Foto: Skysports.com

Manchester United memasuki musim 2011/2012 dengan status sebagai raja Inggris. Hal ini disebabkan kesuksesan mereka menggusur Liverpool dari singgasananya sebagai tim dengan torehan gelar liga primer terbanyak pada musim sebelumnya. Target baru kini sudah dipasang yaitu meraih titel ke-20 dan memperlebar jarak dari Si Merah.

Di sisi lain, Manchester yang berwarna biru juga siap memasang target tinggi. Kesuksesan menjuarai Piala FA semusim sebelumnya membuat Cityzens percaya diri bisa meraih trofi liga pertama mereka sejak 1968. Kekuatan yang mulai dibangun sejak 2008 semakin kuat dengan masuknya para bintang seperti Gael Clichy, Samir Nasri, dan Sergio Aguero.

Dua Manchester ini sama-sama memulai musim dengan baik. Hingga pekan ketujuh, mereka sama-sama mengumpulkan 19 poin dari hasil enam menang dan satu seri. Jarak kemudian melebar menjadi dua poin saat United ditahan imbang Liverpool sementara City menang 4-1 melawan Aston Villa pekan selanjutnya. Setan Merah mau tidak mau harus menang saat keduanya bertemu pada 23 Oktober dalam tajuk Derby Manchester di Old Trafford.

United sangat percaya diri bisa mengalahkan tetangganya. Sejak 2009, mereka tidak pernah kalah di kandangnya sendiri dalam laga derby. Inisiatif serangan langsung diambil tuan rumah yang memasang duet striker Wayne Rooney dan Danny Welbeck. Akan tetapi, City juga meladeni permainan United menggunakan Yaya Toure dan David Silva yang bertindak sebagai pengatur serangan.

Benar saja, United justru tertinggal pada menit ke-22 setelah umpan Silva kepada Milner diteruskan dengan memberikan asis kepada Mario Balotelli yang merayakan dengan mengangkat kaus “Why Always me”. Meski sisa babak pertama menjadi milik United, namun mereka tetap tidak bisa menyamakan kedudukan.

Maksud hati ingin mengubah keadaan, United justru mendapat mimpi buruknya pasca rehat. Dua menit sejak Mark Clattenburg memulai babak kedua, Jonny Evans dikartu merah setelah melakukan professional foul kepada Balotelli. Kehilangan satu bek tengah membuat City leluasa mencecar gawang David de Gea. Hal itu dimanfaatkan oleh Balotelli dan Aguero yang membuat kedudukan menjadi 3-0.

Di era kepelatihan Ferguson, United bisa tetap mendominasi pertandingan meski hanya bermain dengan 10 pemain. Hal itu yang terjadi saat sepakan Fletcher tidak bisa dijangkau Joe Hart. Proses gol tersebut terjadi setelah Fergie mengubah strategi dengan menggeser Rooney ke tengah dan memasukkan Phil Jones menggantikan Anderson.

Dapat satu gol membuat United semakin percaya diri. Akan tetapi, yang didapat United justru gol keempat, lima, dan enam yang bersarang ke gawang De Gea. Keasyikan menyerang, membuat mereka lengah dan meninggalkan celah begitu besar yang dimanfaatkan dua kali oleh Edin Dzeko dan David Silva.

Old Trafford membisu. Papan skor menunjukkan angka 1-6. Para penggemar tidak menyangka skor ini bisa terjadi di kandang mereka sendiri. Dibantai di kandang lawan mungkin sudah biasa, tetapi dibantai di kandang adalah aib. Mike Phelan beberapa kali mengusap kepalanya yang botak, Ferguson hanya bisa tertunduk, sementara penggemar City bersorak kegirangan.

“Apa yang terjadi saat itu adalah kami kemasukan gol-gol mudah. Kami mencetak gol untuk bangkit, tetapi kami membuat lini belakang kami terbuka dan kami kemasukan tiga gol dalam empat menit yang sangat gila,” tutur Ferguson.

Ada tiga rekor yang pecah selepas laga tersebut. Hasil 1-6 adalah kekalahan terbesar United di liga primer, kekalahan terburuk di Old Trafford sejak 1955, dan pertama kalinya kebobolan enam gol sejak 1930. “Hari terburuk dalam sejarah saya. Saya hancur, dan tidak percaya dengan hasil ini,” tutur Ferguson menambahkan.

United nampak sulit menghapus bayang-bayang kekalahan tersebut. Terlihat dari mimik wajah mereka saat United mengalahkan Aldershort di Piala Liga tiga hari kemudian. Meski menang 3-0, tidak ada raut kegembiraan yang terpancar.

Kekalahan itu juga memberikan trauma bagi Ferguson. Ia lebih berhati-hati dalam menentukan strategi di pertandingan selanjutnya. Wayne Rooney diminta untuk menjaga lini tengah sebagai gelandang box to box dan memberikan pos strikernya kepada salah satu diantara Hernandez dan Berbatov.

Penampilan United pun menjadi lebih pragmatis. Dalam lima laga beruntun, mereka hanya menang 1-0 meski sebelumnya bisa membantai 8-2 Arsenal. Setiap selesai mencetak gol, Fergie memilih untuk mempertahankan keunggulan karena takut kejadian di laga derby kembali terulang.

Sementara untuk City, kemenangan derby menunjukkan kalau mereka tidak bisa lagi diremehkan seperti sebelumnya. Hal itu dibuktikan dengan kemenangan 1-0 saat keduanya kembali bertemu enam bulan berselang yang memuluskan langkah mereka menjadi juara liga untuk pertama kalinya sekaligus menjadi titik balik dominasi mereka atas Setan Merah yang berlangsung hingga sekarang.