Tak banyak pesepakbola cerdas yang menjadi bintang dan diidolakan oleh banyak penggemar. Namun, kini Romelu Lukaku sudah tercatat dalam daftar yang sedikit itu.

Sejak kedatangan ke Old Trafford pada musim panas 2017, dia pun langsung menjelma sebagai ‘pahlawan’ baru Manchester United. Tujuh gol dalam tujuh laga awal Premier League Inggris 2017/2018, dan total 11 gol dari 10 pertandingan di semua kompetisi musim ini, menjadi bukti bahwa Lukaku memang pantas diberi label sebagai ‘The New Golden Boy’ bagi publik Manchester Merah, sosok yang sudah lama tidak lagi dimiliki United.

Di balik ketajamannya membobol gawang lawan; termasuk 25 gol bersama Everton di liga domestik musim lalu, ternyata Lukaku juga punya otak brilian. Mungkin itu pula salah satu faktor yang turut melatarbelakangi permainan ciamiknya bersama setiap tim yang dibelanya selama ini. Dia memulai karir profesional bersama klub Belgia, Anderlecht, pada 2008/2009 dengan total  41 gol dalam 98 laga di semua ajang, sebelum pindah ke Chelsea tiga musim kemudian.

Saat membela Anderlecht di tanah kelahirannya itulah; dirinya masih berusia 16 tahun, Lukaku tetap mengasah kecerdasannya sembari merintis karir sepakbola, bahkan sejak dirinya masih menghuni tim akademi pada 2006.

Di sela-sela kepadatan jadwal latihan dan pertandingan bersama klub dari Brussels, penyerang yang kini baru berusia 24 tahun itu belajar di Saint-Guidon Institute, salah satu institusi pendidikan di ibukota Belgia tersebut. Aktivitas belajarnya itu bisa disaksikan para penggemar dalam serial dokumenter berjudul ‘De School Van Lukaku’ pada jaringan televisi berbahasa Belanda, Eén.

Pada 2009, Lukaku sempat berkunjung ke Stamford Bridge, markas Chelsea, ketika rombongan dari sekolahnya melakukan study tour ke London, Inggris. Sejak itu, dia bertekad suatu hari nanti akan bermain di sana.

Impiannya itu terwujud ketika Lukaku dipinang Chelsea pada Agustus 2011. Sayang, bakat besarnya disia-siakan selama tiga musim. Pemain kelahiran Antwerp, Belgia, 13 Mei 1993 ini hanya dimainkan dalam 15 laga di semua ajang, dan gagal mencetak gol. Dua musim dia dipinjamkan ke klub lain; West Bromwich Albion dan Everton, sebelum dilego ke klub terakhir awal 2014/2015.

Bersama Everton, Lukaku kembali berhasil membuktikan kualitasnya. Mantan pelatihnya di klub itu pula, Roberto Martinez, yang pernah memuji sang bomber sebagai pemain cerdas secara akademik.

Menurut pelatih yang kini menanganinya di tim nasional Belgia itu, kecerdasannya itu berpengaruh besar di lapangan. Bahkan, Lukaku pun juga punya kemampuan lain menguasai tujuh bahasa. Selain bahasa Belanda, Prancis dan Jerman yang digunakannya sehari-hari, Lukaku pun juga bisa berbahasa Inggris, Portugal, Spanyol, dan dialek Swahili Kongo yang merupakan bahasa sehari-hari di Ghana.

“Sejak kali pertama saya berbincang dengannya, saya tahu bahwa Romelu bukan tipikal ‘nomor 9’, penyerang tengah, atau penyerang yang hanya mengandalkan tenaga. Romelu seorang pemikir. Dia sosok yang berpengetahuan luas. Dia berbicara enam atau tujuh bahasa dan melihat pertandingan dengan sudut pandang yang berbeda. Dia seperti seorang manajer jika melihat caranya menganalisis pertandingan. Saya terkejut dengan caranya menganalisis. Dia mampu menjelaskan pertandingan, menjelaskan pergerakan pemain,” ungkap Martinez suatu ketika pada 2013, dilansir oleh Sky Sports.

Sementara, menurut rekan setimnya di United, bek muda Axel Tuanzebe, kemampuan menguasai tujuh bahasa itulah yang jadi rahasia cepatnya Lukaku beradaptasi di tim barunya. Dia bisa menjalani proses adaptasi dengan mudah, karena dapat berbaur dengan semua orang dari banyak kebangsaan di Old Trafford.

“Bagi kita sebagai tim, Romelu sangat luat biasa. Dia pemain yang sangat hebat di lini depan. Dia telah beradaptasi dengan sangat baik. Dia bisa berbicara tujuh bahasa sehingga dia bisa berinteraksi dengan semua orang di skuat ini,” ungkap Tuanzebe bercerita pada MUTV baru-baru ini.

Lukaku memang seorang polyglot, mampu menguasai banyak bahasa. Selain bahasa sehari-hari, dia mempelajari bahasa Spanyol dan Inggris saat masih bersekolah, serta bahasa Portugal ketika bergaul dengan para pemain asal Brasil saat masih berseragam Anderlecht. Sedangkan bahasa Swahili Kongo didapat dari kedua orang tuanya yang berasal dari negara Afrika tersebut. Dengan semua kelebihan itu, tak salah jika Lukaku dibanggakan rekan-rekannya.

“Dia juga menjadi inspirasi untuk tim dan merupakan panutan yang baik. Dia adalah pribadi yang baik, di luar lapangan dia tak sungkan bicara dengan siapa pun dan saya kira itu adalah atribut bagus yang harus dimiliki,” pungkas Tuanzebe.