Sudah jatuh tertimpa tangga. Sudah menjadi penggemar Manchester United, eh penggemar timnas Indonesia pula. Jelas menjadi sebuah kehormatan besar bisa menjadi pendukung dua kesebelasan yang gemar memberi harapan palsu kepada para penggemarnya ini.
***
Penalti yang mampu diblok oleh Muhammad Ridho menjadi pertunjukkan terakhir dari laga kualifikasi Piala Dunia 2022 antara Indonesia melawan Vietnam. Tidak ada emosi yang berlebih dari wajah penjaga gawang Madura United tersebut. Wajar saja, karena tepisan Ridho tersebut tidak mengubah hasil kalau Indonesia harus kalah 1-3 dari Vietnam.
Kekalahan tersebut semakin memperburuk performa timnas senior kita. Terjebak sebagai juru kunci, hanya mencetak tiga gol, dan kebobolan 14 gol adalah catatan yang harus diterima oleh skuad Simon McMenemy tersebut. Mantan pelatih Bhayangkara FC itu pun harus menerima akibatnya dari performa buruk timnas tersebut.
Para penggemar yang menunggu di luar stadion I Wayan Dipta melantunkan nyanyian “Simon out”. Parahnya lagi, ada chant “buat apa Simon, buat apa Simon, Simon itu tidak ada gunanya”. Sebuah kulminasi dari rasa kesal suporter Indonesia atas keringnya prestasi timnas senior yang masih tetap terpaku dengan medali emas Sea Games 1991 dan prestasi tim junior yang levelnya masih sebatas ASEAN.
Rasa Cinta yang Sulit Ditinggalkan
Ketika saya menyaksikan laga Indonesia vs Vietnam, ibu saya yang kebetulan pecinta sepakbola dan Zidane ini mengeluarkan pertanyaan yang sulit saya jawab. “Kalau masih kalah terus, ngapain ditonton lagi?” ujarnya.
Pertanyaan yang membuat saya kaget. Saya juga tahu apa maksud dari pertanyaan tersebut. Kok masih ada yang mau nonton pertandingan timnas senior yang prestasinya juga tidak ada yang bisa dibanggakan tersebut. Namun menurut bahasa sepakbola, hal-hal seperti ini memang sulit untuk dicari jawabannya.
Sepakbola bisa mengubah rasa benci menjadi cinta. Ini yang tidak bisa ditinggalkan ketika menjadi penggemar olahraga ini. Kebetulan kita tinggal di Indonesia, maka secara tidak langsung kita digariskan untuk mendukung laskar Garuda. Sayangnya, kita juga harus menerima fakta kalau negeri ini miskin akan prestasi.
Apes bagi kita karena kita seolah tidak bisa atau bahkan sulit untuk tidak menyaksikan kiprah mereka. Sudah tahu hasil akhirnya seperti apa, namun kita masih dibuat penasaran sambil bertanya-tanya, “kira-kira timnas masih bisa menang apa gak ya?” Perasaan ini yang kemudian memaksa kita untuk masih mau menonton kiprah mereka di atas lapangan. Mempertahankan optimisme tapi dari lubuk hati yang paling dalam kita sulit untuk tidak menyebut kalau timnas pasti akan kalah lagi.
Sama Seperti Pendukung MU
Fenomena ini tidak jauh berbeda untuk kita semua yang merupakan penggemar Manchester United. Sudah menjadi pendukung timnas, eh pendukung MU pula. Benar-benar sebuah kehormatan bagi orang-orang yang masuk ke dalam golongan ini.
Suporter Setan Merah juga menjalani situasi yang tidak jauh berbeda dari mereka yang juga mendukung timnas Indonesia. Sama-sama sulit untuk meraih prestasi, sama-sama bermasalah dengan pelatih dan pemain, serta sama-sama menyimpan rasa kesal dengan petinggi mereka dalam hal ini PSSI dan keluarga Glazer.
Kita juga dibuat penasaran. Penampilan MU di kompetisi Premier League musim ini begitu ajaib. Tidak ada jaminan kalau mereka akan menang mudah, yang ada justru kemungkinan kalau mereka tampil kesulitan layaknya pertandingan-pertandingan sebelumnya. Namun entah datang dari mana, ada saja perasaan-perasaan optimis dan logis yang selalu memaksa kita untuk tetap mengikuti kiprah mereka. Benci tapi tetap cinta.
Scott McTominay dkk akan menghadapi Liverpool pada hari Minggu nanti dengan kekuatan yang berantakan. Mayoritas pilar utama klub berpotensi absen karena cedera. Mereka yang disebut bisa kembali seperti Paul Pogba, Anthony Martial, dan Aaron Wan-Bissaka pun masih punya potensi untuk tidak bermain. Dengan situasi seperti ini, kita masih berharap kalau United bisa memberikan kejutan dengan mengalahkan Liverpool, meski kita tahun kalau di atas lapangan United mungkin akan berada di bawah tekanan dari pemuncak klasemen jika berkaca dari performa mereka pada musim ini.
Tidak perlu menunggu hingga melawan Liverpool sebenarnya, ketika United dikalahkan Newcastle beberapa waktu lalu, toh saya yakin banyak dari penggemarnya di Indonesia yang masih menyaksikan penampilan mereka. Padahal, kita semua sudah tahu bagaimana permainan United dalam laga-laga sebelumnya.
Atau ketika laga melawan Arsenal. Padahal beberapa hari sebelumnya, tim ini dibuat pusing oleh Rochdale. Minim kreativitas dan sulit untuk menunjukkan permainan indah. Jangankan menang, mencari satu gol saja bak mencari jarum di tumpukan jerami. Kalau sudah punya peluang, eh dengan gampang dibuang sia-sia oleh mereka.
***
Dalam tulisan Alief Maulana di Fandom id berjudul “Demi Indonesia, Kita Rela Terluka”, ia mengutip pernyataan dari Muhammad Ilham, wartawan dari media Jawa Pos. Ilham menyebut, “Kita ini masokis (senang untuk disakiti). Kita adalah bangsa yang senang menderita. Kita senang melihat timnas walau kita tahu pasti bahwa pertandingan tersebut takkan dimenangkan oleh Indonesia,” tuturnya.
Penggemar MU tidak ubahnya seperti penggemar timnas Indonesia. Mereka tahu kalau timnya akan kesulitan untuk menang, namun alam bawah sadar kita terus meminta diri ini untuk menyaksikan pertandingan mereka setiap minggunnya. Menonton mereka dengan harapan kalau ada perubahan yang terjadi meski nyatanya kita lagi-lagi dikecewakan.
Lucunya, kita hanya bisa melampiaskan dengan marah-marah atau mengangkat topik tertentu dengan tambahan tanda pagar di depannya apabila kita dikecewakan oleh mereka berdua. Padahal, kita sendiri yang kerap memaksa diri untuk terus menyaksikan keduanya bertanding.