Foto: Zimbio.com

Kemenangan Manchester United atas Liverpool pada 11 Februari 2012 disambut meriah oleh Patrice Evra. Padahal, pencetak dua gol kemenangan United adalah Wayne Rooney. Namun beberapa kali kamera Sky Sports mengarahkan lensanya kepada pemain Prancis tersebut yang melakukan perayaan seperti habis mencetak gol.

Evra tidak mau cepat-cepat kembali ke ruang ganti atau menyalami para pemain Liverpool lainnya. Hanya ada satu nama yang ia incar untuk didekati yaitu Luis Suarez. Mengetahui penyerang Uruguay tersebut berjarak tidak terlalu jauh, Evra melancarkan misinya yaitu merayakan kemenangan United persis di depan mata Suarez.

Kejadian ini sempat menaikkan tensi laga yang sebenarnya sudah berakhir. Wasit Phil Dowd bahkan meminta Evra untuk tidak melakukan hal tersebut yang kemudian diikuti Pepe Reina dan Martin Skrtel untuk meminta Evra agar tidak bersikap berlebihan. Sedangkan Suarez, saya yakin kalau dia tahu sedang diprovokasi oleh Evra, memilih nyelonong santai sambil menyimpan rasa kekesalan yang diiringi dengan sorakan dan caci maki pendukung United.

Evra beberapa kali mengangkat tangannya dengan kedok merayakan kemenangan United bersama suporter. Namun dalam hati kecilnya, ia tentu ingin membalaskan rasa sakit hatinya kepada Suarez. Aksi yang ia tampilkan di Teater Impian saat itu menandakan kalau misinya berjalan sukses.

**

Saat itu Evra adalah kapten United menggantikan Nemanja Vidic. Mundur 90 menit dari aksinya tersebut, ia bersiap untuk memimpin tim mengalahkan Si Merah dengan misi mengejar Manchester City yang berada di atasnya. Namun saat sesi jabat tangan dilakukan sebagai tanda respek kepada lawan, Suarez memilih menolak uluran tangan Evra hingga membuat pemain Prancis itu kesal.

Sambil tersenyum heran, Evra mempertanyakan perilaku Suarez. Phil Dowd mencoba menengahi, namun Suarez keburu kembali bersama rekan setimnya. Evra yang dongkol sebisa mungkin ditenangkan oleh De Gea dan Rio Ferdinand agar tetap fokus ke permainan yang sebentar lagi dimulai. Setelah pertandingan, Suarez meminta maaf atas sikapnya tersebut.

“Sikap saya salah. Saya harusnya menjabat tangan Evra sebelum pertandingan dan saya meminta maaf atas sikap saya. Saya ingin masalah ini bisa ditaruh di belakang saya karena konsentrasi saya hanyalah bermain sepakbola,” ujar Suarez.

Penolakan jabat tangan, lalu perayaan Evra di depan Suarez, adalah puncak dari drama yang melibatkan keduanya sepanjang musim. Hal ini tentu saja diawali dari pertemuan pertama kedua kesebelasan pada Oktober 2011 yang menggegerkan sepakbola Inggris saat itu.

Di Anfield, Evra dan Suarez terlibat adu mulut. Terselimuti tensi tinggi dan suhu panas pertandingan derby, Suarez ditengarai mengeluarkan perkataan yang berbau rasis kepada Evra. Ketika ia diwawancarai oleh sebuah media, Evra mengatakan kalau Suarez mengeluarkan kata larangan tersebut sebanyak hampir 10 kali.

Dalam buku autobiografinya, Alex Ferguson menuturkan Evra merenung setelah pertandingan yang berakhir 1-1 tersebut. Saat tahu kalau pemainnya mendapat perlakuan rasis, Ferguson meminta Evra untuk melaporkannya kepada wasit keempat yang kebetulan saat itu diemban Phil Dowd.

“Wasit Andre Marriner memberi tahu saya kalau memang terjadi sesuatu tapi belum jelas apa kejadiannya. Patrice (Evra) mengatakan kalau ia mengulangi perkataan tersebut beberapa kali,” kata Ferguson.

Kasus tersebut kemudian berbuntut panjang. Suarez membantah telah dituduh berbuat rasis oleh Evra. Dia menuangkan kekesalannya dalam halaman Facebook resminya.

“Saya kesal dituduh rasis. Saya hanya bisa mengatakan kalau saya punya sikap hormat dan selalu menghormati semua orang. Kita semua sama. Saya pergi ke lapangan dengan pandangan sebagai anak kecil yang menikmati segala aksinya, dan bukan untuk mencari masalah,” tuturnya.

FA kemudian melakukan investigasi untuk menyelidiki apakah ada kata-kaat kasar, penghinaan, atau perilaku yang bertentangan dengan aturan FA. Disaat penyelidikan berlangsung, kedua kesebelasan sama dengan argumennya masing-masing. United menuduh Suarez rasis, sementara Liverpool membela anak asuhnya tersebut.

“Beberapa waktu kemudian, Liverpool memakai kaus yang mendukung Suarez, saya pikir itu tindakan konyol yang pernah dilakukan sebuah klub. Saya kritik karena saya yakin kalau United yang benar. FA meminta kami untuk menahan agar tidak mengungkit-ungkit masalah tersebut, tapi kenapa Liverpool yang memulainya,” geram Fergie saat melihat para pemain Liverpool seperti mendukung sikap rasis Suarez.

Kasus itu sendiri kemudian dimenangi United. Dalam laporan yang dibuat oleh FA, mereka menyebutkan detil yang membuat Suarez layak dihukum berat. Menurut FA, Suarez mengeluarkan tujuh kali kata “negro” kepada Evra yang menurut FA tidak bisa lagi diberikan toleransi karena sudah melanggar peraturan pertandingan yang melarang rasisme. Liverpool yang terpojok sempat menginginkan untuk banding sebelum akhirnya urung dilakukan karena bukti tindakan Suarez terlalu kuat. Suarez dihukum delapan laga larangan bermain.

Meski begitu, Liverpool tetap mendukung Suarez dengan cara lain yaitu mencetak kaus putih dengan wajah Suarez di depan dan nomor tujuh di belakang. Cara lainnya adalah memprovokasi Evra dengan sorakan saat Liverpool dan United bertemu pada babak keempat Piala FA.

**

Meski begitu, sakit hati Evra nampaknya sudah berhenti setelah aksinya di Old Trafford tersebut. Ia merasa puas. Ketika keduanya bertemu kembali semusim berikutnya, mereka sudah menjabat tangan masing-masing. Saat Evra dan Suarez berganti baju menjadi Juventus dan Barcelona, dan bertemu di final Liga Champions, keduanya juga kembali berjabat tangan.

“Masa lalu biarkan menjadi masa lalu. Tidak masalah bagi saya. Saya akan menjabat tangannya. Bukan masalah meski dia tidak akan pernah menjadi sahabatku,” kata Evra.

Dengan berjiwa besar, Evra memaafkan Suarez. Dia bahkan memuji pencapaian El Pistolero saat meraih gelar top skor Liga Spanyol musim 2015/2016. “Dalam instagram saya hanya ada cinta, tidak ada benci. Anda seorang pemain hebat dan merupakan penyerang nomor sembilan terbaik di dunia saat ini. Selamat Luis!”