Foto: Daily Express

Lupakan Lee Grant, Joel Pereira, Matej Kovar, Kieran O’Hara, atau Alex Fojticek. Cukup dengan nama-nama seperti David de Gea, Sergio Romero, dan Dean Henderson saja, United sudah pusing untuk menentukan siapa yang layak untuk menjadi penjaga gawang utama.

Teringat kembali masa-masa ketika Manchester United ditinggalkan oleh penjaga gawang utamanya, Peter Schmeichel, setelah final Liga Champions 1998/1999. Saat itu, Sir Alex Ferguson kebingungan untuk mencari siapa sosok yang tepat untuk mengganti penggawa asal Denmark tersebut. Musim berganti, kiper baru beberapa kali dicoba. Akan tetapi, hasilnya tetap nihil.

Raimond van der Gouw sudah menua dan mulai sering terkena cedera. Massimo Taibi banyak blunder setelah main bagus pada debutnya. Hal serupa juga menimpa Fabien Barthez yang terlalu bersinar meski membawa label juara dunia dan Eropa bersama Prancis. Begitu juga dengan nama-nama seperti Tim Howard, Ricardo, dan Roy Carroll. Semuanya tidak ada yang bisa mengisi posisi Schmeichel dengan baik.

Beberapa jebolan akademi juga tidak bisa memanfaatkan keruwetan di sektor penjaga gawang United saat itu. Padahal, beberapa pemain seperti Nick Culkin, Paul Rachubka, hingga Kevin Pilkington punya kesempatan untuk bermain di tim utama.

Masalah United pada posisi kiper baru berakhir enam tahun setelah kepergian Schmeichel. Kedatangan Edwin van der Sar memberikan angin segar karena dia punya kualitas yang sangat bagus dan hanya kurang beruntung karena memperkuat tim medioker seperti Fulham. Sama seperti Peter, VDS juga menjadi bagian dari kejayaan United dan meraih beberapa gelar prestisius dan mencatat beberapa rekor.

Kisah penantian panjang seperti era Schmeichel ditakutkan kembali terjadi ketika Van der Sar memutuskan untuk pensiun pada 2011. Ada trauma mereka bakal berkali-kali melakukan rotasi di sektor penjaga gawang. Pada akhirnya, hal itu tidak terbukti. David de Gea hanya butuh satu musim beradaptasi sebelum kemudian ia bertransformasi menjadi salah satu penjaga gawang terbaik di Eropa.

Namun, United tetap saja dibuat pusing karena posisi penjaga gawang. Yang membedakan adalah situasinya saja. Jika antara era setelah Schmeichel sampai kedatangan Van der Sar, United kebingungan mencari kiper bagus, maka kali ini United kebingungan karena stok penjaga gawang mereka begitu melimpah dengan kualitas yang bisa dibilang lumayan bagus.

Kode-Kode Dean Henderson

Ketika David de Gea tumbuh dan berkembang bersama United, mereka sudah beberapa kali melepas penjaga gawang cadangan mereka. Sebut saja Thomas Kuszczak, Ben Foster, Ben Amos, Anders Lindegaard, dan Sam Johnstone. Semuanya saat itu punya kualitas dan punya peluang untuk menggeser De Gea meski pada akhirnya gagal.

Posisi De Gea kemudian di perkuat dengan Sergio Romero sebagai cadangan pertama dan Lee Grant sebagai cadangan kedua. Struktur ini bisa dibilang sangat bagus untuk beberapa tahun ke depan. Sampai kemudian datanglah Dean Henderson yang mencoba mengganggu hegemoni kehidupan rumah tangga penjaga gawang Manchester United.

Dean tampil luar biasa sejak dipinjamkan ke Sheffield United pada musim lalu. Dia adalah otak dari keberhasilan Sheffield masuk jajaran meraih satu tiket ke Liga Europa musim depan. Berkat lini belakang solid yang ia pandu, The Blades hanya kebobolan 23 dari 25 pertandingan. Hanya Liverpool yang punya lini belakang jauh lebih baik dibanding mereka.

Penampilan ciamik Dean membuatnya berpeluang besar untuk menjadi penjaga gawang terbaik Premier League musim ini. Dengan sembilan clean sheet, ia bertengger di puncak daftar penerima Golden glove award bersaing dengan Alisson dan Nick Pope. Trofi pemain terbaik klub musim ini mungkin akan jatuh ke tangannya asal penampilannya terus konsisten.

