Premier League Profit and Sustainability Rules adalah aturan yang membatasi jumlah kerugian yang didapatkan klub selama periode tertentu. Aturan ini juga menentukan bagaimana tim dapat menghabiskan uangnya untuk berbagai hal seperti transfer pemain. Klub diharapkan bisa menyeimbangkan pengeluaran dan pendapatan.
Aturan ini punya kesamaan dengan Financial Fair Play yang diatur oleh UEFA. Sederhananya, PSR memperbolehkan klub rugi sebesar 105 juta paun selama tiga musim, atau 35 juta paun permusim.
Ini dengan syarat 90 juta kerugian ditutupi oleh pendanaan yang aman dari pemilik, seperti membeli lebih banyak saham ketimbang memberi klub pinjaman. Kalau tanpa syarat ini, maksimal kerugian selama tiga tahun adalah 15 juta paun.
Dalam PSR, ada beberapa hal yang dikecualikan seperti pembangunan pemain muda maupun proyek infrastruktur. Saat pandemi Covid-19, kerugian juga dihapuskan karena kehilangan pendapatan yang cukup besar dari penjualan tiket. Semua tim pun terdampak karena pandemi tersebut.
Pertanyaannya, kalau klub melewati kerugian tersebut apa yang terjadi? Liga bisa membatasi anggaran mereka dan pembatasan transfer. Tujuannya agar finansial mereka kembali ke jalur yang benar. Namun, kebanyakan klub sudah mendapatkan garansi dari pemilik, sehingga batas mereka adalah 105 juta paun. Kalau masih tetap melampaui batas ini, maka klub akan diserahkan ke komisi independen yang akan menghukum lebih keras.
Kasus ini yang tengah dialami Everton. Mereka dihukum pengurangan sepuluh poin karena kerugian mereka mencapai 124,5 juta paun. Everton sendiri beralasan kalau kerugian ini berasal dari bunga pembangunan stadion baru mereka. Selain itu, Everton juga kehilangan sponsor dari Alisher Usmanov akibat dihukumnya Rusia gara-gara menginvasi Ukraina. Karena argumennya kurang kuat, Everton dihukum pengurangan 10 poin, sebelum dikurangi menjadi enam poin.
Selain Everton, Nottingham Forest juga dihukum pengurangan empat poin. Salah satu alasannya adalah mereka membeli 30 pemain dengan total 250 juta paun. Forest merasa kalau PSR tidak adil karena mereka hanya dibatasi rugi 61 juta paun, alih-alih 105 juta. PSR berargumen karena dua tahun sebelumnya, Forest main di Divisi Championship.
Tidak Ada Aturan untuk City
Saat orang-orang sepakat kalau Forest dan Everton merugi, lain halnya dengan Manchester City. Secara mengejutkan, City tak pernah melewati aturan. Banyak yang merasa kalau angka-angka pemasukkan yang diberikan City sejatinya tidak sesuai dengan aslinya.
Apalagi, City juga sudah sukses mengangkangi FFP. Meski, sejumlah investigasi dilakukan baik oleh UEFA maupun Premier League.
Ada sejumlah hal yang disangkakan termasuk pembayaran gaji dan manajer yang tidak tercatat sepenuhnya dalam pengeluaran. Selain itu, pendapatan dari sponsor yakni Etihad dan Etisalata sebenarnya merupakan uang dari pemilik City itu sendiri yakni Abu Dhabi United Group.
UEFA pernah melarang City tampil di Eropa selama dua musim usai terbukti melanggar FFP pada Februaro 2020. Namun, di JUli, Pengadilan Arbitrase Olahraga, CAS, menyebut kalau sebagian besar pelanggaran yang dituduhkan tidak terbukti atau telah kedaluarsa. City pun didenda 10 juta euro karena tidak bekerja sama dalam investigasi UEFA. Namun, mereka tetap boleh main di Liga Champions.