Foto: Standard.co.uk

Ketika dikalahkan Bournemouth 1-0 pekan lalu, Ole Gunnar Solskjaer mengeluhkan soal kreativitas yang tidak dimiliki oleh Manchester United. Hal itu yang dianggap berperan penting terhadap lini depan United yang begitu sulit untuk menciptakan peluang-peluang berbahaya. Solskjaer pun saat itu mengaku hanya bisa pasrah dan memaksimalkan pemain yang dia punya.

“Untuk memenangi laga, Anda perlu mencetak gol. Namun saya setuju kalau kami butuh kreativitas dalam tim. Kami sebenarnya punya beberapa pemain yang bisa membuat peluang, namun saat ini kami tidak bisa melihat pemain di luar klub ini, dan kami hanya bisa memanfaatkan pemain yang kami miliki,” kata Solskjaer.

Di era sepakbola modern seperti sekarang ini, setiap posisi dituntut untuk memiliki pemain-pemain yang kreatif. Sehingga sumber serangan bisa datang dari mana saja. Orang yang berperan sebagai playmaker tidak harus berada di belakang striker. Peran playmaker di Liverpool diisi oleh Fabinho. Bahkan Jonathan Wilson menyebut kalau playmaker Liverpool adalah Trent Alexander-Arnold.

Namun ketika berbicara soal pemain kreatif, maka mata penggemar United hanya akan mengarah ke satu posisi yaitu gelandang serang atau pemain yang bermain di belakang striker. Tidak bisa dibantah kalau United begitu kesulitan mencari pemain yang tepat untuk bermain di posisi ini.

Dalam formasi 4-2-3-1 yang dimainkan Solskjaer pada musim ini, hanya posisi attacking midfielder yang tidak mempunyai pemain utama alias pemain tetap. Setiap pertandingan, posisi ini kerap diisi pemain-pemain yang berbeda. Sayangnya, empat pemain yang dimiliki untuk posisi ini tidak bisa menunjukkan permainan terbaiknya.

Paul Pogba sedang berjuang untuk sembuh dari cedera. Di era Solskjaer, Pogba akan bermain jauh lebih ke dalam dibanding musim lalu. Jesse Lingard dan Andreas Pereira belum bisa menarik hati para penggemar United. Keduanya bahkan dijadikan objek kritik dan diharapkan untuk segera dijual pada bursa transfer nanti.

Nama terakhir adalah Juan Mata. Sebagai sosok senior, peran Mata sebenarnya sangat dibutuhkan untuk membawa klub keluar dari masalah kreativitas yang dialami. Namun sejauh ini, penampilannya biasa saja jika tidak mau dibilang jelek.

Setelah bermain kurang dari 10 menit pada tiga pekan awal, Mata mulai bermain sebagai starter pada pekan keempat melawan Southampton hingga pekan keenam melawan West Ham United. Tujuannya hanya satu yaitu untuk memperkuat kreativitas United saat ditinggal Paul Pogba. Namun dalam tiga pertandingan tersebut, Mata justru tidak berkontribusi sama sekali dan selalu diganti pada pertengahan babak. Jarang sekali ada umpan-umpan matang yang bisa menghasilkan peluang berbahaya. Minimnya kontribusi Mata juga merembet di Europa League. Dua laga yang sudah dimainkan, kontribusinya hanya sekadar membuat Brandon Williams dijatuhkan di kotak penalti pada laga melawan Partizan.

Ketika musim baru dimulai, pro kontra soal kelayakan Juan Mata untuk dipertahankan mulai mencuat. Senioritas yang dimiliki diharapkan bisa membantu tim di atas lapangan. Akan tetapi, senioritas yang dimiliki tidak sejalan dengan performanya yang kini mulai melamban. Mata sudah habis dan nampak sudah kesulitan bersaing di kompetisi Premier League. Padahal ia sudah dimainkan pada posisi terbaik sekaligus posisi favoritnya. Kolaborasi Tifo Football dan The Athletic menyebut kalau Juan Mata sudah lupa dengan cara bermain sebagai nomor 10.

Hal itu diiyakan oleh si pemain. Dalam wawancara tersebut, Mata merasa kalau nomor 10 ‘murni’ seperti dirinya sudah tidak bisa lagi berguna di kompetisi sepakbola modern. Khususnya di kompetisi-kompetisi yang menuntut kekuatan fisik akibat tempo permainan yang semakin cepat.

“Tipe pemain nomor 10 seperti saya ini sebenarnya tidak punah, tetapi seperti tidak berguna lagi. Di masa lalu, ada pemain nomor 10 murni yang bermain di belakang satu sampai dua striker. Dengan sistem yang berbeda sekarang, posisi itu telah berkembang menjadi yang berbeda. Tetapi, ini adalah permainan yang saya sukai, di mana bakat alami membawa Anda menjadi yang terbaik dari mereka dan mereka kemudian mengubah gaya main tersebut dengan sesuatu yang tidak dilihat orang lain,” kata Mata.

“Mungkin karena permainan juga menuntut lebih banyak di sisi fisik. Permainan ini sekarang menjadi lebih cepat dan Anda harus siap secara fisik itu. Jika Anda berbicara dengan pemain yang bermain di tahun-tahun lampau, maka mereka akan memberi tahu hal yang sama kalau sekarang permainan menjadi lebih cepat. Anda harus siap dalam hal itu,” tuturnya.

Dari komentar tersebut, Mata nampaknya mengaku kalau dirinya sudah tidak bisa lagi mengikuti ritme cepat Premier League. Ia merasa kalau fisik menjadi kendala yang membuatnya tidak bisa mengeluarkan permainan terbaiknya.

Hal ini sebenarnya sudah terlihat sejak Mata dilatih Jose Mourinho. Dirinya sudah tidak selincah ketika ia masih membela Valencia maupun pada awal-awal ketika dia masih memperkuat Chelsea. Kreativitasnya terkadang langsung mandek ketika lawan melakukan pressing kepadanya. Tidak ada lagi aksi-aksi individu Mata yang membuatnya disegani di Valencia hingga dibeli mahal oleh Chelsea.

Alasan ini yang mungkin membuat Solskjaer memarkirnya dalam tiga pertandingan terakhir dan lebih percaya kepada Jesse Lingard dan Andreas Pereira yang memiliki kecepatan jauh lebih baik dibanding dirinya. Pindah klub pada bulan Januari nanti ke liga yang tidak menuntut kekuatan fisik bisa menjadi opsi yang ideal bagi jebolan akademi Real Madrid ini.