Foto: Twitter Manchester United.

Camp Nou adalah tempat yang berkesan bagi Ole Gunnar Solskjaer. Di stadion ini, 20 tahun lalu, sontekannya membelokkan bola sundulan Teddy Sheringham menghasilkan gelar Liga Champions pertama bagi United setelah menunggu 31 tahun. Pada Rabu (17/4) dini hari WIB, Camp Nou kembali memberikan kesan bagi Ole. Namun kali ini, kesan buruk yang ia dapat.

United kalah 0-3 dari si pemilik stadion. Hal ini membuat Setan Merah tersingkir dengan agregat empat gol yang merupakan rekor terburuk sepanjang sejarah mereka bermain di Eropa. Tidak hanya itu, untuk pertama kalinya sejak 1999, United merasakan empat kekalahan tandang secara beruntun di semua kompetisi.

***

Lebih dari sekadar motivasi untuk bisa mengalahkan Barcelona. Itulah yang diungkapkan pengamat sepakbola, Jonathan Wilson, dalam tulisannya di The Guardian. Camp Nou memang tempat yang indah bagi Ole dan diharapkan bisa memberikan stimulus penyemangat bagi para pemainnya. Namun ada satu hal yang lebih penting dari sekadar memberikan motivasi menurut Wilson yaitu mengubah cara timnya bermain.

Jurnalis Marca, Chris Winterburn, Mengungkapkan dua cara agar United bisa mengimbangi Barcelona. Caranya adalah dengan memperkuat pressing dan meningkatkan efektivitas adalah cara United untuk bisa mengimbangi permainan Barca. Pada leg pertama, mereka sukses mengurangi determinasi pemain Barcelona. Strategi ini cukup berjalan baik untuk memutus alur serangan Barcelona. Jika hal ini bisa dilakukan dengan baik, maka tugas berikutnya adalah memaksimalkan peluang yang ada.

Apa yang diucapkan Chris dan Wilson sebenarnya mampu dijalankan oleh para pemain United dengan baik. Pertandingan belum memasuki menit kelima, United sudah punya dua kesempatan emas. Yang paling krusial tentu saja peluang Rashford yang justru membentur mistar. Beberapa menit kemudian, Scott McTominay gagal mengontrol bola dengan baik meski ia tidak mendapat pengawalan yang cukup ketat. Pada akhirnya, dua peluang singkat yang gagal ini begitu disesalkan Ole selepas pertandingan.

“Saat Anda bermain dalam kompetisi seperti ini, Anda tidak boleh kehilangan fokus dan membuat kesalahan. Anda perlu mengambil kesempatan ketika itu datang. Kami tidak bisa memanfaatkan awal bagus kami dalam laga ini. Dua sepakan on target mereka berbuah gol, dan semuanya berakhir dalam sekejap,” katanya.

United Boleh Berusaha, Tapi Messi yang Menentukan

Hilang fokus dan membuat kesalahan. Dua aspek ini yang kemudian menghukum United lepas dari penampilan apik 10 menit pertama. Ancaman dari Rashford dan McTominay menjadi akhir dari dominasi United yang kemudian mulai menunjukkan kekurangannya sebagai kesebelasan yang medioker, bingung, rajin membuat kesalahan, dan minim kreativitas.

“Pertandingan kemudian menjadi lebih sederhana bagi Barcelona. Lionel Messi bermain-main dengan Manchester United yang memberikan rasa sakit, penyesalan, dan penghinaan melalui liukan, belokan, tipuan, yang menghasilkan dua gol mudah sebelum mengatur gol ketiga. Barcelona begitu kejam karena pertandingan sudah selesai pada menit ke-16,” kata Wilson.

Wilson mengidentifikasikan pertandingan semalam dengan pertandingan tinju. Dalam tinju, wasit bisa menghentikan pertandingan jika lawannya babak belur. Dalam konteks pertandingan United melawa Barcelona, pertandingan sudah berakhir ketika sebuah kesalahan Ashley Young menghasilkan gol pertama.

