Foto: Planet Football

Berkat loyalitas dan dedikasinya, Park Ji-Sung telah meninggalkan kesan mendalam bagi para suporter United. Sampai saat ini, belum ada pemain yang bisa mengganti statusnya sebagai seorang pahlawan klub dari Asia.

Pada 2019 lalu, Boyband Korea Selatan, BTS, menggebrak Wembley Stadium dalam sebuah konser yang cukup spektakuler. Selang dua tahun kemudian, single “Butter” melejit di tangga lagu Inggris dan menjadi lagu yang paling banyak di-download dalam satu pekan. Pada tahun 2022, lagu PSY berjudul “That That” debut di tangga lagu Inggris.

Apa yang dilakukan PSY maupun BTS menunjukkan bahwa Korea Selatan bisa menciptakan sensasi di negeri Eropa, khususnya Inggris. Namun sebelum BTS dan PSY menginvasi Inggris, Korea Selatan sudah lebih dulu menciptakan sensasi di sana melalui seorang pemain sepakbola.

***

“Saya yakin saya bisa membuktikan diri di salah satu klub top dunia. Saya ingin menunjukkan nilai saya kepada United dalam hal kemampuan dan bukan untuk strategi pemasaran di Asia. Saya pergi ke Inggris bukan karena bisnin. Saya mendapat kesempatan untuk bermain di tim terbaik bersama pemain terbaik.”

Begitulah ucapan Park Ji-Sung ketika pertama kali diperkenalkan oleh United pada 2005 silam. Park mungkin gerah karena saat itu kehadirannya seakan diremehkan. Ia dianggap hanya sebagai alat pemasaran klub di belahan Asia untuk meningkatkan penjualan merchandise.

Jika melihat kebutuhan United saat itu, kedatangan Park memang patut dipertanyakan. Di lini tengah, mereka masih punya Keane, Fletcher, dan Ryan Giggs yang bisa bermain di sana. Sisi sayap juga sudah diisi Ronaldo dan United . Wajar, jika anggapan Park sebagai alat marketing United muncul.

Tapi catatan 27 gol dan 24 assist dalam 205 pertandingan menandakan kalau kontribusi Park memang tidak sekadar omong kosong. Dia memang tidak punya skill. Bahkan sentuhannya kerap tidak sempurna. Terkadang, ia juga kerap melakukan tekel tidak perlu.

Tapi semua ditutupi dengan determinasi dan etos kerja yang besar. Inilah kontribusi dari Park yang kerap terabaikan. Akan tetapi, inilah yang membuat nama Park kemudian dipandang tinggi oleh suporter United.

“Anda bisa memainkannya di tengah dan bisa memainkannya di posisi melebar. Satu hal yang pasti Anda dapatkan adalah usahanya yang selalu 100 persen,” kata Eric Steele.

“Jika Anda ragu saat memilih tim, Anda akan selalu memainkan Park karena Anda tahu dia bisa melakukan apa saja. Dia bisa menutup satu sisi. Jika kami memainkan tim yang kuat dengan bek sayap yang berkombinasi dengan pemain sayap, Anda bisa menaruh park di sana karena dia akan melakukan pekerjaan bagus saat menguasai bola,” katanya menambahkan.

Siapa yang tidak ingat aksinya membuat Pirlo frustrasi pada leg kedua 16 besar Liga Champions 2009/10. Sang gelandang Italia menyebut Park mencoba mengintimidasinya layaknya anjing penjaga karena daya jelajahnya yang selalu ada di setiap jengkal lapangan.

Laga melawan Milan adalah satu dari sekian banyak laga besar yang dimainkan oleh Park. Menurut Steele, Park adalah pemain yang tidak boleh dilewatkan ketika United memasuki laga dengan kategori Big Match.

Sundulannya ke gawang Liverpool, lalu kaki kirinya ketika melawan Chelsea, satu assist ketika melawan Spurs adalah beberapa bukti kalau Park adalah sosok penting dalam pertandingan besar. Nama Park adalah jaminan ketika menghadapi pemain-pemain yang secara teknik jauh lebih superior. Arsenal adalah tim yang terus merasakan mimpi buruk dari Park dengan lima gol yang bersarang ke gawangnya. Hal ini menjadikan Meriam London adalah lawan favoritnya.

“Setiap kali kami melawan Arsenal, Park akan selalu dipilih. Wenger tidak suka dengannya,” tutur Steele lagi.

Sedari awal Alex Ferguson memang telah melihat kapasitas seorang Park. Tadinya, Fergie ingin merekrut Michael Essien ketika melihat PSV bertemu Lyon pada 2005. Tapi, ia juga tidak bisa mengalihkan pandangannya dari sosok Park yang ia sebut tidak kehabisan energi. Ketika Fergie mengirimkan saudaranya, Martin, untuk melihatnya kembali, ia pun satu suara dan menilai Park jelas lebih pantas direkrut ketimbang Essien.

Satu aspek yang juga membuat Park begitu dicintai adalah attitude-nya. Pada 2008, ia mendapat kekecewaan yang begitu besar sebagai seorang pemain yaitu tidak dibawa ke final Liga Champions. Park sakit hati. Tapi ia memilih tidak mengeluarkan kata-kata buruk. “Yang paling penting tim menang, jadi saya sangat senang. Frustrasi tidak main di laga sebesar itu, tapi peluang lain akan selalu datang,” katanya.

Seandainya Park tidak berkutat dengan cedera lutut kambuhan, bukan tidak mungkin jumlah caps, gol, dan assist yang ia punya jauh lebih banyak dari yang ia torehkan. Bukan tidak mungkin juga ia akan mengakhiri karier di Old Trafford. Apapun itu, apa yang ditorehkan Park dalam enam tahun kariernya membuktikan kalau dia adalah salah satu rekrutan terbaik yang pernah dibuat oleh Sir Alex Ferguson.

Tulisan ini dibuat untuk merayakan 8 musim karier Park di Inggris (7 musim bersama United, satu musim bersama QPR) yang dimulai pada 24 Juni 2005.