George Best. (Foto: Telegraph)

“Bos, saya pikir saya telah menemukan pemain jenius,” begitulah isi telegram Bob Bishop, pemandu bakat United, yang ia kirimkan kepada Matt Busby. Ketika itu, ia menemukan pemuda berusia 15 tahun dengan tubuh kurus dan postur tidak terlalu tinggi namun memiliki kemampuan olah bola yang mumpuni.

Itulah momen ketika Bob menemukan pemuda Belfast bernama George Best. Dua tahun sejak kejadian itu, Best kemudian menjadi penggawa utama Manchester United dan menjadi salah satu pemain penting dalam skuad Sir Matt Busby. Bahkan ia langsung membawa United meraih gelar liga pada musim penuh pertamanya sebagai anggota utama skuad United.

Best tidak hanya menjadi pemain penting, tapi juga seorang idola. Wajahnya begitu tampan dan penuh dengan kharisma. Ia memperkuat tim besar seperti Manchester United. Decak kagum selalu hadir ketika ia sedang membawa bola. Trik-triknya bahkan bisa membuat pemain belakang seperti merasa dipermalukan.

“Saya diberi arahan oleh manajer bahwa saya harus menjaga pemain muda yang baru melakukan debut dari tim akademi. Lalu saya berpikir kalau itu semua mudah untuk dilakukan karena dia ternyata masih bocah. Menit-menit awal saya bisa menghalanginya, namun itu hanya berlangsung 15 menit,” kata Graham Williams, pemain West Brom yang merasakan betapa pusingnya mengawal Best dalam debut si pemain.

Graham saat itu bercerita kalau setelah 15 menit, Best mulai melewatinya berkali-kali. Bahkan, apa yang dilakukan Best kepada Graham sanggup membuat mertuanya tidak menyukai sang menantu dan menjadi penggemar Best.

Sinar Best semakin berkilau ketika ia disebut first media celebrity footballers. Ia mulai disebut-sebut sebagai ‘El Beatle’ atau ‘The Fifth Beatle’ alias anggota kelima dari band besar asal Inggris, The Beatles. Bersama Denis Law dan Bobby Charlton, mereka dikenal sebagai ‘The United Trinity’. Tiga pemain menakutkan yang dimiliki oleh Busby.

Pamornya terus meningkat ketika membawa Setan Merah meraih gelar liga dan Piala Champions pada 1967/1968 yang merupakan musim terbaik Best ketika ia mencetak 32 gol di semua kompetisi. Puncaknya adalah ketika ia mengangkat trofi Ballon d’Or di tahun yang sama ketika ia menjadi pemenang Piala Champions.

Sepanjang karier Best, ia membuat 179 gol dari 470 penampilan. Dia adalah salah satu pemakai nomor tujuh terbaik yang pernah ada sekaligus salah satu pemain terbaik United sepanjang sejarah.

Menukik Karena Gaya Hidup Berantakan

Karier Best di United melesat laksana kilat. Pada usia 17 tahun ia lansung menjadi sensasi di dunia sepakbola. Sayangnya, karier Best juga meredup dengan cepat. Ia memang bertahan selama sebelas musim, namun dalam dua musim terakhirnya Best sudah tidak lagi menakutkan seperti dulu.

Ia meninggalkan United pada 1974 ketika usianya 28 tahun. Usia yang masih cukup produktif. Seandainya dia masih konsisten, bukan tidak mungkin ia bertahan lebih lama lagi dan jumlah caps dan golnya bisa melebihi Denis Law atau bahkan Wayne Rooney. Namun, mau bagaimana lagi, permainan Best sudah berantakan sebelum usianya memasuki kepala tiga.

Tidak ada lagi trofi, yang ada hanya sensasi dan kontroversi. Mendekati ujung karier, Best lebih sering mendapat masalah. Mulai dari sanksi larangan bermain, perkelahian di sebuah bar, hingga bolos latihan.

Bahkan pertandingan terakhir Best terjadi pada saat United melawan QPR tanggal 1 Januari 1974 alias empat bulan sebelum kompetisi benar-benar berakhir. Laga melawan QPR menjadi pertandingan terakhirnya. Tiga hari kemudian, dia tidak nongol di tempat latihan. Best justru diberitakan ditangkap polisi karena mencuri mantel bulu, paspor, dan buku cek milik seseorang.

