan United akan menjadi orang yang gagal saat menjajal peran sebagai manajer utama di tempat lain.
Revolusi dalam skuad Manchester United terus dilakukan. Satu demi satu staf peninggalan Ole Gunnar Solskjaer mulai pergi. Setelah Michael Carrick, kini giliran Kieran McKenna yang pergi dari Manchester.
Beda dengan Carrick yang beralasan kalau dia ingin istirahat terlebih dahulu, Kieran akan mencicipi posisi yang lebih tinggi lagi dalam kariernya sebagai manajer utama. Ipswich Town akan menjadi pelabuhan berikutnya bagi Kieran yang diikuti oleh Martyn Pert, salah satu anggota tim pelatih United, yang akan menjadi asistennya.
Keputusan Kieran tentu sangat bagus. Pada usia yang tergolong muda, 35 tahun, ia sudah mendapat jalan menjadi manajer utama di sebuah kesebelasan legendaris. Dengan masa depan yang masih panjang, ia bisa menjadikan Ipswich sebagai batu loncatan untuk karier yang lebih tinggi lagi kedepannya.
“Kieran adalah pelatih yang sangat berbakat yang menjadi aset nyata bagi klub selama keberadaannya di sini. Bekerja dengan U-18, mengembangkan banyak pemain yang menjadi pemain reguler di tim utama, lalu menjadi bagian tim utama, kerja kerasnya dihargai dengan sangat baik,” kata direktur sepakbola klub, John Murtough.
Sejak Ralf Rangnick masuk sebagai manajer interim, keputusan pertama yang ia lakukan adalah membawa orang-orang kepercayaan di klubnya terdahulu. Sejauh ini, sudah ada Chris Armas dan Sascha Lense. Kedatangannya sudah pasti membawa korban dan Kieran kini menjadi korban terbaru.
Tantangan Kieran
Pindah ke tempat baru sudah pasti memberi tantangan baru. Tugas Kieran tentu mengaplikasikan hasil belajar selama tiga tahun di United kepada Ipswich yang sekarang masih terjebak pada urutan ke-12.
Ia datang tidak hanya membawa label sebagai bekas asisten Man United, ia juga datang membawa segudang kritik di masa lalu. Cap sebagai amatiran serta pelatih magang ada tantangan yang harus dihadapi oleh Kieran. Ketika di United, kegagalan yang dialami oleh klub dalam setiap pertandingan membuat namanya kerap menjadi kambing hitam.
“Untuk sebuah klub dengan titel seperti Manchester United, maka mereka harus diisi oleh tenaga terbaik setiap sektornya. Anda tidak bisa mempekerjakan orang-orang yang baru belajar dan belum punya pengalaman di klub sebesar ini,” tutur Jamie Carragher saat United dibantai Liverpool 0-5.
Belum lagi soal rekor beberapa jebolan staf kepelatihan United yang kariernya tidak pernah mentereng ketika menjadi manajer utama. Hal ini seperti kutukan karena kerap terjadi sejak era Sir Alex Ferguson masih menukangi tim.
Siapa yang tidak ingat Carlos Queiroz. Sebelum keluarga Glazer membeli United, Queiroz sudah dipersiapkan sebagai pengganti Fergie pada saat ia ingin pensiun pada 2002. Akan tetapi, kesalahan besar ia lakukan ketika menerima pinangan Real Madrid.
Sempat “diampuni” oleh Fergie dengan kembali diangkat sebagai tangan kanan, nyatanya Queiroz kembali membuat Fergie kecewa karena kembali hengkang demi jabatan manajer utama bersama Benfica dan timnas Portugal. Setelah kembali gagal, namanya pun tidak dilirik lagi oleh Fergie.
“Sayangnya, dia merusak peluangnya sendiri dengan meninggalkan United dua kali,” kata Ferguson.
Sebelum Queiroz juga ada Steve McClaren yang menjadi otak keberhasilan United meraja pada akhir 90an hingga awal 2000-an. Namun, setelah ia cabut dan menjadi manajer utama di beberapa klub, kariernya jauh dari kata sukses. Hanya Twente yang pernah ia bawa menjadi juara Liga Belanda 2010. Sisanya kerap berakhir dengan pemecatan.
Mike Phelan juga demikian. Hengkang setelah masuknya gerbong David Moyes ke United, ia diangkat sebagai manajer utama Hull City ketika mereka promosi pada musim 2016/2017. Sempat memberi harapan, Phelan pun tidak sampai semusim di KCom Stadium. Ia pun kembali menjadi sosok yang hanya bekerja di balik layar hingga sekarang.
Bahkan isu yang beredar menyebut kalau Phelan sepertinya tidak akan lagi bersama United pada musim depan dan perannya di bawah Rangnick tidak akan sebesar sebelumnya.
Keputusan Kieran meninggalkan klub bisa dibilang sebuah win win solution. Di era kepelatihan Ole Gunnar Solskjaer, staf pelatih United bisa dibilang sangat gemuk. Menurut Andy Mitten, Ole memang gemar bekerja dengan banyak orang dengan maksud ia bisa mendapat banyak masukan dari anak buahnya.
Maka dari itu staf yang ia punya diberikan tugas yang spesifik. Ada staf yang menilai pemain dari sisi fisik. Lalu, ada juga staf yang menilai pemain dari sisi permainan. Di sisi lain, Kieran adalah orang yang punya peran terhadap aspek taktis.
Kepergian Kieran sudah pasti akan meninggalkan celah, meski begitu, kesempatan menjadi manajer utama meski di sebuah klub divisi tiga tentu tidak bisa disia-siakan begitu saja.