Identitas Manchester United telah menjadi fokus dari banyak perdebatan yang sering muncul di publik sepakbola dalam satu tahun terakhir. Namun, sebenarnya apa makna identitas United yang sesungguhnya, dan apakah itu memang benar-benar penting diketahui di tengah ambisi mereka yang sedang mencoba untuk menemukan “jalan kembali” menuju ke puncak kejayaannya?

Menurut Adam Bate, tradisi itu memang penting, tetapi jika melihat tradisi yang menjadi identitas United, akan sulit untuk didefinisikan, dan hal seperti itu tidak boleh sampai menghalangi kemajuan mereka dalam menemukan titik kesuksesannya kembali.

Selain itu, dilansir dari Sky Sports, tahun lalu asisten direktur akademi Manchester United Tony Whelan sempat berbicara mengenai tradisi yang sudah ada di Old Trafford. Menurutnya, ada satu ungkapan yang ia gunakan untuk menggambarkan tradisi klub dalam mengembangkan pemain-pemainnya. Ia menyebutnya sebagai “benang merah” masa keemasan.

“Saya menyebutnya sebagai ‘benang merah’ masa keemasan karena itu semua berawal dari kejayaan Busby Babes. Prinsip yang sama juga selalu diterapkan di klub ini, dan kami hanya melanjutkan tradisi itu untuk terus mendapatkan kesuksesan yang sama di setiap musimnya,” tutur Whelan kepada Sky Sports.

Tapi tetap saja, hal seperti ini bukanlah standar definisi identitas United. Bahkan, pemaparan Whelan sendiri tidak bisa memastikan bagaimana musim Manchester United di bawah Ole Gunnar Solskjaer pada musim depan, dan hal seperti ini seharunya layak untuk diperhitungkan jika United bisa menjelaskan definisi dari identitas mereka.

Banyak yang menilai, identitas United ini sangat berkaitan dari 80 tahun yang lalu, di mana seperti yang diungkapkan Whelan, United mulai menjadi ikonis sejak era Busby Babes, lalu bertransisi ke masa Class of 92 era Fergie. Semuanya terkoneksi sebagai “benang merah.” Bahkan dari semua era itu, komitmen yang selalu terjadi adalah pengembangan aspek pemain muda, yang juga kerap membuat United memiliki banyak hal untuk dikagumi.

Jika melihat dari aspek itu, pasti selalu ada keajaiban. Sebut saja para pemain ikonik seperti Duncan Edwards, George Best dan Ryan Giggs, berhasil menjadi bintang setelah lulus dari akademi. Atau, kerap pula muncul pemain-pemain hebat sepanjang masa seperti Denis Law, Bryan Robson, dan Roy Keane, yang semuanya adalah pemain yang direkrut United dari klub lain, dan langsung menjadi ikon penting pada saat pembelian mereka.

Bahkan mungkin tidak ada seorang pun di Old Trafford yang lebih dipuja daripada Eric Cantona, yang saat itu tiba sebagai pemenang gelar juara EPL berusia 26 tahun dan baru kembali setelah memimpin tim nasional Prancis di kejuaraan Eropa. United benar-benar memiliki tradisi seperti itu sejak dulu, dan kerap membawa bakat-bakat muda mereka berkontribusi meraih gelar di tiap musimnya.

Namun tetap saja, memaku makna identitas United yang sebenarnya itu sulit. Ada perasaan bahwa saat ini klub sedang bergulat dengan identitas yang mereka miliki sendiri. Bahkan, sulit untuk menakar dan menjelaskan apa sebenarnya definisi dari identitas United di era sepakbola modern seperti sekarang ini.

Di satu sisi, kehadiran Solskjaer sempat dinilai akan memperkuat hubungan United dengan masa lalunya, di mana hal ini juga mungkin merupakan aspek yang bisa mendefinisikan identitas mereka sendiri. Di awal kedatangannya, Solskjaer juga berhasil memikat para suporter dengan bentuk apik pasukan The Red Devils yang tidak terkalahkan dalam 15 pertandingan awalnya di semua kompetisi.

Namun, semua itu hanyalah sementara, dan “label” identitas United yang dibawa Solskjaer mulai diragukan keasliannya. Banyak yang mulai menganggap bahwa manajer asal Norwegia itu masih belum mampu membawa identitas itu kembali ke dalam permainan timnya. Maka wajar rasanya mengapa identitas United itu mulai banyak dibicarakan di musim lalu.

Di sisi lain, ada juga kebohongan yang sering diceritakan bahwa para suporter Manchester United senang dengan pemain-pemain klub kesayangan mereka bermain di atas lapangan. Entah itu saat era Mourinho atau Solskjaer, yang jelas keduanya sama-sama masih menampilkan permainan yang kurang baik. Aspek ini juga dianggap sebagai penurunan identitas United pasca era Sir Alex Ferguson.

Maka yang jadi pertanyaan sekarang adalah, apa sebenarnya definisi dari identitas Manchester United yang sesungguhnya? Apakah tradisinya? Bentuk para pemainnya? Atau gaya permainannya? Hal-hal semacam ini harus menjadi perhatian jika ingin mengetahui jawaban dari kata “identitas” itu sendiri.

Seperti halnya pragmatisme di Eropa, kesuksesan domestik Manchester United selalu bisa dirasakan dan diartikan, baik itu di era Sir Alex Ferguson atau Sir Matt Busby sekalipun. Intinya adalah, upaya menutupi lubang sepeninggal pemerintahan panjang Ferguson selama 26 tahun ataupun Busby sangat jelas tidak mungkin. Hal ini juga sama berlakunya ketika ingn mendefinisikan “apa sebenarnya identitas klub” yang memang telah ada selama kurang lebih dari satu abad.

Mengutip perkataannya James Fearon, ilmuwan politik terkenal di Universitas Stanford, yang pernah berargumen bahwa identitas dapat didefinisikan sebagai “ciri khas yang tidak dapat diubah ketika berhasil membuat seseorang merasa bangga atau dipandang”, dan bagi Tony Whelan, hal ini dianggapnya sebagai “benang merah keemasan”.

Namun tetap saja, benang merah yang paling penting adalah kesuksesan. Karenanya, alasan kesuksesan ini lebih masuk akal untuk fokus menemukan identitas baru daripada mendefinisikan seperti apa identitas Manchester United yang sesungguhnya. Hal ini berguna untuk dapat melihat lebih jauh ke masa depan daripada hanya terpaku pada masa lalu.