Foto: The National.ae

Hasil imbang 1-1 melawan Arsenal pada Selasa (1/10) kemarin membuat posisi Manchester United semakin merosot. Untuk sementara, mereka tertahan pada posisi 10. Ironisnya, jarak mereka kini lebih dekat ke zona degradasi alih-alih kepada pimpinan klasemen sementara yaitu Liverpool.

Hasil minor tersebut juga membuat United kembali menjadi sasaran kritik. Sorotan utama sudah pasti kepada juru taktik, Ole Gunnar Solskjaer. Kapasitas taktiknya kembali dipertanyakan mengingat sejak Maret 2019 lalu, permainan United belum kunjung berubah dan memberikan peningkatan yang berarti di atas lapangan.

Selain Solskjaer, beberapa pemain United juga mendapat kritik. Salah satu yang paling banyak dijadikan berita adalah Paul Pogba. Penggawa asal Prancis ini kembali dihujat setelah gagal membawa timnya tampil baik pada pertandingan kemarin. Legenda klub, Peter Schmeichel, bahkan menyebut kalau Pogba adalah ‘anak yang bermasalah.’

“Pada 25 menit pertama dia hanya memainkan passing ke belakang dan untuk pemain sekaliber dirinya, maka hal itu terasa sangat mengecewakan. Rasanya dia seperti anak yang bermasalah dalam tim ini. Aku tidak mengatakan dia salah, namun saya bingung apa peranan dia. Apa yang dia lakukan untuk tim ini?” tutur pria yang kemarin hadir menonton bersama Kasper Schmeichel.

“75 ribu orang yang menonton, mereka tidak terlalu senang dengan dia. Kamu harus mendengarnya karena orang-orang tidak terlalu menyukai Pogba karena dia tidak melakukan yang terbaik untuk tim. Dia hanya membuat dua operan bagus selama 90 menit. Aliran bola United bahkan sangat lambat ketika dia bermain. Aliran bola justru terasa lebih cepat ketika ia tidak bermain,” tuturnya menambahkan.

Tertutup Hasil Seri Tim

Berkaca dari ucapan penjaga gawang Denmark, maka pembahasan soal Pogba lagi-lagi berkutat dengan posisi dan gaya permainannya. Hal ini sebenarnya menyebalkan mengingat United sudah mendatangkannya sejak 2016. Dengan cerita dan masalah yang selalu berulang-ulang, United terkesan tidak tahu dan justru bingung untuk memaksimalkan talentanya.

Kritik sebenarnya sudah diterima Pogba sejak musim 2019/2020 belum dimulai. Diawali dari ucapannya yang menyebut kalau ia butuh tantangan baru, lalu satu per satu kritik lainnya muncul. Dari soal tendangan penalti hingga kesalahan yang membuat timnya kalah melawan Crystal Palace, semua menjatuhkan sasaran kepada Pogba. Bahkan tidak jarang ia mendapat serangan rasis.

Laga melawan Arsenal beberapa waktu lalu adalah kali pertama Pogba bermain dalam dua laga beruntun. Sebelumnya, Pogba absen dalam dua laga Premier League ketika melawan Leicester dan West Ham, plus satu laga Eropa melawan Astana. Ia baru kembali bermain ketika United mengalahkan Rochdale pada Piala Liga.

Kondisi Pogba pun tidak bisa dibilang fit 100 persen. Setelah laga melawan klub League One tersebut, Solskjaer sempat ragu untuk memainkannya melawan Arsenal. Namun ia akhirnya dengan berani memainkan Pogba.

Lagipula, statistik mantan pemain Juventus ini tidak bisa dibilang buruk pada Selasa kemarin. Dilansir dari United Arena, ia membuat 77 sentuhan, 50 umpan sukses, 9 kali memenangi duel dan melakukan recoveries ball, membuat tiga tekel sukses, dua umpan kunci, dan dua dribel sukses. United Arena juga menambahkan kalau Pogba masih menunjukkan komitmennya untuk bermain sungguh-sungguh meski dalam kondisi yang kurang fit. Sayangnya, timnya hanya meraih hasil seri sehingga statistik tersebut cenderung diabaikan.