Tanda-tanda kalau kesalahan akan muncul sebenarnya sudah terlihat sejak Young kebingungan mau mengirimkan bola ke siapa dan ke arah mana. Ada jeda satu sampai tiga detik yang membuat para pemain Barcelona menaikkan garis pertahanannya. Yang menarik, Young tidak mendapatkan pressing ketat dari para pemain Barcelona. Sebaliknya, pemain Barcelona akan melakukan pressing kepada pemain United yang mendapatkan bola dari Young. Pressing trap ini memiliki satu tujuan yaitu agar bola dikembalikan lagi kepada Young yang kerap panik jika mendapat tekanan. Jebakan ini berhasil ketika Young memilih melakukan Cruyff turn dan melepaskan clearance yang justru membentur Rakitic sebelum dimanfaatkan Messi menjadi gol 11 detik kemudian.

Kesalahan kembali dibuat empat menit kemudian. Dua double pivot United, Fred dan Scott McTominay sebenarnya sudah menjalankan tugasnya dengan baik yaitu menekan Philipe Coutinho agar kehilangan bola. Tetapi sentuhan bola Fred justru bisa dicuri Messi dan melepaskan bola menggunakan kaki kanannya yang merupakan kaki terlemah Messi. Namun De Gea justru tidak sanggup menahannya.

Perbedaan Kualitas yang Begitu Besar

Setelah mencetak dua gol, Messi menjadi otak dari gol ketiga yang dicetak Philipe Coutinho. Satu-satunya nilai plus dari United adalah mereka menunjukkan kalau mereka tidak ingin menyerah dengan memainkan Dalot, Lukaku, dan Sanchez, demi meningkatkan lini serang. Namun tidak ada satupun yang membuahkan hasil.

Selepas pertandingan, Ole bercerita soal perbedaan kualitas antara timnya dan Barcelona. Menurutnya, United sekarang belum bisa disejajarkan dengan rival abadi Real Madrid tersebut. Oleh karena itu, ia menginginkan adanya perubahan dalam timnya dengan merekrut satu sampai dua pemain baru pada musim panas.

“Kami perlu lingkungan yang diisi pemain penuh sikap, kepribadian, dan kualitas kelas dunia di ruang ganti. Kami punya tugas untuk membangun skuad, dan ini dimulai dari tim yang saya miliki saat ini dan juga para staf. 1-2 pemain tambahan akan terjadi pada musim panas,” tutur Ole.

Kualitas kelas dunia yang saat ini hilang dalam tubuh United. Hanya De Gea, dan Paul Pogba saja pemain yang levelnya kelas dunia bagi Manchester United. Tidak hanya itu, United sebaiknya memulai cuci gudang dan melakukan regenerasi di setiap lini.

Jurnalis The Guardian, Barney Road, menyebut United saat ini layaknya mesin yang di sisinya banyak sekali tambalan. Hal ini mengarah ke dalam isi skuad yang terdiri dari pemain warisan Fergie, Moyes, Van Gaal, dan Mourinho.

Empat dari lima pemain di sektor belakang adalah peninggalan Sir Alex Ferguson. Kecuali Lindelof, hanya De Gea saja yang penampilannya menunjukkan peningkata. Sementara Smalling, Young, dan Phil Jones tidak lagi menunjukkan potensinya sebagai pemain belakang kelas dunia dan menjadi lelucon yang terus tinggal dalam skuad United.

Menurut Barney, United saat ini harus merombak ulang isi skuad mereka. Ole sebenarnya sadar kalau skuadnya tidak cukup baik meski ia selalu memuji para pemainnya sebagai pemain hebat. Namun Ole juga harus didukung struktur manajemen yang punya perhatian penuh agar United bisa kembali menjadi tim sepakbola yang ditakuti. Pertanyaannya adalah apakah jajaran manajemen United juga peduli dengan keadaan tim sekarang dan mau membantu Ole menjalankan tugasnya?