Ada kesamaan yang dimiliki oleh kota Manchester dan Milan. Meski keduanya bukan ibu kota negaranya masing-masing, namun mereka sama-sama memiliki kesebelasan sepakbola yang tangguh. Manchester memiliki United sebagai pemilik gelar juara liga Inggris terbanyak. Di sisi lain, AC Milan hadir sebagai representasi perwakilan Italia di kancah Eropa berkat tujuh gelar Liga Champions yang mereka punya.
Keduanya akan bertemu tengah pekan nanti. Sayangnya, pertemuan mereka bukan di Liga Champions melainkan Liga Europa, tempat yang sebenarnya ingin mereka hindari. Meski begitu, kesan big match tetap mencuat mengingat nama besar keduanya. Kesan seru juga terlihat dari rekor pertemuan keduanya yang masing-masing menang lima kali dan tidak pernah ada hasil imbang.
Selalu ada cerita dari pertemuan kedua kesebelasan. Tentu banyak yang masih ingat umpan ciamik Scholes kepada Rooney pada 2007. Atau, aksi Kaka yang membuat Patrice Evra dan Gabriel Heinze bertabrakan. Jangan lupa tanyakan Andrea Pirlo apa kesannya diikuti oleh Park Ji-Sung. Masih banyak cerita-cerita lain dari pertemuan kedua tim yang akan kami ceritakan melalui tulisan di bawah ini.
Pertama Setelah Bencana
1958 menjadi tahun yang paling menyedihkan bagi Setan Merah. Mereka kehilangan 8 pemainnya akibat kecelakaan pesawat bersejarah tersebut. Namun, United menolak berhenti. Sisa pertandingan yang mereka punya harus dijalankan demi mereka yang meninggal dunia.
Laga melawan AC Milan pada 8 Mei 1958 menjadi laga pertama mereka di Eropa setelah kejadian tersebut. Meski kehilangan banyak nyawa, namun United lolos ke semifinal Piala Champions kala itu. Sayangnya, mereka tidak bisa dipimpin Matt Busby yang hanya bisa terbaring di rumah sakit ketika itu.
Di luar dugaan mereka menang 2-1 pada leg pertama melalui Ernest Taylor dan Dennis Viollet, yang menjadi penyintas tragedi tersebut. Akan tetapi, United babak belur karena kalah 4-0 pada leg kedua di Milan.
11 tahun kemudian, keduanya bertemu lagi pada ajang dan fase yang sama. Kali ini, Matt Busby sudah pulih. Namun hasilnya tetap tidak memihak United. Milan kembali lolos dengan agregat 2-1 kala itu dalam pertandingan yang cukup menyulitkan bagi penggawa United.
“San Siro itu tempat menakutkan untuk main bola,” kata Denis Law yang pada pertandingan itu mengalami patah di giginya akibat benturan dengan Roberto Rosato. Pemain Skotlandia ini juga kecewa karena golnya dianulir wasit ketika bermain di Old Trafford.
“Seandainya gol itu dihitung, kami yang akan menjadi favorit untuk melawan Ajax. Saat itu, ajax bukan tim kuat di Eropa,” ujarnya. Pertandingan ini juga menjadi kali terakhir kiprah Matt Busby di Eropa bersama United sebelum mereka harus menunggu 24 tahun untuk bisa main kembali di ajang Eropa.
Era Sir Alex Ferguson
Ketika kembali bertemu pada 2005, Sir Alex Ferguson sudah menjalani 18 tahun kejayaannya di United. Namun dua tahun sebelumnya, Milan menjadikan Old Trafford sebagai tempat bersejarah mereka karena di sanalah anak asuh Carlo Ancelotti ini menjadi juara yang ke-6.
Milan datang ke tempat itu dengan status sebagai kesebelasan penuh bintang. Dida, Cafu, Stam, Maldini, Nesta, Pirlo, Seedorf, Gattuso, Kaka, hingga duet Crespo-Shevchenko adalah para serdadu yang siap membuat tegang lawan-lawannya sejak menit awal.
Di sisi lain, United sedang dalam tahap membangun skuadnya kembali. Meski masih punya Scholes, Keane, dan Giggs, namun mereka saat itu dianggap sudah melewati masa emas karena telah memasuki usia 30-an. Van Nistelrooy juga mulai berkutat dengan cedera. Praktis, mereka hanya mengandalkan Rooney dan Ronaldo yang baru berusia 20-an.
Pemberitaan United justru lebih banyak tentang pengambil alihan kepemilikan mereka oleh Malcolm Glazer. Hari-hari jelang pertemuan pertama mereka dengan Milan ini dipakai untuk melakukan protes.
United pun kalah dengan skor serupa yaitu 1-0 pada dua pertemuan. Ketika main di Old Trafford, kekalahan hadir karena ketidakmampuan mereka memanfaatkan peluang yang diikuti oleh kesalahan Roy Carroll. Meski begitu, tersingkirnya United saat itu tidak membuat Fergie pusing karena dia sadar kualitasnya masih di bawah Milan saat itu.
“Kami sudah melawan banyak tim di Eropa dan bisa mendapatkan segalanya. Akan tetapi, kami tidak mendapat apa pun yang kami inginkan tiap kali melawan Milan. Mereka sempurna. Mereka istimewa,” ujarnya.
Bersambung