“Ketika Pogba berusaha membuat peluang, ia diminta untuk tampil lebih sederhana. Jika Pogba bermain sederhana, ia disebut anak yang punya masalah. Jika Pogba menyerang, maka dia akan diminta untuk bertahan. Lalu ketika dia bertahan, dia dikatakan malas untuk menyerang. Nampaknya tidak ada pemain yang ekspektasinya begitu tinggi dibanding Pogba,” sindir United Arena dalam akun Twitternya.

Selain itu, Pogba musim ini juga menjalani peran baru bersama Ole Gunnar Solskjaer. Alih-alih dimainkan sebagai gelandang serang, ia justru lebih sering dimainkan sebagai salah satu dari dua poros ganda dalam skema 4-2-3-1 milik Ole. Tugas sebagai gelandang serang kini bergantian diemban oleh Jesse Lingard, Juan Mata, dan Andreas Pereira.

Keputusan yang sangat berani dari Ole karena musim lalu Pogba berkontribusi dalam 27 gol klub (16 gol dan 11 asis) ketika dimainkan sebagai gelandang serang. Mayoritas dari torehannya tersebut bahkan terjadi ketika pria kelahiran Kristiansund ini datang menangani tim. Ole hanya beralasan kalau menempatkan Pogba lebih ke dalam disebabkan karena dia bisa bermain bagus pada posisi tersebut di timnas Prancis.

“Bersama timnas Prancis, ia bermain sebagai satu dari dua pemain yang menyuplai bola, atau satu dari dua gelandang tengah dengan N’golo Kante. Jadi, di posisi itulah bagusnya Paul. Dia bisa melakukan dua-duanya. Dan apa yang harus kami lakukan dengan semua pemain adalah mereka harus menyesuaikan dengan pertandingan,” tutur Solskjaer pada April 2019 lalu.

Ucapan Solskjaer tersebut sebenarnya sudah dibantah oleh Michael Cox. Dalam tulisannya di ESPN, ia menyebut kalau memainkan Pogba layaknya ketika dia bermain di timnas Prancis, maka United akan kesulitan mendapatkan permainan terbaiknya. Selain kultur sepakbola yang berbeda antara internasional dan Premier League, United juga tidak memiliki pemain tengah sebagus atau setipe dengan yang dimiliki Didier Deschamps di timnas Prancis.

“Pogba tampil sangat baik ketika bersama timnas Prancis. Namun di United, ada beberapa tantangan seperti rekan setim yang berbeda dan kepribadian yang juga berbeda. Selain itu, United juga tidak punya pemain depan seperti Griezmann atau Mbappe yang bisa membantunya ketika bergerak di lini depan.”

Masih Ada Yang Lebih Buruk dari Pogba

Pogba mungkin belum memberikan yang terbaik untuk United. Namun terkesan tidak elok rasanya kalau menjadikan Pogba kambing hitam hanya karena ia tidak bisa membawa tim ini meraih kemenangan.

Di United, ia tidak punya tandem yang sebagus ketika ia masih bermain untuk Juventus dan timnas Prancis. Claudio Marchisio, Arturo Vidal, dan Andrea Pirlo membuat Pogba merasa lebih nyaman dalam berkreasi. Begitu juga ketika bersama timnas Prancis, di mana ia ditemani Ngolo Kante, Blaise Matuidi, dan Moussa Sissoko. Tandem-tandem ini yang tidak ia punya sehingga Pogba seperti bekerja sendiri. Tugas yang harus diselesaikan oleh Solskjaer agar United bisa kembali memaksimalkan talenta dia.

Scott McTominay belum menjalani peran yang bagus untuk menjadi seorang gelandang bertahan. Jesse Lingard, Juan Mata, dan Andreas Pereira, tiga pemain yang kerap diplot sebagai pemain nomor 10 pun belum melakukan tugasnya dengan baik. Namun ketiga pemain ini nampaknya jauh lebih sedikit mendapat kritik ketimbang Pogba.

“Sulit memasukkan cara bermain Keane, Scholes, Veron, Giggs, atau Cantona ke dalam satu pemain. Tapi Pogba punya kualitas itu. Dia adalah pemain hebat,” tutur Solskjaer.

Lagipula, terkesan aneh jika Pogba, yang musim lalu menjadi salah satu pemain terbaik MU dan masuk dalam PFA Team of the Season musim 2018/2019, mendapat kritik dan dijadikan kambing hitam jauh lebih sering ketimbang pemain United lain yang sudah hampir setahun tidak bisa membuat gol atau asis di Premier League.