20 September 2009 menjadi tanggal yang dikenang oleh seluruh suporter Manchester United. Pasalnya, saat itu mereka berhasil memenangi laga derby melawan Manchester City dengan skor 4-3. Bukan hanya sekadar hujan gol, pertandingan tersebut dimenangkan United melalui cara yang dramatis yaitu gol Fergie Time yang menjadi identitas klub di era Sir Alex Ferguson.
Laga itu terasa sangat spesial karena United memainkan laga derby pertamanya tanpa Cristiano Ronaldo yang dijual ke Real Madrid. Di kubu City, mereka datang ke pertandingan ini membawa modal berupa pembelian gila-gilaan mereka pada musim panas termasuk pembajakan Carlos Tevez yang menimbulkan keriuhan berkat poster ‘Welcome to Manchester.’
United unggul cepat melalui Wayne Rooney pada menit ke-2. Namun tidak berselang lama, Gareth Barry menyamakan kedudukan memanfaatkan kesalahan Ben Foster. Jual beli gol lalu terjadi pada babak kedua. Darren Fletcher sukses mencetak gol memanfaatkan umpan silang Ryan Giggs pada menit ke-49. Namun hanya berselang tiga menit, Craig Bellamy menyamakan kedudukan melalui sepakan keran ke pojok kanan atas gawang Foster.
Giggs kembali memberi asis yang lagi-lagi disambut kepala Fletcher pada menit ke-80. Merasa bisa meraih kemenangan, United justru kecolongan pada menit terakhir. Kesalahan konyol Rio Ferdinand mempermudah jalan Bellamy untuk membuat skor seri 3-3. Namun laga ternyata belum habis pada saat itu.
Dalam proses yang kerap disebut sebagai “serangan terakhir”, Rooney menendang bola dari tengah yang sukses dihalau salah satu pemain City. Bola kemudian jatuh tepat di kaki Giggs. Pemain asal Wales tersebut kemudian mengirimkan bola direct kepada Owen yang tidak terjaga dan langsung mencetak gol ke gawang Shay Given. Gol tersebut kemudian disambut gemuruh Old Trafford yang berlompatan bak ombak besar yang datang dari tengah laut.
Darren Fletcher menjadi bintang berkat dua golnya. Bahkan Ryan Giggs menjadi pemain terbaik karena hattrick asis yang diberikan. Namun sorotan mata sudah pasti mengarah kepada Michael Owen, sanga pahlawan kemenangan pada saat itu.
“Saat itu, Micah Richards berada di luar areanya. Saya bisa mencium peluang itu. Saya bersusah payah untuk tidak memberi tanda kalau saya berada di posisi yang menguntungkan. Saya kemudian memilih diam di sana dan menunggu umpan Giggs. Tidak ada bola yang tidak bisa dimainkan Giggs. Saya mencoba menarik posisi saya untuk memberinya jarak tiga sampai empat yard untuk dilewati,” tutur Owen mengenang gol tersebut.
“Dalam hitungan detik, saya menimbang sudut dan persentase. Memperlebar akan mempermudah Giggs memberi umpan namun saya akan sulit menyelesaikannya. Umpan Giggs akan terasa percuma jika posisi saya sempit. Selain itu, umpannya pun jangan terlalu keras karena bisa membuat sentuhan pertama saya menjadi buruk.”
“Saya mengangkat tangan saya pada saat terakhir, hanya untuk memastikan dia melihat saya. Dia mengangkat kepalanya dan mengayunkan kaki kirinya yang sesuai kebiasaannya itu. Bagi Giggs, umpan seperti itu mudah tapi saya berada dalam tekanan.”
Gol tersebut jelas terasa spesial. Bagaimana tidak, ia berstatus pendatang baru di United dan langsung diberi mandate memakai nomor tujuh peninggalan Ronaldo. Gol ke gawang City juga menjadi penegas kalau ketajamannya masih ada. Maklum saja, kedatangan Owen saat itu disambut kritikan karena usia dan performanya yang tidak lagi sama seperti ketika ia masih muda.
“Saya melihat penyelesaian akhir yang serupa dengan itu selama bertahun-tahun. Tidak ada kegugupan karena semuanya praktis dan menjadi gol. Namun dalam situasi imbang 3-3, derby Manchester, situasnya terasa sangat dahsyat.”
“Old Trafford pun meledak. Manajer dan sesama pemain mengepung saya. Rio Ferdinand menjadi orang paling lega karena kesalahannya yang menyebabkan gol ketiga (Ferdinand mencium Owen setelah mencetak gol). Selama merayakan gol, ada kalimat temosional dari dia berbunyi ‘Anda baru saja menyelamatkan hidup saya, sobat.’ Saya tahu kalau saya akan selalu diingat dengan gol itu dan saya hidup untuk momen-momen seperti itu. Saya telah membat gol bersejarah dalam permainan yang begitu penting,” tutur Owen yang ia tuangkan dalam buku autobiografinya.
Laga ini sendiri diwarnai protes dari Mark Hughes. Ia menganggap kalau waktu sudah melewati batas injury time yaitu empat menit. Gol itu sendiri memang terjadi pada menit ke-96. Namun wasit Martin Atkinson memberi alibi kalau menit sengaja ditambah karena City menghabiskan banyak waktu ketika merayakan gol ketiga. Aksi Hughes ini kemudian disindir oleh Sir Alex Ferguson.
“Kadang Anda punya tetangga yang selalu ribut. Anda tak bisa melakukan apa pun. Mereka akan selalu ribut. Anda harus terus menjalani hidup, menyalakan televisi, dan mengeraskan suaranya sedikit,” tutur Fergie.
Berkat gol dramatis Owen, laga ini terpilih sebagai pertandingan terbaik sepanjang sejarah Premier League dalam acara peringatan 20 tahun kompetisi yang sudah berlangsung sejak musim 1992/93 tersebut. Derby Manchester 2009 unggul dengan suara 18%, disusul laga Liverpool 4-3 Newcastle United (1995/96) dengan 15%. Pada urutan ketiga ada pertandingan antara Liverpool melawan Arsenal musim 2008/09 yang berakhir 4-4 dengan suara sebanyak 14%.