Foto: Sky Sports

“Saya masih ingat di mana saja mereka duduk dan apa yang dibahas sebelum lepas landas untuk ketiga kalinya. Tapi saya tidak mau menceritakan kembali kisah itu. Tidak perlu. Bertahun-tahun saya dihantui rasa bersalah terutama untuk keluarga korban. Bertahun-tahun saya berjuang untuk menghadapi keluarga beberapa rekan setim saya yang meninggal. Mengapa mereka yang meninggal, bukan saya?

***

Kabar duka datang dari Manchester United. Salah satu mantan penggawa mereka yaitu Harry Gregg meninggal dunia pada Senin pagi waktu Britania. Ia meninggal dunia pada usia 87 tahun di Rumah Sakit Causeway di kawasan Coleraine.

“Dengan sangat sedih kami memberitahukan kepada Anda tentang legenda Manchester United dan Irlandia Utara, Harry Gregg. Harry meninggal dengan damai di rumah sakit yang dikelilingi oleh keluarga tercinta. Keluarga Harry ingin mengucapkan terima kasih kepada staf medis di Rumah Sakit Causeway atas dedikasi mereka yang luar biasa kepada Harry selama beberapa minggu terakhir.”

“Kepada semua orang yang menelepon, mengunjungi, hingga mengirimkan belasungkawa, kami berterima kasih atas kasih dan rasa hormat yang diberikan kepada Harry dan keluarga,” kata perwakilan keluarga Harry seperti dikutip dari Belfast Live.

Bagi yang belum tahu, Harry adalah mantan penjaga gawang Manchester United pada 1957 hingga 1966 dan bermain sebanyak 247 pertandingan. Nama Harry akan selalu masuk dalam jajaran kiper terbaik sepanjang masa Setan Merah. Namanya bersanding dengan legenda lain macam Alex Stepney, Ray Wood, Gary Bailey, serta legenda masa kini seperti Peter Schmeichel, Edwin van der Sar, dan David de Gea.

United mendatangi Harry dari Doncaster Rovers pada Desember 1957. Ia didatangkan dengan harga 23 ribu Pounds. Angka tersebut adalah yang tertinggi untuk seorang penjaga gawang pada saat itu. Sepanjang kariernya di United, Harry membuat 48 clean sheet. Namun yang paling diingat adalah gaya mainnya yang saat itu sangat unik. Ia kerap menggunakan topi dalam setiap kesempatan. Selain itu, ia dikenal karena kebiasaanya memotong bola umpan silang. Sebuah gaya yang saat itu tidak biasa untuk seorang penjaga gawang.

Pahlawan Tragedi Munich

Selain kisahnya di bawah mistar gawang Setan Merah, sosok Harry juga dikenal akan sikap heroiknya ketika United mengalami tragedi yang mengerikan di Munich pada 1958. Sebuah sikap bak ksatria yang berkorban demi melindungi nyawa seseorang.

Harry Gregg menjadi salah satu pemain yang dibawa Matt Busby untuk melawan Red Star Belgrade dan menjadi salah satu korban selamat dari tragedi Munich. Menurut penuturan Sir Alex Ferguson, Harry bercerita kalau ia melihat setitik cahaya dan membuat lubang yang begitu besar untuk merangkak ke lintasan bersalju yang licin.

Alih-alih menyelamatkan diri dengan berlari atau menyerahkan diri kepada tim medis, Harry justru berlari mendekati puing-puing pesawat untuk mencari apakah masih ada korban yang selamat atau tidak. Ia tidak peduli kalau pesawat akan meledak sewaktu-waktu. Bobby Charlton, Dennis Viollet, Jackie Blanchflower, dan Matt Busby adalah beberapa rekan setim yang berhasil dibawa keluar oleh Harry.

“Kecelakaan itu membuat saya dibombardir oleh puing-puing pesawat di semua sisi. Satu detik gelap, lalu terang, begitu seterusnya. Tidak ada teriakan, tidak ada suara manusia, yang ada hanya sobekan logam mengerikan dengan kobaran api berada di sekeliling,” ujarnya.

Dengan kepala yang berdarah, Harry sempat merasa kesal karena melihat beberapa kru pesawat lari menyelamatkan dirinya masing-masing. Ada keinginan darinya untuk mementingkan diri sendiri sebelum keegoisannya tersebut hilang karena mendengar suara tangisan bayi.

