Foto: TalkSPORT

Cederanya Marcus Rashford seperti mengajarkan Manchester United kalau recovery, pemulihan, atau istirahat, itu sangatlah penting. Salah satunya agar si pemain tidak gampang terkena cedera.

Sebuah riset dari Gregory Dupont dan kawan-kawan dari Lille University dan Celtic Lab pada 2010 lalu menunjukkan kalau memainkan pertandingan dengan jarak 3-4 hari akan meningkatkan adanya penurunan performa dan risiko cedera. Riset tersebut menunjukkan kalau bermain satu hingga dua laga dalam satu pekan tidak akan berpengaruh apa pun terhadap jumlah sprint dan jarak tempuh, tapi risiko cederanya bisa naik hingga enam kali lipat.

Penelitian itu juga menyebut kalau idealnya seorang pemain sepakbola membutuhkan istirahat selama 72 hingga 96 jam antar dua pertandingan yang dijalanani. Meski risiko cederanya tidak mengalami penurunan yang signifikan, namun riset ini menunjukkan kalau pentingnya istirahat bagi seorang pemain sepakbola. Tanpa adanya pemulihan yang tepat, pertandingan berikutnya bisa menyebabkan kelelahan fisik, mental, konsentrasi, dan motivasi. Segala hal yang membuat si pemain itu mengalami cedera.

Marcus Rashford mungkin tidak kekurangan konsentrasi atau bahkan motivasi, namun untuk masalah fisik ia mengalami masalah. Cedera yang didapat ketika ia bermain pada laga ulangan melawan Wolverhampton ternyata jauh lebih parah dari yang diperkirakan. Dua sampai tiga bulan disebut sebagai waktu yang dibutuhkan untuk istirahat.

“Ole Gunnar Solskjaer mengatakan kalau Rashford akan kembali hanya dalam tempo enam minggu dari cedera. Bagi saya pernyataan itu sangat konyol. Kecil kemungkinan cedera ganda pada tulang belakang bisa hilang dalam tempo enam minggu. Cedera seperti itu minimal butuh tiga bulan untuk sembuh,” kata mantan pemain Tottenham Spurs, Jamie O’Hara.

Setelah melakukan pemeriksaan, ternyata pada pergelangan kakinya juga ditemui masalah pada tulangnya. Kombinasi cedera punggung dan kaki inilah yang mungkin membuatnya absen sangat panjang.

Rashford adalah tumpuan tim sejak ia menjalani debut pada 2016 silam. Perannya semakin signifikan pada musim ini ketika klub memutuskan menendang Romelu Lukaku yang merupakan top skor tim dalam dua musim permainannya. Beruntung, ia bisa menjawab tantangan tersebut dengan menjadi top skor klub untuk sementara dengan 19 gol di semua kompetisi.

Namun, peran Rashford sebagai tumpuan lama kelamaan bergeser menjadi kecenderungan akan ketergantungan terhadap si pemain. Saat namanya tidak ada di dalam susunan pemain sebelas awal, seketika itu serangan United menjadi mandek.

Laga melawan Wolverhampton bisa menjadi contoh ketika United mau tidak mau memainkan Rashford setelah tiga pemain depan yang dimainkan saat itu, Martial, James, dan Greenwood tidak memberikan kontribusi yang berarti. Masuknya Rashford membuat intensitas serangan sisi kiri United menjadi lebih baik. Gol Juan Mata juga ada andil dari keberhasilan Rashford memancing salah satu pemain belakang Wolves.

Dampak Kurangnya Istirahat

Pada awal musim lalu Solskjaer mengaku senang dengan komposisi skuat yang mereka miliki. Skuat dengan banyaknya pemain muda dan sedikit pemain berusia matang. Entah dia sudah memikirkan dampak kedepannya, namun ternyata perjalanan skuat ini menemui banyak rintangan.

Cedera dan inkonsistensi menjadi musuh. McTominay, Pogba, Tuanzebe, dan Rashford mengalami cedera. Sedangkan inkonsistensi menyerang pemain lain macam Martial, Andreas, Lingard, Shaw. Beberapa pemain muda seperti Angel Gomes dan Tahith Chong juga tidak memberi perkenalan bagus ketika dimainkan. Ditambah dengan tuntutan meraih gelar, membuat Solskjaer mau tidak mau harus melakukan satu cara yaitu tetap memainkan skuat terbaiknya bahkan ketika melawan tim gurem macam Colchester sekalipun.

