Hampir semuanya sudah tahu kalau era 80-an adalah era dari Liverpool. Kesebelasan berjuluk The Reds ini menjadi penguasa di sepakbola Inggris dan tiga kali menjadi juara Piala Champions dengan dua final diantaranya berhasil mereka menangkan. Bahkan mereka juga menjadi juara pada ajang piala domestik.
Akan tetapi, Liverpool bukannya tanpa masalah pada era tersebut. Meski mereka rajin menjadi juara liga, namun mereka kerap kesulitan ketika bertemu dengan Manchester United, khususnya ketika bermain di Anfield. Sepanjang 10 musim (1980/1981-1989/1990), Liverpool hanya menang satu kali di kandang, lima kali imbang, dan empat kali menderita kekalahan.
Tidak hanya itu, dari 10 pertandingan tersebut, tercatat ada beberapa laga yang sangat menarik. Salah satunya adalah yang terjadi pada tanggal 4 April 1988. Ketika itu, United bangkit dari ketertinggalan dan membawa pulang satu poin dalam laga yang berakhir imbang 3-3 tersebut.
Saat itu, Liverpool tampak ditakdirkan akan menjadi juara karena sudah unggul 11 poin dari Setan Merah. Mengingat saat itu pertandingan ke-35 bagi United, maka secara matematis mereka masih punya peluang untuk menjadi juara Divisi Satu untuk pertama kalinya sejak 1967.
Akan tetapi, United sudah bertanding dua laga lebih banyak dari Liverpool. Inilah yang membuat banyak pihak meyakini kalau hasil pertandingan ini tidak akan memengaruhi mereka untuk menjadi juara liga yang ke-17. Jika Liverpool menang, maka mereka butuh satu angka saja untuk menjadi juara. Walau begitu, Alex Ferguson tetap menolak untuk menyerah.
“Kemenangan akan menyisakan selisih delapan poin antara kami dan mereka bisa sedikit gugup,” ujarnya memberikan psywar.
Tanda-tanda kegugupan Liverpool langsung terlihat pada menit ketiga. United mencetak gol melalui Bryan Robson. Captain Marvel saat itu memanfaatkan bola kiriman dari Peter Davenport untuk mengalahkan Bruce Grobbelaar.
Sayangnya, Robson justru menjadi andil dari dua gol Liverpool yang dibuat oleh Peter Beardsley dan Gary Gillespie tujuh menit sebelum babak pertama berakhir. Ia gagal melakukan tekel kepada Ray Houghton pada gol pertama, dan Peter Beardsley pada gol kedua. Skor 1-2 bertahan hingga babak pertama kelar.
Babak kedua juga tampaknya tidak memihak United. Semenit setelah peluit babak kedua ditiup, Liverpool menambah gol melalui sepakan jarak jauh Steve McMahon. Keadaan bagi skuat Alex Ferguson justru bertambah parah setelah Collin Gibson diusir oleh wasit karena melakukan pelanggaran.
Yang menarik, Manchester United justru bermain lebih menekan setelah kehilangan satu pemain. Bahkan komentator, John Montson, menyebut kalau Manchester United akan terancam bahaya jika mereka tidak disiplin. Komentar tersebut justru membuat United bisa menambah dua gol untuk menyamakan kedudukan.
Robson membayar dua kesalahannya dengan nyamakan kedudukan pada menit ke-66 setelah sepakannya yang membentur John Barnes berhasil mengecoh Grobbelaar. Selang 12 menit kemudian, Gordon Strachan lepas dari kawalan pemain belakang Liverpool dan berada dalam posisi bebas untuk menerima bola Peter Davenport sebelum ia mencetak gol. Gol yang membuat Anfield menjadi hening ditambah dengan perayaan Strachan yang seolah-olah sedang merokok.
Comeback dari ketertinggalan, bermain 10 orang, dan kembali tidak kalah di Anfield, membuat pertandingan ini sebenarnya dimenangkan oleh United meski tidak dalam arti yang sesungguhnya. Itu juga yang dialami oleh Ferguson. Akan tetapi, sang manajer sempat kecewa sangat berat terutama kepemimpinan wasit yang ia anggap terlalu memihak Liverpool.
Sesuai dengan rivalitas kedua kesebelasan, pertandingan ini menyajikan tensi tinggi. Terutama ketika skor sudah 3-1 untuk Liverpool. Saat itu, tekel-tekel tinggi, perebutan bola dengan benturan kaki ke kaki menjadi pemandangan yang muncul. Apes bagi United, karena mereka yang harus menerima nasib bermain dengan 10 orang.
“Saya bisa paham kenapa klub-klub meninggalkan Anfield dalam keadaan muak dan geram karena tahu kalau mereka telah dikerjai oleh wasit. Saya tidak mengerti bagaimana kepemimpinan wasit ini. Ia seolah-olah terintimidasi oleh suasana yang dinikmati Liverpool bertahun-tahun,” kata Ferguson.
“Collin Gibson diusir dari lapangan karena menjauhkan bola, sebuah keputusan terbodoh yang pernah dilakukan. Tekel yang sebenarnya tidak layak membuatnya diberi kartu merah karena Steve McMahon beberapa kali melakukan pelanggaran tapi lolos dari pengamatan wasit,” sambungnya.
Ucapan provokatif ini ditanggapi dengan sama kerasnya oleh Kenny Dalglish yang membuat perseteruan kedua manajer ini semakin panas. Sambil menggendong anaknya, Lauren, yang berusia baru enam minggu, King Kenny menyebut ucapan Fergie tidak masuk akal.
“Sebaiknya, dia bicara dengan putriku. Kamu akan lebih mengerti jika bicara dengannya,” kata Kenny.
Hasil ini tidak membuat posisi keduanya berubah di klasemen. Liverpool pada akhirnya kembali menjadi juara Liga Inggris untuk ke-17 kalinya dengan 90 poin. Di sisi lain, United mengakhiri kompetisi liga sebagai runner-up berselisih sembilan poin dari Liverpool. Sebuah pencapaian yang cukup positif karena musim 1987/1988 adalah musim penuh pertama seorang Alex Ferguson memimpin klub.