Foto: Twitter

Anthony Martial sudah tujuh musim berada di Manchester United. Namun dalam kurun waktu tersebut, dia tidak pernah bisa mengeluarkan potensinya. Alih-alih bersinar tiap musim, Martial justru menjadi salah satu pemain dengan performa yang paling tidak konsisten di United.

Jumlah golnya memang tidak sedikit. Ada 79 gol yang ia sudah buat. Assists-nya bahkan ada 50. Akan tetapi, Martial direkrut sebagai juru gedor Setan Merah sehingga gol menjadi patokan utama. Sayangnya, jika diukur dengan rata-rata maka Martial paling banyak hanya membuat 10 gol per musim di semua kompetisi.

Angka ini jelas jauh lebih sedikit jika dibandingkan bomber lain pada periode yang sama macam Sergio Aguero, Harry Kane, Sadio Mane, hingga Mohamed Salah. Padahal Manchester United menaruh harapan yang cukup tinggi kepadanya. Terbukti dengan kontrak panjang serta gaji yang nilainya bahkan lebih besar dari pemain yang kontribusinya lebih dari Martial.

Akan tetapi, Martial justru lebih banyak mewarnai hidupnya dengan drama. Mulai dari kekecewaan karena nomornya diambil Lukaku, konflik dengan Jose Mourinho dan Ralf Rangnick, mengeluh kepada agen karena tidak bahagia, hingga masalah asmara yang sempat beberapa kali mengganggu penampilannya di atas lapangan membuat suporter mulai muak dengan tingkah pemain ini.

United pun dianggap sebagai bukan tempat yang tepat bagi Martial memenuhi ambisinya. Setiap kali ada polling tentang siapa pemain United yang pantas dijual, maka nama Martial selalu ada di deretan atas.

Walau banyak alasan untuk menjual Martial, tapi manajemen United tetap memberi status Not For Sale kepadanya. Entah karena dia pemain bagus, atau memang tidak ada tim yang menawarnya. Sevilla saja kapok sudah meminjamnya setengah musim lalu.

Jose Mourinho adalah salah satu korban dari rasa percaya manajemen United kepada Martial. Pada 2018, ia ingin Martial dilepas ke klub lain. Sayangnya, manajemen menolak permintaan itu. Mereka takut Martial akan bagus di klub lain jika dijual yang nantinya akan membuat malu United. Namun hingga musim 2022 kemarin, justru United yang tidak mendapat apa-apa dari keberadaan Martial.

Bangkit Bersama Ten Hag

Ketika datang untuk pertama kali sebagai manajer United, Ten Hag langsung membuat beberapa aturan dengan tujuan mendisiplinkan pemainnya. Tidak boleh lagi ada pemain yang mengeluh. Kebanyakan drama maka ia harus siap dikeluarkan dari tim utama. Mereka harus fokus untuk pengembangan diri dan membawa United kembali lebih baik lagi.

Dalam kurun beberapa minggu, cara Ten Hag sepertinya berhasil. Para pemain yang musim lalu tampil buruk, tiba-tiba bermain sangat baik setidaknya dalam tiga laga pra-musim ini. Salah satunya adalah Martial.

Namanya selalu ada di papan skor ketika United menang melawan Liverpool, Melbourne Victory, dan Crystal Palace. Yang lebih spesial, Martial tampak jauh lebih sering bergerak ketimbang sebelumnya yang malas untuk mencari ruang. Ten Hag memang menuntut para pemainnya lebih banyak bergerak termasuk para penyerang.

“Saya harap kami dapat meyakinkan para penyerang ini untuk melakukan banyak pekerjaan terutama banyak berlari. Anda bisa lihat sekarang para penyerang memberi energi di pertahanan lawan dan mereka mendapat imbalan berupa gol karena keberhasilan memenangkan penguasaan bola,” katanya setelah laga melawan Palace.

Sang manajer dikenal pandai menyulap penyerang pesakitan menjadi penyerang berbahaya. Salah satunya adalah Sebastien Haller. Haller yang gagal total di West Ham mendadak berubah menjadi penyerang mematikan di Belanda. Kini, ia sedang berusaha memberikan yang terbaik bersama Borussia Dortmund sebelum diberitakan mengidap tumor testis.

Harapan yang sama kini tertuju kepada Martial. Mereka yang masih menaruh harapan kepadanya ingin melihat apakah Ten Hag bisa membuat eks Lyon ini menjadi monster layaknya musim 2019/2020.

Martial tentu tidak ingin dikenang sebagai pemain malas yang nantinya membuat segala kontribusinya menjadi tidak berarti. Apa yang sudah ia lakukan di pra-musim kali ini merupakan modal besar untuk membuka jalan mendapatkan apa yang ia mau seperti garansi tempat di tim utama serta peluang mendapat panggilan dari timnas Prancis ke Piala Dunia 2022.

Yang dibutuhkan hanya konsistensi. Salah satu masalah Martial yang tidak kunjung selesai sejak pertama kali ia datang.

Selain itu, Martial juga butuh etos kerja yang tinggi. Erik ten Hag sudah menegaskan kalau Cristiano Ronaldo tetap akan jadi bagian dari proyeknya pada musim ini. Dengan kata lain, Martial harus siap untuk berbagi peran dengan CR7 dan bukan tidak mungkin kalau keduanya akan menjalankan peran yang bergantian di lini depan.

Jika Martial bisa melakukan keduanya dengan baik, maka bukan tidak mungkin ia bisa melebihi torehan musim 2015/2016 dan 2019/2020. Suporter pun juga bisa tersenyum indah seindah senyuman maut dirinya tiap kali mencetak gol.