Masalah yang paling pelik adalah kecanduannya terhadap alkohol. Masalah ini yang sulit sekali dilepaskan bahkan hingga akhir hayatnya. Sangat ironis karena keluarganya di Belfast justru tidak tahu kalau Best mengalami kecanduan minuman haram tersebut semasa di Manchester.

“Jika alkohol tidak mengambil alih hidupnya, dia bisa memiliki seluruh bab kedua yang bisa kita bagi bersama” kata anak George, Calum Best. Betapa sakitnya hati Calum ketika ia sempat melihat langsung ayahnya pulang dalam kondisi mabuk dan menyerang Calum karena dianggap telah pacaran dengan tunangannya. Padahal, Calum saat itu masih berusia 14 tahun. Best mengeluarkan kata-kata makian bahkan mencekik anaknya sendiri.

“Aku melihat matanya kalau dia sebenarnya ingin berubah, tapi dia tidak bisa,” ujar Calum menambahkan.

Alkohol menjadi sohib kental Best seumur hidupnya. Best bahkan pernah nekat mencuri uang dari seorang wanita agar bisa membiayai minumnya. Calum sendiri pernah berkata kalau ayahnya akan selalu minum dari jam delapan pagi hingga jam delapan malam setiap hari. Benar-benar level kecanduan yang sudah begitu parah.

Gaya hidupnya semakin berantakan dengan kebiasaannya menghabiskan uang di meja judi dan kegemarannya berganti-ganti pasangan. Suatu ketika, seorang pelayan di sebuah hotel tempat Best menginap dibuat kaget ketika melihat kamar Best penuh dengan uang yang berserakan hasil kelihaian Best main judi, dan ada seorang wanita yang statusnya saat itu adalah Miss World.

“Aku menghabiskan banyak uang untuk minuman keras, wanita, dan mobil cepat. Sisanya, hanya terbuang sia-sia. Saya tidak tahu kenapa saya bisa begitu kecanduan dengan alkohol, dan saya juga tidak tahu kapan saya bisa berhenti,” kata Best dalam buku autobiografinya, Scoring at half time.

Best mencoba untuk berhenti dari kebiasaan buruknya tersebut dengan menjalani beberapa aktivitas lain seperti menjadi pundit. Ia juga sempat mendapat ‘teguran’ ketika fungsi hatinya hanya tersisa 20 persen akibat kebiasaan buruknya tersebut. Dia harus menjalani transplantasi hati yang membuatnya bertekad untuk benar-benar berhenti minum alkohol.

Sayangnya, Best tidak konsisten dengan ucapannya. Hanya setahun sejak operasi, ia kembali tidak bisa menahan rayuan alkohol. Dokter yang mengurusnya saat itu marah luar biasa karena pasiennya tidak konsisten dan seperti tidak berterima kasih kepada pendonornya.

Best mencoba menata kembali kehidupannya dengan berhenti minum alkohol dengan minum obat-obatan. Akan tetapi, efek samping obat tersebut justru membuat fungsi organ lain Best tidak berfungsi hingga ia kembali masuk ke rumah sakit karena ginjalnya tidak berfungsi.

Hingga akhirnya pada 25 November 2005, Best tidak sanggup lagi. Ia meninggal dunia pada usia 59 tahun dengan meninggalkan sebuah pesan singkat namun punya makna yang sangat dalam kepada orang-orang yang punya gaya hidup seperti dirinya.

George Best saat menjalani perawatan di rumah sakit. (Foto: Mirror)

Jangan mati seperti saya,” begitulah isi pesan tersebut.

Apa yang dia tanam itulah yang akan dia tuai. Perilaku sembarangan Best semasa muda membuat ia begitu menderita hingga ajal menjemputnya. Sungguh disayangkan, karena kariernya habis dengan cepat akibat gaya hidupnya yang begitu bermasalah. Meski begitu, Best tetaplah seorang legenda di dunia sepakbola yang layak untuk dikenang selamanya.