Manajemen Manchester United, dalam hal ini keluarga Glazer dan Ed Woodward, kerap menjadi sasaran amarah para penggemar Setan Merah dalam beberapa musim terakhir. Mereka dianggap menjadi biang keladi dari keterpurukan tim yang seolah sulit untuk kembali menjadi kesebelasan elit baik di kompetisi domestik maupun di Eropa.
Baik Glazer maupun Woodward dianggap hanya mementingkan Manchester United dari segi bisnis. Mereka tidak peduli nasib klubnya yang selama enam tahun mulai tidak bisa mengejar tetangganya. Bagi mereka, selagi bisa menjadi kesebelasan berpendapatan tertinggi (peringkat ketiga menurut Deloitte per 2017/2018) maka prestasi di atas lapangan selalu dianggap tidak penting.
Amarah kepada para petinggi United mencapai puncaknya beberapa waktu lalu. Setelah hasil imbang melawan Huddersfield yang mengejutkan, muncul aksi solidaritas bernama #UnfollowManUnited yang mengajak para pendukung United untuk tidak lagi mengikuti kiprah mereka di media sosial. Tujuannya jelas, agar suara mereka bisa didengar oleh pihak klub kalau prestasi yang paling utama adalah di atas lapangan dan bukan banyak-banyakan mencari sponsor.
Baca juga: #UnfollowManUnited, Aksi Perlawanan Suporter pada Manajemen United
Aksi ini berjalan cukup positif. Dalam beberapa hari setelah aksi tersebut digagas, ribuan follower akun resmi United perlahan berkurang. Bahkan menurut salah satu pemegang tiket terusan United, Michael Tunstall, manajemen United mengerahkan beberap akun robot (bot) untuk bisa mengimbangi jumlah follower United agar tidak turun drastis. Hal ini menegaskan betapa ketar-ketirnya manajemen United dalam menyikapi kampanye tersebut.
Peran Suporter dalam Kegagalan Manchester United
Meski menjadi pihak yang disalahkan, namun ada juga beberapa suporter United yang merasa kalau keterpurukan yang dialami klub favorit mereka saat ini bukan salah keluarga Glazer atau Ed Woodward semata. Mereka menganggap kalau para penggemar juga berperan besar bagi keterpurukan tim saat ini.
Sampai kapan pun, Malcolm Glazer akan selalu dianggap sebagai manusia jahat yang membeli Manchester United dengan utang sekaligus menjadikan aset kesebelasan sebagai jaminan. Selain Glazer, Ed Woodward juga dianggap sebagai akuntan yang sok tahu terkait seluk-beluk kehidupan sepakbola dari segi teknis. Dia adalah sosok yang bisa melarang manajer sekaliber Jose Mourinho untuk jangan membeli pemain baru. Dia juga bisa membeli pemain dengan caranya sendiri meski incarannya tidak sejalan dengan kemauan sang pelatih.
Namun para penggemar juga ikut andil soal ini. Fans United saat ini dianggap sudah tidak bisa lagi bersabar dan tidak mau menikmati proses kalau saat ini Manchester United sudah tidak lagi hebat seperti dulu. United yang sebelumnya selalu menjadi pesaing gelar, kini hanya menjadi kesebelasan yang bahkan finis di empat besar saja mulai kesulitan.
Rata-rata dari mereka begitu terbuai dengan prestasi yang diraih United semasa era Sir Alex Ferguson. Dengan terbuainya mereka akan prestasi tersebut, para penggemar seperti memiliki patokan tersendiri terkait keadaan. Dan ketika keadaan sudah tidak sama lagi seperti sebelumnya, maka mereka akan berusaha melakukan penolakan.
Hal ini yang terjadi pada pendukung Manchester United sekarang. Ketika sosok yang diagungkan tersebut memutuskan pensiun, maka mereka seolah tidak siap menjalani siklus kalau United yang sekarang sudah jauh tertinggal dan sedang berada di barisan paling belakang.
Setiap manajer yang menangani United kerap salah dimata para penggemarnya. David Moyes dianggap gagal menjadi penerus karena tidak bisa meracik pemain bintang peninggalan Fergie. Louis Van Gaal juga menjadi korban karena taktiknya dianggap membuat ngantuk. Meski memberikan tiga trofi, salah satunya adalah Europa League pertama sepanjang sejarah klub, namun Mourinho juga dianggap gagal karena filosofinya yang bertentangan dengan Manchester United. Suara-suara sumbang tersebut kembali terdengar ketika Ole Gunnar Solskjaer yang memimpin dari pinggir lapangan.
Padahal, mendukung manajer merupakan kunci dari kesuksesan sebuah klub. Lantas, ketika para penggemar kerap meminta manajemen untuk memecat pelatih seperti yang dirasakan Moyes, Van Gaal, dan Mourinho, maka sama saja membuat United sulit untuk bangkit menuju kejayaan.
Ketakutan Penggemar Manchester United
Para penggemar United saat ini juga hidup dalam rasa takut dan mudah baper akan ejekan dari pendukung kesebelasan lain. United, yang sebelumnya kerap mengolok-ngolok Liverpool dan Manchester City dengan label next year dan tetangga berisik, seolah tidak siap jika suatu saat label ini melekat kepada mereka. Inilah yang membuat mereka kerap menuntut segala sesuatu kepada manajemen sehingga tidak mau menjalani proses yang sulit seperti sekarang ini.
Tidak ada yang menyadari kalau Manchester United sekarang sudah seperti klub-klub yang mereka benci sebelumnya. Gampang melepas pemain akademi seperti Arsenal, instan dalam membeli pemain seperti Manchester City, gemar pecat-memecat pelatih layaknya Chelsea, hingga mengungkit sejarah dan mendapat label next year layaknya Liverpool. Bahkan mereka mulai dilangkahi oleh Tottenham Hotspur yang perlahan-lahan mulai rutin finis di atas mereka. Sayangnya, pendukung tidak siap dengan situasi ini.
“Perlu proses pembangunan kembali, jadi sulit melihat mereka untuk bersaing memperebutkan gelar juara. Pendukung United perlu bersabar dalam periode ini. Saya percaya mereka akan sabar bersama Solskjaer. Dukungan dari pendukung akan ia dapatkan, dan saya harap dukungan juga didapatkan dari pihak manajemen,” kata presiden kehormatan United, Martin Edwards.
***
Sepakbola akan selalu lekat dengan siklus. Ada kalanya kesebelasan yang hobi menjadi juara akan merasakan pedihnya sebagai pecundang selama beberapa tahun. Sangat disayangkan, hal itu terjadi kepada Manchester United pada saat ini. Tapi, mau bagaimana lagi. United saat ini sudah tidak lagi dianggap sebagai tim yang kuat. Tugas bagi mereka, yaitu para pemain dan manajer, untuk membangkitkan lagi kehebatan klub ini.
Sementara tugas para penggemar tentu saja mendukung klub dalam situasi apa pun. Apa yang terjadi saat ini menguji tingkat konsistensi kita apakah kita mencintai United hanya karena trofi saja atau benar-benar merasa menjadi penggemar United seutuhnya.
Jika sebelumnya para penggemar United kerap mengolok-olok penggemar klub lain, maka ini saatnya mereka harus tahan jika mendapat olok-olok dari penggemar klub lain. Bukankah itu cara paling nikmat dalam menikmati sepakbola ketika para penggemar saling merasakan kebahagiaan dan penderitaan satu sama lain.