Selepas membawa Manchester City meraih gelar Piala FA pekan lalu, Manchester City mengumumkan kalau usim ini menjadi musim terakhir bagi kapten mereka, Vincent Kompany. Setelah 11 musim memperkuat The Cityzens, pemain asal Belgia ini melangkah keluar Manchester untuk kembali ke pangkuan klub lamanya, Anderlecht, sebagai player manager.
“Meskipun luar biasa, sudah tiba saatnya bagi saya untuk pergi. Ini musim yang bagus untuk pergi. Saya tidak bisa merasakan apa-apa selain rasa terima kasih. Saya berterima kasih kepada semua yang sudah mendukung saya di klub yang sangat istimewa ini. Saya tidak akan pernah melupakan para penggemar yang setia kepada saya baik di saat baik maupun di saat yang buruk,” tuturnya.
Kontrak Kompany sendiri berakhir pada musim ini. Manchester City memutuskan untuk tidak memperpanjang kontraknya akibat serangkaian cedera yang ia alami. City butuh regenerasi di semua lini khususnya lini belakang. Hal itu harus dimulai dengan melepas Kompany yang kebugarannya perlahan mulai menurun.
Beruntung, Kompany keluar dengan status sebagai pemenang. Ia pergi saat City baru saja membuat rekor sebagai kesebelasan Inggris pertama yang bisa menyabet seluruh gelar domestik dalam satu musim. Piala FA menjadi piala terakhir yang ia angkat setelah bermain 90 menit penuh dalam kemenangan 6-0 melawan Watford. Total sudah 12 gelar yang ia raih bersama klub milik Sheikh Mansour tersebut.
Perjudian Besar Kompany
Saat melangkah menuju panggung sepakbola Inggris, Vincent Kompany sebenarnya melakukan perjudian yang sangat besar. Pada 2008, ia memutuskan untuk bergabung dengan Manchester City yang saat itu belum menjadi klub besar seperti sekarang. Saat pertama kali datang, City baru saja diambil alih oleh Sheikh Mansour dan langsung membeli Kompany senilai 6 paun dari Hamburg SV.
Padahal, Kompany bisa saja bergabung dengan kesebelasan besar Eropa. Salah satunya adalah Manchester United. Seperempat dekade lalu, United menjadikan pemain yang sekarang berusia 33 tahun tersebut sebagai incaran.
Hal itu bisa kita lihat dalam buku autobiografi Sir Alex Ferguson yang berjudul Leading. Pada halaman belakang buku tersebut, terlampir dokumen pemain Manchester United untuk menghadapi musim 2004/2005. Saat itu, Sir Alex Ferguson berniat untuk membangun kembali timnya yang musim sebelumnya tidak bisa bersaing dengan Arsenal dan Chelsea yang menduduki posisi dua teratas.
Dalam dokumen tersebut, Ferguson membagi kelompok pemainnya ke dalam empat bagian yaitu ‘tim utama’, ‘surplus atau pemain yang siap dilepas’, ‘pemain muda’, dan yang terakhir adalah ‘pemain incaran’. Nama Kompany masuk dalam daftar incaran Sir Alex Ferguson untuk pemain belakang.
Saat itu, Sir Alex fokus terhadap sektor pertahanan. Hal ini tidak lepas dari absennya Rio Ferdinand yang dihukum delapan bulan tidak boleh bermain bola karena insiden doping yang menjeratnya awal tahun 2004. Ada empat nama yang menjadi incaran Ferguson di lini belakang. Selain Kompany, mereka mengincar Gabriel Heinze (PSG), Philippe Mexes (Auxerre), dan Gerard Pique (Barcelona). Kompany sendiri saat itu masih memperkuat Anderlecht.
Pertandingan Liga Champions antara Anderlecht melawan Celtic pada 2003 menjadi awal dari rasa tertariknya Ferguson kepada Kompany. Akan tetapi, pada saat bersamaan Fergie terganggu oleh penampilan sayap lincah yang bermain untuk Celtic yaitu Liam Miller.
“Ketika saya pergi menyaksikan Celtic vs Anderlecht pada November 2003, saya sebenarnya ingin melihat Vincent Kompany. Namun, perhatian saya justru condong ke gelandang muda Celtic yang energik, yang tampil sangat tenang,” kata Ferguson seperti dilansir Manchester Evening News.
“Apa yang saya saksikan adalah seorang pemain tengah yang luar biasa. Pergerakannya dengan bola dan penetrasinya di lini tengah begitu luar biasa. Saya kepincut dengannya dan ketika meninggalkan Parkhead (kandang Celtic), saya bertekad untuk membawa Liam Miller ke United.” Pemain yang meninggal dunia pada Februari 2018 tersebut kemudian menandatangani perjanjian pra-kontrak dengan United dua bulan kemudian.
Ferguson sendiri nyatanya tidak melupakan Kompany. Akan tetapi, ia menjadikan Kompany sebagai target alternatif ketiga setelah Gabriel Heinze dan Philippe Mexes. Pada akhirnya, United merekrut Heinze dan Gerard Pique. Di sisi lain, Mexes bergabung ke AS Roma, sementara Kompany bertahan dua musim lagi bersama Anderlecht sebelum pindah ke Hamburg pada 2006.
“United sempat menginginkan saya. Akan tetapi, saya belum siap untuk ke sana (Inggris) karena saya masih fokus kepada pendidikan saya dan ibu saya menginginkan saya menyelesaikan pendidikan saya sebelum saya konsentrasi penuh kepada sepakbola,” tutur Kompany pada 2015 lalu.
Kegagalan Ferguson mendapatkan Kompany menjadi ironi tersendiri. Pada 2012, ambisi United untuk mempertahankan titel Premier League mereka rusak karena kekalahan United di Etihad Stadium yang disebabkan gol Kompany. Dari 20 gol yang ia ciptakan bersama City, sepuluh persennya ia buat ke gawang Setan Merah.
United sendiri baru mendapatkan lini belakang yang solid setelah mendatangkan Nemanja Vidic, enam bulan sebelum Kompany pindah ke Jerman. Keputusan menolak United untuk berlabuh bersama City merupakan keputusan yang tepat mengingat di sana Kompany menjadi sosok pemimpin dan pemain yang paling berpengaruh bagi City.
Meski kegagalan mendapat Kompany bisa ditutupi dengan sosok Vidic, namun tetap saja United mendapatkan sedikit kerugian atas kegagalannya tersebut. Seandainya Ferguson benar-benar berhasil merekrut Kompany sebelum ia pergi ke City, maka bukan tidak mungkin nama Chris Smalling atau Phil Jones tidak pernah terbersit oleh Sir Alex Ferguson untuk direkrut.