Meski musim 2018/2019 berjalan buruk bagi United, namun ada satu pencapaian manis yang berhasil dibuat salah satu pemain mereka. Paul Pogba terdaftar sebagai salah satu dari 11 pemain terbaik yang masuk dalam PFA Team of the Year musim 2018/2019. Inilah pencapaian terbaik Pogba dari sisi individu setelah ia kembali ke Inggris pada 2016 lalu.

Untuk pertama kalinya skuad terbaik Premier League musim ini hanya berisi para pemain yang berasal dari tiga klub saja. Menariknya, Pogba menjadi satu-satunya pemain non Liverpool dan Manchester City yang berada dalam daftar. City menjadi tim yang paling banyak menyumbang pemain dengan enam orang (Ederson, Aymeric Laporte, Fernandinho, Bernardo Silva, Raheem Sterling, dan Sergio Aguero) sementara Liverpool empat pemain (Andy Robertson, Trent-Alexander Arnold, Virgil Van Dijk, dan Sadio Mane).

Pogba dinilai layak untuk mengisi satu tempat di sektor gelandang tengah. Ia berpasangan dengan dua pemain Manchester City, Bernardo Silva dan Fernandinho. Namun keberadaan Pogba mengundang tanda tanya dari banyak pihak. Layakkah ia masuk dalam susunan 11 terbaik musim ini?

Musim ini, Pogba bermain di Premier League dengan menyandang status sebagai juara dunia. Namun, perjalanan Pogba di United penuh dengan masalah. Memotong liburannya demi memperkuat United dan mendapatkan ban kapten, penampilan Pogba justru jauh dari harapan banyak penggemar United. Bahkan dalam tiga bulan terakhir tahun 2018, ia berkonflik dengan Jose Mourinho yang membuat statusnya sebagai pemain utama mulai tergusur ke bangku cadangan. Beberapa kali Pogba bahkan tidak bermain satu menit pun sebelum Mourinho dipecat.

Munculnya nama Pogba memang tergolong mengejutkan. Di sisi lain, nama-nama seperti Eden Hazard justru tidak masuk dalam tim terbaik. Begitu juga dengan rekan setimnya di timnas Prancis, Ngolo Kante. Banyak yang menilai kalau konsistensi kedua pemain ini jauh lebih baik dibanding Pogba.

Dengan Hazard misalnya, Pogba kalah dari segi kontribusi untuk kesebelasan yang ia bela. Pemain asal Belgia ini mencetak 16 gol dan membuat 13 asis atau berkontribusi terhadap 29 gol Chelsea musim ini. Di sisi lain, Pogba hanya membuat 13 gol dan 9 asis atau hanya menyumbang 22 dari total gol United musim ini di liga. Begitu juga dalam beberapa aspek lain seperti umpan kunci dan dribel sukses, Pogba kalah jauh dari Hazard.

Dari sini terlihat nampaknya kalau Pogba sepertinya tidak cocok untuk berada dalam skuad terbaik Premier League musim ini. Selain statistiknya yang kalah jauh, konsistensi menjadi masalah bagi pemain yang bernama tengah Labile ini. Sempat meredup bersama Mourinho, lalu bangkit ketika Solskjaer masuk, penampilan Pogba kembali merosot dalam rentang bulan Maret hingga pertandingan terakhirnya melawan City kemarin.

“Pogba pemain yang bagus. Dia pemenang Piala Dunia, dia punya banyak kualitas dan saya pikir beberapa penampilannya pada musim ini, dia tampil luar biasa. Namun saya pikir, dia tidak pantas berada di tim terbaik tahun ini. Penampilannya tidak konsisten. Untuk masuk skuad terbaik, Anda butuh konsistensi. Aspek ini adalah aspek yang selalu kita semua pertanyakan saat mendiskusikan Pogba,” kata Gary Lineker.

Selain Hazard, ada beberapa nama yang dinilai jauh lebih pantas masuk dalam skuad terbaik ketimbang Pogba. Jika Gary Lineker menjagokan Hazard, maka Alan Shearer lebih memilih Giorgio Wijnaldum sebagai pasangan Fernandinho dan Bernardo Silva. Berbeda dengan Lineker dan Shearer, Jimmy Floyd Hasselbaink justru memilih pemain muda West Ham Declan Rice.

