Dimainkannya Mason Greenwood pada menit ke-87 menghasilkan sejarah baru bagi Manchester United. Greenwood adalah lulusan akademi ke-231 yang bermain untuk tim utama. Selain itu, ia menjadi pemain termuda yang pernah bermain di Liga Champions untuk Manchester United yaitu 17 tahun 131 hari. Catatan ini mengalahkan Gerard Pique yang bermain untuk United pada musim 2007/2008.

Greenwood memang sudah diprediksi akan bermain pada pertandingan tersebut. Namanya muncul karena Setan Merah sedang krisis pemain. Debutnya di Paris juga menjadi hadiah atas performa apiknya bersama skuad U-18 dan U-23 pada musim ini. Dalam 22 pertandingan bersama tim U-18, U-19, dan U-23, ia mencetak 22 gol dari 22 pertandingan.

Pemain kelahiran Wibsey ini nampak sudah dipersiapkan untuk debut sejak Januari lalu. Ketika itu, namanya diikut sertakan dalam pemusatan latihan yang dilakukan klub di Qatar. Ia bersama Angel Gomes, Tahith Chong, dan James Garner, adalah pemuda yang beruntung mendapat kesempatan tersebut dan keempat-empatnya sudah bermain bersama tim utama pada musim ini.

***

Greenwood pertama kali ditemukan oleh Mark Senior, mantan pelatih di Halifax Town dan akademi Manchester United. Ialah yang melihat bakatnya ketika Greenwood baru berusia enam tahun. Mark merasa kalau pemain ini saat itu punya potensi untuk menjadi bintang masa depan. Hal ini yang kemudian membuat Mark membawanya ke United.

“Ketika Mason masih berusia enam tahun, kedua kakinya memiliki kekuatan yang sama baiknya. Dia cepat dan tanggap. Segera ketika Anda memintanya melakukan sedkit trik, maka ia langsung melakukannya. Saat Anda mencontohkan trik seperti apa kepadanya, hanya dalam tempo 30 detik sampai satu menit, dia sudah melakukannya,” kata Mark.

Ketika di The Cliff, Greenwood akan bermain game kecil-kecilan menghadapi 46 pemain yang didatangkan oleh pemandu bakat lain yang tersebar di seluruh Inggris. Disinilah awal pertemuannya dengan James Garner. Namun dibandingkan pemain lain, Greenwood sudah menonjol dibanding pemain lain. Akan tetapi, justru Garner yang mencicipi debut tim utama terlebih dahulu dibanding dirinya.

“Mason biasanya datang ke The Cliff 20 menit lebih awal dari jadwal. Hal ini dikarenakan dia langsung ke tempat latihan selepas pulang sekolah. Dia biasanya akan langsung menendang-nendang bola ke tempat sampah di luar pintu. Dan dia melakukannya dengan kedua kakinya,” tutur Mark menambahkan.

Mark menuturkan bagaimana ia kerepotan dalam melatih Greenwood saat itu. Tidak adanya pemain seumuran yang berposisi sebagai kiper, membuat Mark dan stafnya bergantian sebagai penjaga gawang. Untuk memberikan kepercayaan diri kepada bocah-bocah tersebut, ia terkadang membiarkan gawangnya dibobol oleh anak-anak yang lain. Namun untuk Greenwood, ia terkadang mencoba untuk menghalaunya untuk melihat kualitas sepakannya.

“Kebanyakan anak umur tujuh tahun, Anda akan membiarkan bola yang mereka tendang untuk masuk agar memberi mereka kepercayaan diri. Tapi Mason akan bermain serius dan menendang ke sudut bawah yang tidak bisa kami jangkau.”

Debut Greenwood menghadapi PSG adalah bukti kalau talentanya dihargai begitu tinggi oleh Setan Merah. Belum lagi keberadaan Ole Gunnar Solskjaer yang suka pemain muda, yang membuat kesempatan bermainnya akan jauh lebih sering di tim utama pada sisa musim 2018/2019 ini. Meski begitu, Mark sempat merasa takut kalau Greenwood tidak bisa beradaptasi dengan kultur tim utama yang berbeda dengan tim akademi.

“Ketika pertama kali bermain di tim utama kami hanya membiarkan mereka bermain dan mencoba trik, lalu banyak menggiring bola. Namun sebagian tim mengajari para pemainnya untuk melintas dan bermain pada posisi tertentu. Akan tetapi, United kebalikannya dari tim-tim tersebut.”

“Kami mengajari mereka cara untuk serakah dengan cara yang baik. Hal ini berguna untuk tidak membiarkan mereka takut kehilangan pertandingan atau bahkan kehilangan bola. Kalau pun mereka membuat kesalahan, maka tidak ada yang mengoreksi mereka.”

Tekanan bermain di tim utama untuk tim sekelas United jelas cukup besar. Jarang ada yang bisa langsung nyetel sejak awal mula bermain layaknya Marcus Rashford dua musim lalu. Namun Mark yakin kalau Greenwood tidak akan pernah terbebani dengan ekspektasi tinggi para pendukung Setan Merah.

“Pemain-pemain seperti Mason bisa mencapai tempat yang diinginkan. Yang paling utama dari mereka sebenarnya adalah bermain sesering mungkin. Mason punya perilaku yang baik tetapi juga punya arogansi tentang keyakinan terhadap dirinya,” tuturnya.

Masih ada waktu dan kesempatan untuk dirinya berkembang lebih baik lagi. Dengan didikan Ole Gunnar Solskjaer dan Kieran McKeena, pelatihnya dulu di U-18, bukan tidak mungkin Greenwood bisa memenuhi harapan para penggemar United yang menginginkan satu lagi striker hebat yang datang dari akademi.

Tiga menit di Paris hanya langkah kecil untuk karier yang jauh lebih besar bagi dirinya. Namun, jika dengan tiga menit saja Ole sudah memujinya, bukan tidak mungkin Greenwood bisa melakukan sesuatu yang jauh lebih besar dari Marcus Rashford ketika dimainkan selama 90 menit.