Foto: Daily Mail

Tiga menit yang mengejutkan tersebut membuat sang pengadil merasa seperti sedang dikepung oleh ribuan singa.

Manchester United dan Pierlugi Collina memang tidak memiliki hubungan yang erat. Wajar, mengingat keduanya berasal dari negara yang berbeda. Setan Merah bermain di Inggris, sedangkan Collina lebih banyak bekerja di Italia. Mereka harus menunggu Liga Champions jika keduanya ingin bertemu.

Sepanjang karier pria plontos ini, hanya empat pertandingan United yang dipimpin oleh Collina. Dari empat laga tersebut, United memenangi tiga diantaranya dan menderita satu kekalahan yaitu ketika menjamu Real Madrid pada babak perempat final Liga Champions musim 1999/2000.

Meski jumlah laga yang dipimpin cenderung sedikit, namun laga yang melibatkan Manchester United ternyata menjadi pertandingan yang tidak bisa dilupakan oleh pria kelahiran Bologna tersebut. Meski ia sudah menjalani puluhan atau mungkin ratusan laga yang menarik lainnya, namun pilihannya tetap jatuh pada laga final Liga Champions musim 1998/1999 antara United melawan Bayern Munich di stadion Camp Nou.

Pertandingan itu adalah kali pertama Collina memimpin laga yang melibatkan Manchester United sekaligus menjadi final Liga Champions pertama dan satu-satunya yang dipimpin oleh seorang Collina. Tentu dia tidak menyangka kalau debutnya memimpin laga puncak ajang terbaik di Eropa diwarnai momen yang kemudian tercatat sekaligus momen terbaik sepanjang sejarah sepakbola dunia.

“Saya akan mengatakan kalau saya sangat beruntung bisa memimpin banyak pertandingan hebat. Saya tidak bisa melupakan final Piala Dunia 2002 antara Brasil vs Jerman, namun saya juga tidak boleh melupakan final Manchester United melawan Bayern Munich,” tutur Collina seperti dikutip dari Telegraph.

Semua penggemar sepakbola jelas tahu apa kejadian yang terjadi pada pertandingan tersebut. United bermain tanpa Roy Keane dan Paul Scholes sedangkan Bayern Munich bisa memainkan hampir seluruh pemain terbaiknya. United tertinggal terlebih dahulu pada babak pertama melalui Mario Basler. Setelah itu, United tidak bisa mencetak gol hingga Collina memberikan instruksi kepada wasit cadangan untuk menambahkan waktu selama tiga menit.

Setelah injury time diberikan, United berhasil mencetak gol melalui Teddy Sheringham yang berhasil meneruskan sepakan rasa umpan dari Ryan Giggs. Seketika, penggemar United bergemuruh setelah nyaris 90 menit terdiam melihat timnya kesulitan memecahkan lini pertahanan kesebelasan asuhan Ottmar Hitzfeld tersebut.

Ketika Collina memulai lagi pertandingan, United mendapatkan momentuk kembali setelah percobaan umpan silang Solskjaer membentur kaki pemain belakang Bayern. Keuntungan kembali menjadi milik United. Tidak mau sampai babak perpanjangan waktu, Solskjaer meneruskan sundulan Sheringham untuk memperdaya Kahn dan Bayern Munich yang membuat raungan suporter United semakin menggila.

“Salah satu akhir yang mendebarkan untuk pertandingan sepakbola. Saya akan selalu mengingatnya karena alasan yang berbeda. Pertama, reaksi pendukung Manchester United ketika gol kedua terjadi. Itu adalah suara yang luar biasa seperti raungan singa.”

“Yang kedua adalah reaksi dari para pemain Bayern Munich. Kekecewaan ketika mereka jatuh setelah kebobolan gol itu. Reaksi yang berbeda antara kebahagiaan dan kesedihan, dan mata sedih Lothar Matthaus ketika dia melihat trofi, semuanya tidak bisa dilupakan,” kata Collina.

Saat gol Solskjaer terjadi, jam Collina hanya tersisa 20 detik. Dalam waktu yang tersisa itu, Bayern Munich jelas tidak bisa berbuat banyak. Hal itu juga bisa dilihat dari reaksi mereka setelah gol itu. Ada yang bengong, Carsten Jancker menangis, Samuel Kuffour merasa kesal dan paling bertanggung jawab akibat tidak bisa menjaga lini pertahanan timnya tiga menit lebih lama dari waktu normal. Mereka semua sadar kalau mereka sudah pasti kalah.

Collina juga tahu kalau United akan menang. Akan tetapi, ia tidak bisa menyelesaikan pertandingan saat itu karena waktu harus diselesaikan hingga pas tiga menit. Disinilah Collina sedikit melepas statusnya sebagai pengadil dan mencoba meminta pemain Bayern untuk berdiri dan melakukan kick-off. Tidak ada pupil mata yang membesar, atau teriakan keras, yang ada hanya ucapan penyemangat agar pemain Bayern mau melanjutkan pertandingan. These Football Times menyebut kalau aksi Collina saat itu layaknya petugas medis yang sedang membantu para korban perang.

“Adegan yang sangat sulit untuk saya jalani karena dalam 90 menit, Bayern adalah tim yang bagus dan layak menang. Tiba-tiba, dua menit dan dua gol. Pada saat mereka yang sebelumnya yakin menang, mendadak mereka kehilangan trofi,” tuturnya.

Ucapan Collina tidak salah. Sebelum dua gol yang menghancurkan publik Munich tersebut, mereka punya tiga kesempatan untuk menambah keunggulan. Namun Schmeichel, tiang gawang, dan mistar gawang beberapa kali menggagalkan usaha mereka.

***

Pada hari ini, Collina genap berusia 62 tahun. Sudah lama ia tidak mewarnai lapangan sepakbola sejak terakhir kali memimpin pada 2005 silam saat Portugal menjamu Slovakia dalam kualifikasi Piala Dunia 2006. Sosoknya akan selalu dirindukan karena kepemimpinannya di atas lapangan.

Jika banyak yang memperdebatkan pernyataan: Cristiano Ronaldo adalah pemain terbaik dunia sepanjang masa atau Lionel Messi adalah pemain terbaik dunia sepanjang masa,’ maka tidak akan ada yang berani menolak pernyataan kalau Pierluigi Collina adalah wasit terbaik di dunia.

Buon Compleano Pierluigi Collina.