Foto: Daily Record

Nama Sir Alex Ferguson memang akan selalu identik dengan Manchester United. Wajar sebenarnya mengingat sang gaffer memberikan 38 gelar laga selama 26 tahun keberadaannya di stadion Old Trafford. Akan tetapi, United bukan satu-satunya tim yang sukses ketika dilatih Fergie. Ada Aberdeen yang juga merasakan hal yang sama meski jumlah gelarnya tidak sebanyak yang didapat United.

Ferguson memimpin Aberdeen dari Juni 1978 hingga 6 November 1986. Ia meraih 272 kemenangan dari 459 pertandingan yang dilakoni. Delapan tahun bersama, Fergie memberikan 11 gelar dengan Piala Skotlandia menjadi gelar terakhirnya sebelum hijrah ke United. Tidak hanya itu, Ferguson juga membawa Aberdeen sebagai salah satu pengganggu dominasi Celtic dan Rangers yang sulit dihentikan.

Musim terbaik Fergie bersama Aberdeen adalah pada 1982/1983. Mereka memang tidak meraih gelar Liga Skotlandia saat itu. Akan tetapi, mereka sukses membawa dua gelar yaitu Piala Skotlandia dan Piala Winners yang menjadi raihan pertama Fergie pada kompetisi Eropa.

Keberhasilan Aberdeen menjadi juara Piala Winners tidak hanya mengharumkan nama kota mereka melainkan juga Skotlandia. Saat itu, Aberdeen menjadi tim ketiga Skotlandia yang bisa meraih gelar di Eropa setelah Glasgow Celtic pada Piala Champions 1967 dan Rangers pada Piala Winners 1972. Meski hanya turnamen level dua, namun tetap saja pencapaian ini membanggakan Skotlandia.

Piala Winners adalah ajang prestisius yang pernah ada di Eropa. Levelnya mendekati Piala Champions. Dulu, Piala Champions diperuntukkan kepada tim-tim juara liga saja, sedangkan mereka yang finis di bawah sang juara liga akan bermain pada kompetisi ini. Inilah kenapa turnamen ini juga tidak kalah bergengsi sebelum dilebur dengan Piala Uefa pada akhir 90-an.

Dalam perjalanannya, Aberdeen tampil cukup meyakinkan. Mereka menyingkirkan Sion dari Swiss dengan agregat 11-1 dalam Preliminary Round. Laga sulit kemudian mereka temui saat bertemu Dinamo Tirana. Beruntung, satu gol John Hewitt membawa mereka ke babak berikutnya.

Wakil Polandia, Lech Poznan kemudian menjadi korban Aberdeen pada babak kedua. Mereka menang 2-0 pada leg pertama, sebelum gol Douglas Bell pada leg kedua di Polandia membuat mereka menang agregat 3-0.

Kejutan terjadi pada babak perempat final. Di luar dugaan, Bayern Munich takluk dari Aberdeen dengan skor 3-2 saat bermain di kandang. Hasil ini membawa mereka lolos ke empat besar setelah pada leg pertama mereka bermain imbang tanpa gol.

Semifinal kemudian mempertemukan Aberdeen dengan wakil Belgia, Waterschei Thor. Ketika bermain di Pittodrie, Eric Black, Neil Simpson, Mark McGhee (dua gol), dan Peter Weir bergantian menyarangkan bola ke gawang Thor. Lawannya hanya mendapat satu gol yang dibuat pada 15 menit sebelum laga berakhir. Meski kalah 1-0 pada leg kedua, namun agregat 5-2 cukup membawa mereka ke Nya Ullevi, Gothenburg, tempat final dimainkan.

Lawan yang dihadapi Aberdeen adalah Real Madrid. Tim bertabur bintang ini jelas jauh diunggulkan ketimbang sang lawan yang datang dari Skotlandia. Akan tetapi, Fergie membuktikan kalau nama besar tidak menjamin sebuah tim akan meraih kemenangan.

Erick Black langsung menggertak Real Madrid ketika laga baru berjalan tujuh menit. Namun pada menit ke-14, Juanito menyamakan kedudukan melalui titik penalti. Kesalahan konyol dilakukan pemain Aberdeen yang membuat Santillana dijatuhkan oleh Jim Leighton di kotak penalti.

Tidak ada gol hingga babak kedua berakhir membuat laga dilanjutkan hingga perpanjangan waktu. Pada menit ke-112, pemain pengganti, John Hewitt berhasil mencetak gol setelah kepalanya lebih dulu mengenai bola sebelum kiper Madrid, Agustin, menerjangnya. Skor 2-1 dan bertahan hingga akhir laga.

Trofi ini menjadi pencapaian bersejarah bagi dirinya mengingat masa sulit pada awal kedatangannya. Saat itu, tidak semua pemain merasa bisa menerima metode kepelatihan Ferguson yang menekankan disiplin dan kerja keras. Selain itu, persiapan matang juga dilakukan menjelang final dengan mengumpulkan keluarga dari para pemain untuk memberikan semangat sebelum berangkat ke Swedia.

Keberhasilan Fergie semakin lengkap ketika beberapa bulan setelahnya, Aberdeen kembali mendapat satu trofi Eropa lagi dalam wujud Piala Super Eropa. Mereka sukses mengalahkan juara Piala Champions 1983, Hamburg, dengan kemenangan agregat 2-0.

Setelah trofi Piala Super Eropa, Fergie memberikan lima gelar tambahan lagi yaitu dua Liga Skotlandia, dua Piala Skotlandia, dan satu Piala Liga Skotlandia.

Mark McGhee pernah berujar, “Aberdeen bukanlah tempat yang tepat bagi kami untuk mendapat hasil cemerlang jika tanpa Ferguson yang berada di sana.” Kepergiannya ke Manchester United tidak hanya mengakhiri kebersamaan dia dengan para pemainnya, melainkan juga sebagai akhir dari kejayaan Aberdeen di Skotlandia maupun Eropa.