Pada usia yang baru 22 tahun, Dean sudah menggoda Gareth Southgate untuk memakainya pada Euro 2020 nanti. Sebuah situasi yang rumit karena Southgate masih mengandalkan Jordan Pickford. Apa yang dirasakan Southgate juga sama dengan yang dialami United. Dengan segala raihannya, seolah-olah itu menjadi sebuah kode untuk klub induknya agar memakai tenaganya mulai musim depan. Bahkan manajernya di Sheffield, Chris Wilder, juga tahu kalau Dean tidak akan bisa ia beli secara permanen karena mimpinya hanya untuk bermain di United cabang Manchester dan bukan di cabang Sheffield.

“Masa depannya hanya ada di Manchester United dan itu tidak akan diragukan lagi. Jika ada kesempatan untuk membelinya, maka harganya sudah pasti akan sangat besar,” tuturnya.

Dua kali peminjaman dirasa sudah cukup bagi Dean. Setelah musim ini berakhir, ia berambisi untuk bisa menggeser De Gea ke bangku cadangan. Hal itu memang menjadi mimpinya sejak bergabung pertama kali dengan akademi pada 2011. Bahkan jika mimpinya itu tidak bisa diraih, maka kegagalan akan menghantui Dean pada sisa kariernya.

“Sampai mimpi itu benar-benar tercapai (menjadi kiper utama United), saya tidak akan pernah merasa kalau saya sudah berhasil. Jika saya hanya bermain sekali juga saya tidak akan merasa berhasil. Saya perlu bermain sebanyak 300, 500, dan barulah saya bisa mengatakan kalau saya berhasil,” ujarnya.

De Gea dan Romero yang Sulit Dilepaskan

United terjebak pada situasi yang dilematis. Untuk situasi sekarang, mungkin hanya Lee Grant yang bisa dilepas United karena kontraknya habis musim panas nanti. Namun, Dean jelas tidak mau menjadi kiper ketiga. Parameter berhasilnya sudah ia jelaskan yaitu hanya mau menjadi kiper utama. Bukan kiper kedua ataupun kiper ketiga.

Namun, hal itu tidak akan mudah dilakukan Setan Merah. Meski Sergio Romero sudah berusia 32 tahun, namun ia tampaknya akan mengikuti jejak Van der Sar yang tetap konsisten meski usianya bertambah. Biasanya, kiper tua akan mengalami penurunan dari segi reaksi, namun Romero masih menunjukkan betapa cepatnya ia dalam hal refleks. United punya jaminan pulang tanpa kalah dan kebobolan setiap ia berada di bawah mistar.

Meski De Gea mengalami penurunan performa dalam dua musim terakhir, namun ia bisa dibilang belum layak untuk disingkirkan dari statusnya sebagai kiper utama. Meski ada beberapa kesalahan yang ia buat dan beberapa aspek yang belum meningkat seperti distribusi bola pendek, namun beberapa kali juga ia masih melakukan penyelamatan gemilang yang nilainya penting bagi United pada sebuah pertandingan.

Belum lagi membahas kontrak kedua pemain ini yang masih cukup panjang. Durasi waktu Romero di United baru berakhir pada 2021 dan punya opsi perpanjangan kontrak satu tahun. De Gea bahkan baru diperpanjang kontraknya hingga 2023 dan juga memiliki opsi satu tahun perpanjangan.

Melepas De Gea juga bukan hal yang mudah. Selain harga dan gajinya yang sangat tinggi, peminat nomor satunya yaitu Real Madrid tampaknya sudah menemukan kenyamanan bersama Thibaut Courtois. Begitu pula dengan Sergio Romero yang mengaku masih betah jadi nomor dua meski didekati oleh Villareal dan Real Sociedad.

Kompetisi 2019/2020 akan berakhir tiga bulan dari sekarang. Setelah berakhirnya kompetisi itu, kepastian jelas harus dibuat United. Ada beberapa opsi yang sebenarnya bisa dipilih: 1. Melepas salah satu diantara De Gea atau Romero. 2. Hanya melepas Lee Grant, dan memasukkan nama Henderson menjadi kiper utama sekaligus menggeser De Gea dan Romero sebagai kiper kedua dan ketiga. Atau 3. Meminjamkan kembali Dean ke Sheffield untuk ketiga kalinya sambil menunggu kontrak Romero habis dan tidak diperpanjang.

Pilihan kini ada di tangan United. Ia harus memilih satu dari tiga pilihan sulit tersebut demi mengakomodasi kemauan Dean yang bertekad kalau musim depan sudah menjadi pemain utama Manchester United.