Paul Pogba sudah menunjukkan betapa pentingnya istirahat bagi seorang pemain. Sempat sembuh dan bermain beberapa menit, ia kemudian kembali mengalami cedera. Sembuh lagi, kemudian cedera lagi yang memaksanya absen semakin lama.

Dalam tulisannya di The Athletic, Laurie Whitwell menyebut kalau Rashford sebenarnya sudah tidak nyaman dengan kondisinya sebelum pertandingan melawan Wolverhampton. Namun pada akhirnya, si pemain tetap dibawa ke pertandingan, dimainkan selama beberapa menit, sebelum akhirnya mengalami cedera.

Jurnalis Manchester Evening News, Tyrone Marshall, menyebut bahwa Rashford mengalami cedera karena nyaris tidak pernah beristirahat sejak ia masuk ke tim utama pada Februari 2016. Torehan 200 caps pada usia 22 tahun memang menjadi pencapaian yang luar biasa. Namun di sisi lain, beban fisik Rashford belum bisa mengimbangi tuntutan di sepakbola yang sekarang ini menuntut kekuatan fisik yang jauh lebih besar.

“200 penampilan di usia 22 tahun menunjukkan betapa beban kerjanya yang tidak kenal lelah, terutama ketika 38 penampilan timnas Inggris juga ditambahkan ke sana. Rashford itu bakat langka, tetapi beban kerjanya harus dikelola atau dia akan terus menderita cedera. Sayangnya, United terlalu bergantung padanya.”

“Sekarang, pemain berusia 22 tahun ini terus bermain dengan menggunakan suntikan penghilang rasa sakit dan beberapa kali bermain dengan kondisi yang tidak nyaman. Ini adalah kesalahan yang harus diperhatikan oleh United ketika mengembangkan tim dengan isian pemain muda. Cedera ini adalah harga yang harus dibayar dan istirahat akan membuat Rashford menjadi lebih baik. Bayangkan saja, sebelum cedera ini diterima ia hanya absen dalam enam pertandingan (tapi main sebagai pemain pengganti dalam empat laga),” kata Tyrone.

Robin van Persie sudah memberikan sinyal betapa berbahayanya cedera yang dimiliki oleh Rashford. Ia menceritakan pengalamannya ketika masalah di punggung menjadi titik lemahnya hingga saat ia sudah pensiun sebagai pemain sepakbola.

“Cedera seperti ini sudah pernah saya alami. Keretakan di bagian punggung yang membuat saya absen hingga empat bulan. Tidak bisa yang banyak dilakukan selain istirahat. Namun cedera ini tidak akan mudah karena saat sembuh pun, itu akan menjadi titik lemah pada tubuh Anda. Hingga saat ini, bagian punggung saya masih sensitif sehingga Marcus harus berhati-hati ke depannnya,” tuturnya.

Pada Januari 2019 lalu, Sam Allardyce menyebut kalau United harus berhati-hati dalam memaksimalkan talenta Rashford di usia yang masih sangat muda ini. Salah dalam melakukan penanganan, ia khawatir Rashford tidak akan bisa bermain baik sampai usia 30 tahun karena tenaga yang terus dimaksimalkan oleh klub maupun tim nasional tanpa adanya kesempatan untuk beristirahat.

“Tuntutan fisik dan mental membuatnya cepat lelah. Saya merasa Rashford akan kesulitan untuk mencapai performa hingga usia 30 tahun. Saya merasa, ketika usianya mencapai angka 25, ia akan mendapat cedera besar entah itu di lutut, pergelangan kaki, pinggul, atau bahkan punggung, dan itu akan jadi masalah dalam kariernya. Tidak membuatnya pensiun dini, tapi kariernya di Premier League bisa berakhir lebih cepat,” sebuah ucapan yang terbukti. Tiga tahun sebelum usia Rashford memasuki seperempat abad, ia sudah mendapat cedera besarnya yang pertama.

Semoga saja cedera Rashford tidak sampai membuat prediksi dari Big Sam saat itu benar terjadi. Kita tidak mau melihat karier Rashford menguap sangat cepat layaknya Michael Owen. Sama seperti Rashford, Owen juga sudah menjadi tumpuan Liverpool sejak muda. Cedera demi cedera kemudian menghancurkan kariernya secara perlahan justru ketika ia memasuki usia matang sebagai pemain sepakbola.

Kita tentu berharap apa yang dialami Rashford justru membuatnya semakin lebih kuat lagi ketika kembali alih-alih menjadi Michael Owen berikutnya yang gampang rapuh karena cedera.