Foto: TalkSPORT

Setelah menang 1-0 atas Wolverhampton dan memperpanjang rekor unbeaten mereka yang mencapai sembilan pertandingan, Manchester United kembali dijagokan untuk kembali meraih tiga angka ketika menjamu Aston Villa pada hari pertama tahun baru 2021.

Berkaca dari rekor pertemuan, Setan Merah masih unggul dibanding klub kebanggaan kota Birmingham tersebut. United punya 99 kemenangan, sedangkan Villa punya 49 kemenangan. Tiga poin bagi salah satu tim akan membawa mereka mencapai milestone. United akan mencari kemenangan ke-100 atas Villa, sedangkan Villa akan meraih kemenangan ke-50 jika bisa mencuri tiga poin dari United.

Tim tamu sendiri tidak punya catatan yang bagus ketika menghadapi United. Khususnya di level Premier League. Dalam seperempat abad terakhir, mereka hanya menang dua kali atas United. Salah satunya terjadi pada 1995. Kemenangan yang tidak hanya bersejarah bagi para publik Aston Villa, namun juga meninggalkan kesan yang mendalam untuk penggemar Manchester United.

Pekan pertama musim 1995/1996 mempertemukan keduanya di Villa Park. Saat itu, United datang dengan target menjadi juara setelah sebelumnya mereka dipecundangi dua kali oleh Blackburn Rovers di Liga dan Everton pada final Piala Fa. Alih-alih memperkuat tim dengan merekrut pemain anyar, Alex Ferguson justru datang ke pertandingan dengan membawa bocah yang minim pengalaman bermain bersama mereka.

Ferguson menurunkan Gary Neville (20 tahun), Paul Scholes (20 tahun), Ryan Giggs (21 tahun), Phil Neville (18 tahun), dan Nicky Butt (20 tahun). Dari nama-nama ini, hanya Giggs yang pengalamannya sudah banyak. Jumlah ini belum ditambah dengan David Beckham (20 tahun), dan John O’Kane (20 tahun) yang berada di bangku cadangan.

Hal ini menjadi salah satu keputusan paling berani yang pernah dilakukan Ferguson sepanjang karier selain dijualnya Jaap Stam dan David Beckham. Pasalnya, United saat itu benar-benar butuh penguatan dari segi kedalaman skuad. Eric Cantona sedang dihukum delapan bulan imbas dari aksi kung-fu yang ia lakukan sebelumnya. Selain itu, Ferguson telah melepas Mark Hughes ke Chelsea, Andrei Kanchelskis ke Everton, dan Paul Ince ke Inter Milan. Namun, tidak ada yang menyangka kalau pengganti dari tiga pemain itu adalah anak-anak.

Benar saja. Pemain muda ini tampil begitu canggung menghadapi kerasnya Premier League. Mereka kalah dengan skor 3-1. Beruntung, pemain muda yang mendapat kritikan ini masih bisa memberikan kontribusi dalam wujud satu gol dari kaki David Beckham.

Kritikan paling keras datang dari pengamat sepakbola Inggris sekaligus mantan pemain Liverpool, Alan Hansen. Dalam aksinya di Match of the Day, Alan langsung mengeluarkan sebuah statement kalau apa yang dilakukan Ferguson dengan menurunkan mayoritas pemain muda adalah sebuah kesalahan besar.

“Saya melihat mereka punya masalah. Bukan masalah yang besar tapi ketika Anda kehilangan tiga pemain maka Anda harus menggantinya dengan membeli. Anda tidak bisa memenangkan apa pun dengan anak-anak (You can’t win anything with kids). Ketika Anda melihat susunan pemain yang berisi pemain muda, maka itu hanya membuat lawan merasa nyaman. Itu yang terjadi setiap kali Anda melawan anak-anak. Ferguson harus membeli pemain. Sesederhana itu,” kata Alan.

Ucapan yang kemudian akan selalu dikenang karena pada akhirnya merekalah tulang punggung keberhasilan tim ini kembali merebut gelar Premier League setelah sebelumnya sempat tertinggal hingga 12 poin hingga paruh kedua kompetisi. Skuad United saat itu menjadi skuad termuda yang menjadi juara liga dengan rataan usia 26 tahun 137 hari. Catatan yang kemudian dipatahkan oleh Chelsea milik Jose Mourinho pada 2004/2005 dengan catatan 25 tahun 312 hari.

Selain itu, para pemain ini menutup musim dengan gelar ganda. Satu gol Eric Cantona, yang sudah kembali dari hukuman, membuat United menjadi pemenang Piala FA setelah mengalahkan Liverpool, mantan kesebelasan Alan Hansen.

“Alan Hansen bilang kalau kami tidak akan bisa menang dengan anak-anak, padahal menurut saya kita tidak akan bisa menjuarai apa pun tanpa anak-anak. Anak-anak yang masih muda memberikan semangat fantastis bagi sebuah organisasi. Dia tidak akan lupa siapa yang memberinya kesempatan besar pertama kali,” kata Ferguson dalam bukunya Leading.

Pada akhirnya, pemain muda ini yang membawa United ke puncak kejayaannya yaitu tiga gelar pada musim 1998/1999 sebelum satu per satu mereka semua hengkang karena faktor taktikal, sikap, hingga usia.

Kutipan Alan Hansen kemudian menjadi salah satu momen ikonik yang pernah terjadi di sepakbola Inggris. Oleh Ferguson, kutipan tersebut digunakan olehnya untuk memberi semangat sebelum mengawali pertandingan, sementara Hansen harus rela menanggung malu mendapat olok-olok akibat ucapannya tersebut meski ia tetap santai dan menilai kalau penggemar United lebay menanggapi kalimatnya.

“Saya mungkin salah karena momennya dramatis. Sampai-sampai toko United memberi saya baju dengan kutipan tersebut di bagian depan. Itu bagus menurut saya. Saya mungkin salah pada saat itu, tapi kalaupun United tidak menjadi juara, kutipan tersebut masih akan berbunyi hingga sekarang,” kata Alan Hansen pada 2013 lalu.