Foto: Pinterest

Pada musim 2005/2006 Manchester United kembali gagal meraih trofi Premier League. Meski begitu, Sir Alex Ferguson berhasil menutup musim itu dengan raihan gelar Piala Liga. Gelar yang disebut menjadi awal mula kembalinya kejayaan United sekaligus menjadi raihan perdana di era keluarga Glazer.

Musim 2005/2006 menjadi salah satu musim yang penuh gejolak bagi Setan Merah. Roy Keane pergi meninggalkan United, mereka juga tersingkir di babak grup Liga Champions untuk pertama kalinya sejak 1994/1995, mereka juga kembali puasa gelar liga untuk tiga musim beruntun, puasa gelar terlama United semenjak era Premier League.

Hubungan penggemar dengan klub juga sempat merenggang. Hal ini disebabkan dengan diambil alihnya kepemilikan United oleh keluarga Glazer. Orang Amerika ini dianggap hanya ingin menjadikan United sebagai mesin pencetak uang dan tidak memiliki hasrat untuk meraih prestasi di dunia olahraga. Keadaan semakin ruwet setelah banyak pendukung United yang memilih mendukung FC United of Manchester. Sebuah langkah yang membuat banyak dari mereka mendapat kritik dari Sir Alex Ferguson.

Akan tetapi, selalu ada berkah dari sebuah musibah. Pada musim 2005/2006, United sebenarnya tidak kering-kering amat soal prestasi. Akhir musim kompetisi ditutup dengan raihan Piala Liga yang dulu bernama Piala Carling. Sebuah trofi yang seolah menjadi pertanda kalau masa kejayaan mereka akan kembali.

Perjalanan United dimulai pada 26 Oktober 2005 ketika mereka menjadi tuan rumah untuk Barnet pada babak ketiga. Laga berjalan dua menit, ketika kiper Barnet, Ross Flitney, harus diusir dari lapangan karena menyentuh bola di luar areanya. Hal ini membuat mereka harus mengorbankan satu pemainnya untuk digantikan oleh penjaga gawang. Penyerang mereka, Louis Soares yang harus digantikan meski belum sama sekali menyentuh bola.

Berisi skuat muda, United menang dengan skor 4-1 melalui gol Liam Miller (meninggal 2018 lalu), Giuseppe Rossi, Kieran Richardson, dan Sylvan Ebanks-Blake. Hasil ini membawa United ke babak selanjutnya untuk bertemu West Bromwich Albion. Laga babak keempat ini diawali dengan momen emosional yaitu mengheningkan cipta untuk mengenang George Best yang meninggal lima hari sebelumnya. Beruntung, United bisa memberikan kemenangan 3-1 melalui gol Cristiano Ronaldo, Louis Saha, dan John O’Shea. Skor serupa juga terjadi pada babak kelima ketika menghadapi Birmingham City. Kali ini, gol dicetak oleh Louis Saha (dua gol) dan Park Ji-Sung.

Pada babak semifinal, United dipertemukan dengan oleh Blackburn Rovers. Pada musim tersebut, mereka bukanlah lawan yang bisa dikalahkan. Di Premier League saja, United kalah dua kali setiap bertemu Blackburn dengan skor 1-2 (kandang) dan kalah 4-3 (tandang). Tanda-tanda kesulitan mengalahkan Rovers kembali muncul ketika pada leg pertama, United bermain imbang 1-1 di Ewood Park. Beruntung bagi United karena laga ini berlangsung dua leg sehingga mereka punya kesempatan membalaskan dendam di kandang. Hal itu yang berhasil dilakukan oleh Ruud Van Nistelrooy dan Louis Saha ketika masing-masing golnya membawa United menang 2-1 pada leg kedua.

Banyak yang memprediksi kalau United akan bertemu Arsenal. Hal ini dikarenakan The Gunners hanya bertemu dengan Wigan Athletic. Tertinggal 1-0 pada leg pertama, Arsenal punya peluang untuk lolos setelah mereka unggul 2-0 pada leg kedua. Naas, semenit sebelum babak extra time berakhir, mereka kebobolan oleh Jason Roberts. Jadilah di final, United berhadapan dengan The Latics.

Sir Alex Ferguson begitu serius memandang ajang ini. Ia menurunkan skuat utama termasuk dua idola United saat itu, Cristiano Ronaldo dan Wayne Rooney. Seperti yang sudah diprediksi sebelumnya, United berhasil mengalahkan anak asuh Paul Jewell tersebut dengan mudah. Di stadion Millenium Cardiff, Setan Merah menang telak 4-0 melalui gol Wayne Rooney (dua gol), Louis Saha, dan Cristiano Ronaldo.

Bagi Sir Alex, ajang Piala Liga kerap menjadi tempat bagi dirinya untuk memainkan pemain-pemain muda. Sebelumnya, ia tidak terlalu membidik piala ini. Hal itu bisa dilihat dari fakta kalau trofi Piala Liga 2006 adalah trofi kedua mereka sepanjang sejarah.

Akan tetapi, trofi ini memiliki makna berbeda. Ini menjadi sinyal kalau United masih serius meraih gelar. Fergie sendiri kemudian berkata kalau trofi tetaplah sebuah trofi yang harus diperjuangkan. Ini juga yang diungkapkan oleh Gary Neville, kapten kesebelasan.

“Dulu, piala ini akan berada di tempat sampah karena berasal dari kompetisi yang rendah. Tapi, lama kelamaan trofi ini menjadi penting terutama bagi klub-klub besar,” kata kakak kandung Phil Neville ini.

Selain sebagai titik awal kebangkitan United dan trofi pertama era keluarga Glazer, gelar tersebut juga didekasikan oleh Alan Smith. Mantan pemain Leeds United ini mengalami cedera parah pada Januari 2006 setelah mencoba menahan sepakan John Arne Riise. Saat pengalungan medali, seluruh penggawa United mengenakan kaus putih bertuliskan “For You Smudge” sebagai ucapan semangat kepadanya agar bisa kembali bermain seperti sebelumnya.

Sayangnya, ada noda dari keberhasilan United meraih gelar Piala Liga 2006. Selepas final, hubungan Ruud van Nistelrooy dengan Sir Alex Ferguson dikabarkan merenggang. Penyerang Belanda ini merasa kecewa karena Ferguson memilih untuk memainkan Louis Saha ketimbang dirinya. Saat itu Fergie punya pembelaan kalau ia tidak bisa meninggalkan Saha karena keberhasilan United melaju ke final lebih banyak karena kontribusi penyerang asal Prancis tersebut ketimbang Nistelrooy.