“Kembalilah, berengsek! Masih ada yang hidup di dalam,” kata Harry ketika mengumpan orang-orang yang justru mementingkan dirinya sendiri seperti yang ia tulis dalam buku otobiografinya.

Ketika kembali ke pesawat, Harry menemukan Vera Lukic dan anaknya yang bernama Vesna. Vera merupakan istri dari seorang diplomat Yugoslavia yang kebetulan saat itu sedang mengandung. Tanpa pertolongan Harry, bukan tidak mungkin ketiga orang itu akan selamat.

Harry bukannya tidak mendapat cedera ringan. Setelah menjalani pemeriksaan, tulang tengoraknya mengalami keretakan. Hal ini yang membuatnya sempat merasakan pusing berhari-hari. Hebatnya, ia sudah kembali ke lapangan 13 hari setelah kejadian tersebut di saat Bobby Charlton, yang tidak menderita luka apa-apa, masih merasakan trauma.

“Setelah keluar dari pesawat, aku meminta pemadam kebakaarn untuk menyelamatkann rekan setimku. Setelah itu, aku tidak tahu apa yang terjadi. Aku mengira Bobby dan Dennis akan meninggal, tapi aku bersyukur karena setelah itu sebagian dari kami selamat. Saya belum pernah melihat kematian seperti ini dan tidak mau melihat hal seperti itu lagi,” tuturnya.

Harry Gregg (kiri) dan Bill Foulkes sedang menjenguk Kenny Morgans setelah tragedi Munich (Pinterest)

Harry bukannya tidak mengalami trauma. Kutipan pada paragraf pembuka adalah bukti betapa menyakitkannya tragedi itu meski ia masih beruntung karena menjadi korban selamat. Butuh waktu lama bagi dirinya untuk bisa pulih dan menerima keadaan kalau itu adalah takdir dari yang maha kuasa.

Sosok Rendah Hati

Kisah kepahlawanan Harry akan selalu mengiringi kisah Manchester United dalam tragedi 1958. Di tengah cerita yang memilukan dari meninggalnya pemain-pemain hebat binaan Matt Busby, terselip kisah seorang pahlawan yang berhasil membawa keluar beberapa dari mereka yang terjebak di dalam reruntuhan.

Akan tetapi, Harry sedikit merasa risih dengan label tersebut. Ia tidak mau dikenang hanya karena tragedi Munich dan melupakan prestasinya di atas lapangan sebagai penjaga gawang Manchester United.

“Dalam hidup, aku dipanggil pahlawan, tetapi aku bukan pahlawan yang sebenarnya. Pahlawan adalah orang yang berani melakukan hal apa pun dengan mengetahui adanya konsekuensi dari tindakan mereka. Sementara pada hari itu (tragedi Munich), saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan,” ucapnya.

Ketika United menggelar pertandingan penghormatan untuk Harry pada Mei 2012 lalu, mosaik bertuliskan ‘HERO’ muncul di atas tribun Windsor Park. Ia merasa senang karena jasanya dihargai begitu tinggi oleh United meski ia sedikit risih dengan aksi tersebut. Ia malah bilang, “Ini semuanya bukan hanya tentang saya. Hal-hal seperti yang ada di film bukanlah kehidupan saya.”

Sikap rendah hati Harry memang patut untuk mendapatkan pujian. Ia rela bekerja tanpa dibayar saat diminta membantu Marty Quinn menangani Coleraine FC, sebuah kesebelasan di Irlandia Utara. Kecintaannya kepada sepakbola dianggap jauh lebih penting dibanding sekadar menerima uang.

Kata “pahlawan” terlalu sering digunakan dalam olahraga untuk menunjukkan seseorang yang banyak mencetak gol, atau meraih banyak piala bersama klubnya. Namun, Harry adalah bukti bahwa menjadi pahlawan tidak perlu sebuah penghargaan. Sepanjang kariernya, ia tidak pernah mendapatkan medali juara apapun. Ia cedera ketika United menang Piala FA 1963, dan ia sudah kalah dari Alex Stepney ketika United menjuarai liga Inggris pada 1965 dan 1967. Gelar prestisius yang pernah ia miliki hanya sekadar menjadi kiper terbaik Piala Dunia 1958.

Ia mungkin tidak suka dianggap sebagai pahlawan. Namun, ia tidak bisa mengelak dari label tersebut. Sampai kapan pun, sosok Harry Gregg akan dikenang karena loyalitasnya bersama Manchester United dan aksi heroiknya dalam tragedi Munich.