Namun membandingkan Pogba dengan Hazard sebenarnya tidak proporsional. Hal ini disebabkan karena posisi kedua pemain yang berbeda di atas lapangan. Pogba berada di lini tengah, sementara Hazard kerap bertindak sebagai winger yang lebih banyak bergerak di sepertiga akhir pertahanan lawan.

Keduanya memang sama-sama menjadi pusat, namun tugas yang diemban Pogba bisa dibilang jauh lebih berat jika dibandingkan Hazard. Pogba tidak hanya bertugas mengatur serangan bagi lini depan, ia juga harus menjaga kedalaman lini tengah United yang musim ini mudah sekali rapuh.

Musim ini, PFA kembali memakai formasi 4-3-3 layaknya musim lalu. Untuk pemain yang berposisi sebagai gelandang tengah, Pogba menjadi pemain yang statistiknya paling bagus dibanding beberapa pemain lain yang berposisi sama dengannya. Terutama Wijnaldum dan Rice yang menjadi jagoan Shearer dan Hasselbaink. Hanya Christian Eriksen yang statistiknya mendekati Pogba. Namun pemain asal Denmark tersebut kalah dalam beberapa aspek.

Pogba berada di peringkat pertama dalam urusan gol (13), tendangan ke gawang (93), tendangan tepat sasaran (48), dan kombinasi gol dan asis (22), bagi pemain sama-sama berposisi sebagai gelandang. Untuk urusan asis, Pogba berada di peringkat ketiga dibawah Eriksen dan Ryan Fraser (Bournemouth). Ia juga masuk dalam lima besar gelandang yang menyentuh bola paling banyak di kotak penalti (106).

Satu hal yang membuat penampilan Pogba menjadi tidak konsisten adalah pemain-pemain di sekitarnya yang tidak bisa menopang permainannya. Sepakbola adalah permainan 11 orang yang saling bersinergi satu sama lain. Hal ini yang tidak terlihat di United dalam beberapa musim terakhir. Tidak adanya pemain yang bisa menopang Pogba membuat dirinya seperti bermain seorang diri di United. Pogba bermain layaknya gelandang jangkar, playmaker, gelandang bertahan, gelandang perusak, bahkan sampai mencetak gol.

Statistik pun berkata demikian. Jika hanya menghitung para pemain Manchester United, Pogba berada dalam peringkat pertama dalam torehan gol, asis, umpan kunci, dribel, sentuhan, umpan ke depan, umpan terobosan, duel satu lawan satu, dan jarak tempuh. Banyaknya tugas yang ia emban jelas berpengaruh terhadap konsistensi permainannya. Hal ini yang sempat dipertanyakan oleh jurnalis The Times, Tom Clarke.

“Apakah usaha dia terlalu berlebihan? Dalam sebuah tim yang sedang berusaha konsisten dari sisi hasil dan taktik, apakah bintang mereka di lapangan tengah United itu mencoba menyelamatkan klubnya seorang diri?”

Ketika bermain di Juventus, Pogba mendapat perlindungan dari Andrea Pirlo, Claudio Marchisio, hingga Arturo Vidal. Bersama timnas, Ngolo Kante, dan Blaise Matuidi adalah penolong Pogba. Semuanya sukses membuat Pogba hanya fokus untuk menyerang. Hal ini yang tidak bisa dilakukan para gelandang United seperti Matic, Herrera, Fred, Andreas, hingga McTominay. Semuanya belum bisa memberikan keseimbangan sehingga Pogba kerap terlibat untuk bertahan.

Jonathan Wilson mengatakan kalau sepakbola saat ini butuh para pemain spesialis yang bisa memainkan peran-peran khusus. Tanpa sosok spesialis ini, sebuah tim tidak akan bisa mencapai kesuksesan. Hal ini yang tidak dimiliki United untuk menopang Pogba. Contoh terbesarnya adalah saat mereka kalah dari PSG dan Wolves ketika permainan United langsung mati hanya karena peran Pogba yang dimatikan.

Masuknya nama dia dalam skuad terbaik musim ini menegaskan kalau dirinya hanya butuh pemain pendukung yang bisa membuat penampilannya menjadi lebih baik lagi. Sayang, mayoritas para penggemar United saat ini justru menginginkannya pindah dari Manchester.