Foto: ManUtd.com

Mencetak gol merupakan target semua striker yang ada di bumi ini. Ada perasaan lega yang hadir karena mereka berhasil menyelesaikan tugasnya dengan baik di lini depan. Apalagi jika berhasil membuat lebih dari satu gol, sudah pasti perasaan lega tersebut bercampur dengan kegembiraan yang luar biasa.

Itulah yang dirasakan Andy Ritchie pada 24 Maret 1979. Ketika usianya baru 18 tahun, ia berhasil mengejutkan publik Old Trafford ketika menjadi pahlawan United dalam pertandingan Roses Rivalry melawan Leeds United. Skuat asuhan Dave Sexton tersebut menang telak dengan skor 4-1 dan tiga gol diborong oleh Andy.

“Kamu jelas memimpikan momen seperti itu. Sebagai pemain United dan sebagai striker Anda bermimpi mencetak gol sebanyak yang Anda bisa. Membuat tiga gol di Old Trafford, dan mencetak satu lagi di sana sepanjang karier saya, benar-benar luar biasa,” kata Andy di laman resmi klub.

Sebenarnya, keputusan memainkan Andy sifatnya karena terpaksa. Lini depan United saat itu diisi oleh Joe Jordan yang juga mantan penggawa Leeds. Namun beberapa saat sebelum kick-off, ia dimainkan untuk menggantikan Joe. Hanya dalam tempo 10 menit, ia langsung membuat dua gol melalui tendangan kaki kanan dan sundulan. Gol ketiga dicetak oleh Mickey Thomas jelang babak pertama berakhir. Leeds sempat mencetak satu gol, namun Andy kemudian membuat jarak kembali berselisih tiga gol melalui sepakan kaki kiri.

Bukan sembarang hat-trick yang dibuat oleh Andy melainkan hat-trick sempurna melalui kaki kanan, kaki kiri, dan kepala. Tiga gol yang dibuat ke gawang rival abadi. Hari yang sudah pasti luar biasa bagi pemain muda seperti Andy. Yang menarik, ia hanya bisa mengingat gol pertama dan kedua. Pikirannya samar ketika diminta untuk mengingat gol ketiga.

“Saya (hanya) ingat dua gol. Yang pertama melalui kaki kanan, satu dari sundulan. Aneh karena sebenarnya saya benar-benar ingat semua gol saya. Gol ketiga mungkin bukan dari kaki kiri, tapi saya juga tidak tahu, namun yang pasti itu adalah kenangan luar biasa. Anda hanya bisa gembira karena mendapat pujian dan tepuk tangan meriah dari para penggemar sekaligus mendapat bola di akhir pertandingan. Sesuatu yang tidak akan bisa saya lupakan.”

Tiga gol yang sangat spesial. Ia menjadi pemain ketiga sepanjang sejarah United dan pemain terakhir yang bisa mencetak hat-trick ke gawang Leeds. Selain Andy, Stan Pearson dan Dennis Violet adalah pemain yang bisa mencatatkan hal serupa kepada kesebelasan yang bermarkas di Elland Road tersebut.

Andy sendiri sebenarnya bukan pemain utama United. Pada musim pertamanya (1977/1978), ia adalah pilihan ketiga setelah Joe Jordan dan Stuart Pearson. Musim berikutnya, namanya kembali tergusur karena kedatangan Jimmy Greenhoff. Kepergian Stuart ke West Ham pada 1979 juga tidak mengubah nasib Andy di United.

Ia hanya tiga tahun berkarier di sana dan mencetak 13 gol dari 42 penampilan. Namun yang membuat namanya terus dikenang oleh pendukung Setan Merah adalah enam dari 13 gol itu dibuat dari dua laga saja alias mencetak dua hat-trick. Selain Leeds, Tottenham juga menjadi korban keganasan Andy pada April 1980.

Pada usia yang belum genap 20 tahun, Andy meninggalkan United untuk bergabung dengan Brighton and Hove Albion. Bersama The Seagulls, ketajaman meningkat dan mencetak 26 gol selama tiga musim. Ia melewatkan kesempatan bertemu United ketika mereka sukses melangkah ke final Piala FA 1983. Saat itu, ia memilih untuk hijrah ke Leeds, tim yang pernah ia permalukan tiga kali.

Andy Ritchie ketika bermain melawan Aussie Legends pada 2016 (Foto: Zimbio)

“Dave Sexton berkata kalau saya bisa pindah ke Newcastle, Aston Villa, dan Chelsea. Namun ketika ia berkata ada Brighton, akhirnya saya memilih bermain di sana. Saya kecewa tapi saya harus pergi dari United demi bisa bermain lebih sering. Dari sudut pandang pemain, keputusan itu sulit dilakukan, tetapi langkah itu (pergi dari United) juga muncul dari hati saya sendiri,” tuturnya.

Sepanjang kariernya, Andy bisa dibilang adalah salah satu striker yang tajam di depan gawang. 210 gol ia buat dari 661 penampilan di liga domestik. Meski begitu, kebanyakan tim yang ia perkuat adalah tim-tim kelas menengah. Masa-masa terbaiknya adalah ketika ia memperkuat Oldham Athletic. Delapan tahun bermai, ia membuat 104 gol di kompetisi liga.

Meski kecewa karena tidak bisa tinggal lama di United, namun Andy tidak bisa menghilangkan kenangan indah tersebut. Dua kali mencetak tiga gol adalah sebuah pencapaian yang tidak bisa dibuat oleh sembarangan pemain. Hanya mereka yang terpilih saja yang bisa melakukannya dan Andy adalah pemain yang beruntung tersebut.

“Di United saya belajar tentang menjadi yang terbaik semampu saya, namun tidak lupa untuk menginjak kaki di bumi. Saya tidak bisa berkata banyak karena sulit diungkapkan dengan kata-kata. Rasanya istimewa bisa menjadi bagian dari klub ini.”