Foto: Twitter Statman Dave.

Setelah pertandingan menghadapi Leicester City rampung, Ole Gunnar Solskjaer dikabarkan langsung memesan pesawat untuk membawanya ke Prancis. Tujuannya adalah memantau pertandingan antara Lyon menghadapi Paris Saint-Germain. Ole tampaknya bergerak cepat untuk mempelajari kinerja Les Parisien mengingat pertemuan keduanya di Liga Champions tinggal berjarak beberapa hari saja.

Ole tampaknya menginginkan United sudah memiliki fondasi yang kuat di setiap lini ketika menghadapi PSG. Hal ini terlihat dari keluhannya selepas laga melawan Leicester yang beberapa kali menyebut kalau timnya seharusnya bisa bermain lebih baik lagi terlepas dari gol kilat Marcus Rashford pada menit kesembilan.

Di atas kertas, Manchester United turun dengan skema 4-3-3. Namun Ole tidak mau mengambil risiko dengan merombak skuatnya secara drastis layaknya tengah pekan lalu. Dia kembali menurunkan skema terbaiknya. Perbedaannya hanya di nama Alexis Sanchez dan Eric Bailly yang dimainkan sejak awal. Sanchez menemani Marcus Rashford dan Jesse Lingard yang kembali berperan sebagai free role di lini depan.

Sementara Leicester masih akrab dengan 4-2-3-1 yang sukses menahan imbang Liverpool pada pertandingan sebelumnya. Namun yang menarik, Claude Puel memainkan Harvey Barnes, pemain yang sebenarnya sedang menjalani masa peminjaman bersama West Bromwich Albion. Tujuannya adalah untuk memperkuat sisi sayap yang ditinggalkan Marc Albrighton.

Seperti biasa, United akan melakukan pressing sejak lawan memegang bola di garis pertahanannya sendiri. Mereka langsung mendapatkan gol ketika Ricardo Pereira melepaskan umpan yang jatuh justru di kaki Paul Pogba. Hal ini disebabkan dengan keberhasilan Sanchez dan Lingard yang mengejar sekaligus membuat panik Pereira. Ketika bola yang seharusnya diumpan ke Ndidi justru bergulir kencang hingga ke kaki Pogba. Pogba kemudian melepaskan asis kepada Rashford yang sukses mengelabui dua bek tengah Leicester, Maguire dan Evans. Gol Rashford membuktikan kalau habitat dia sebenarnya adalah sebagai penyerang tengah.

Namun setelah gol tersebut, praktis United tidak banyak mengancam pertahanan Si Rubah. Lagi-lagi mereka kesulitan menembus pertahanan yang dikomandoi oleh Wilfried Ndidi sebagai gelandang bertahan. Para pemain tengah Leicester langsung aktif melepaskan pressing kepada pemain depan United.

Pressing kemudian akan mengarah kepada dua gelandang tengah United yang menjadi inti permainan dalam skema cepat ala Ole ketika bola dilepaskan. Mengandalkan overload dari sisi sayap dengan mengandalkan kedua fullback pun tidak berjalan efektif karena Leicester juga melakukan hal serupa dengan memperbanyak jumlah pemain di sisi yang sama. Hal ini menyulitkan mereka untuk sekadar membuat peluang. Terlebih dengan Sanchez dan Lingard yang tidak dalam performa terbaiknya plus performa Ricardo Pereira yang langsung membaik setelah kesalahan yang ia buat.

Leicester sebenarnya juga mengalami kendala yang sama dengan United. Mereka selalu bisa mendekati sepertiga akhir pertahanan United namun kerap gagal menyelesaikan peluang karena kualitas akuras hingga penyelesaian akhir yang buruk. Pada pertandingan ini, 10 umpan kunci sukses dibuat namun tidak ada yang menjadi gol. Jumlah tendangan ke gawang yang mereka lakukan juga jauh lebih banyak dari United namun kualitas lagi-lagi menjadi masalah mereka dalam mencetak gol plus ketangguhan David De Gea yang lagi-lagi menyelamatkan timnya dari kebobolan.

Pada babak kedua, United melakukan perubahan dengan memainkan Romelu Lukaku dan Anthony Martial menggantikan Alexis Sanchez dan Marcus Rashford. Selain untuk penyegaran, masuknya kedua pemain ini juga dimaksudkan agar merusak lini pertahanan Leicester yang rapat. Martial dengan skill individunya sementara Lukaku dengan ketangguhan fisiknya.

Sayangnya, strategi ini tidak berjalan rapi karena Ole hanya mengganti pemain saja tanpa mengubah pendekatan pertandingan. Lini kedua yang diharapkan bisa menusuk dari tengah kerap terlambat naik. Terlebih lagi Pogba tampak kurang nyaman setelah engkelnya terkena tekel brutal pada pertengahan babak kedua yang membuatnya terpincang-pincang.

Sementara Leicester juga melakukan beberapa pergantian dengan memasukkan Ghezzal, Okazaki, dan Ilheanacho. Namun pertahanan apik yang ditampilkan Lindelof dan Bailly plus kualitas umpan dan penyelesaian akhir mereka yang buruk membuat juara Premier League ini pulang dengan nol poin.

Kedua kesebelasan juga sama-sama sulit mencetak serta menambah keunggulan karena lini tengah mereka beberapa kali melakukan pelanggaran taktikal yang dilakukan kedua kesebelasan untuk mematahkan serangan masing-masing lawannya. Delapan kartu kuning yang keluar dari saku Mike Dean mengindikasikan hal tersebut.

Kesimpulan

Gol Rashford pada awal babak pertama menjadi satu-satunya pembeda di laga ini terlepas dari kesulitan kedua tim menembus lini pertahanan lawannya masing-masing. Namun hasil ini tidak menutupi fakta kalau United kerap kesulitan menghadapi tim-tim yang secara fisik jauh lebih kuat dibanding mereka. Newcastle, Brighton, Burnley, dan sekarang Leicester sudah membuktikan hal tersebut. Akan tetapi, United setidaknya jauh lebih beruntung ketimbang Liverpool yang tidak bisa menjaga pertahanannya dengan baik dan harus kebobolan setelah mencetak gol cepat.

Pekan berikutnya, Manchester United akan menghadapi Fulham yang secara strategi tidak terlalu memakai pendekatan fisik layaknya Leicester. Menarik untuk melihat apakah Ole bisa membuat United tampil jauh lebih baik lagi dibanding Minggu lalu mengingat kemenangan melawan Fulham berpotensi mengangkat mereka ke empat besar (jika Chelsea kalah melawan Man City) sekaligus sebagai persiapan untuk menghadapi jadwal padat yang dimulai dengan menjamu Paris Saint Germain beberapa hari setelahnya.