Slogan Football Coming Home bergema semakin keras setelah Inggris berhasil mengalahkan Kolombia pada babak 16 besar. Di Okritie Arena, Tiga Singa menang lewat adu penalti dengan skor 4-3 setelah bermain imbang 1-1. Hasil ini membuat mereka untuk pertama kalinya memenangi babak adu penalti sepanjang sejarah Piala Dunia sekaligus membawa mereka ke babak delapan besar dan akan berhadapan dengan Swedia.

Satu hal yang menarik dari kemenangan Inggris adalah terpilihnya Marcus Rashford sebagai eksekutor penalti. Sebuah keputusan yang menarik dari Gareth Southgate mengingat saat itu masih ada nama Jamie Vardy yang sering menendang penalti bersama Leicester City. Sepanjang karier Rashford, ia belum pernah menjadi penendang, baik ketika penalti dalam waktu normal maupun saat adu penalti dimainkan.

Menjadi penendang kedua, ia mengarahkan bola ke pojok kanan gawang yang gagal dijangkau David Ospina. Rashford berhasil menjawab tugas yang diberikan oleh sang manajer sekaligus menjadi pelican jalan rekan-rekannya yang lain. Sejak sehari sebelum laga, ia begitu percaya diri untuk menjadi eksekutor pada babak adu penalti.

“Saya pikir dia tahu siapa saja para pemain yang percaya diri dalam situasi seperti itu (adu penalti). Saya siap untuk maju jika dipercaya. Tidak semua orang di sini bisa mengambil penalti tetapi jika anda nyaman untuk melakukannya maka anda harus mengambilnya. Jika merasa tidak nyaman maka anda harus jujur dan jangan pura-pura untuk siap,” tuturnya.

Sejak 1990, Inggris selalu gagal ketika memasuki babak tos-tosan. Mereka dikalahkan Jerman pada Piala Dunia di Italia. Delapan tahun berselang, Argentina menggagalkan langkah mereka. Pada 2006, giliran Portugal yang membuat langkah Frank Lampard cs., terhenti di babak perempat final.

Salah satu masalah Inggris pada babak adu penalti adalah ketenangan. Acapkali mereka tegang ketika bersiap menendang yang membuat mereka tidak jarang membuat kesalahan. Akan tetapi sejak Maret lalu, Gareth Southgate melatih para pemainnya untuk mengeksekusi sepakan penalti termasuk beberapa pemain muda yang sering kali grogi dihadapkan pada situasi tersebut.

“Mengambil penalti bukanlah kebetulan. Tidak pernah bisa kita melihat hasil apabila tidak ada kesempatan. Mengambil penalti adalah keterapilan dan setiap keterampilan butuh waktu untuk dipelajari dan disempurnakan. Keterampilan mengambil penalti sebenarnya cukup sederhana tetapi yang lebih penting adalah mampu untuk mengatasi segala tekanan dan apapun yang mengganggu di sekitar kita,” ujarnya menambahkan.

Sasaran pemain berusia 20 tahun ini adalah tinggal meyakinkan Gareth Southgate untuk memainkan dirinya sejak menit awal. Pada empat laga di Piala Dunia, Rashford hanya sekali bermain sebagai starter yaitu ketika dikalahkan Belgia 1-0 pada laga terakhir fase grup. Akan tetapi, ia tampil tidak optimal dan melewatkan satu peluang emas.

“Memang mengecewakan tidak bisa tampil sejak menit pertama. Tetapi, jika melihat setahun atau mungkin enam bulan yang lalu maka saya sebenarnya sudah mengalami perkembangan yang begitu signifikan. Pada akhirnya, ini bukan tetang bersaing dengan orang lain melainkan bersaing dengan diri anda sendiri. Anda harus paham bagaimana menjadi pelatih dan jauh lebih baik jika mengambil dan mempelajari permainan orang lain untuk Anda bawa dalam permainan Anda sendiri.”

Swedia akan menjadi tantangan berikutnya untuk Rashford. Peluang dirinya bermain begitu besar mengingat Dele Alli dan Raheem Sterling masih bermasalahan dengan kebugaran serta konsistensi permainan. Meski nantinya Rashford tetap berada di bangku candangan, namun ia selalu berada dalam kondisi siap. Terutama ketika Inggris menghadapi babak adu penalti.