Foto: BBC

Ole Gunnar Solskjaer sangat lekat dengan karakeristik Sir Alex Ferguson. Namun, ia belakangan ini sedikit beralih kepada presiden AS di masa lalu untuk berpendapat tentang Jadon Sancho dan Marcus Rashford. Ia mengambil sebuah pidato dari Theodore Roosevelt untuk membela dua pemainnya itu dari perlakuan buruk suporter Inggris.

Baik Rashford dan Sancho, mereka berdua berada dalam kondisi yang tertekan ketika gagal mengeksekusi penalti di final Euro 2020. Meskipun sekarang, Rashford sedang absen karena cedera bahu, dan sedangkan Sancho sudah mulai bermain lewat bangku cadangan di pekan pembukaan Premier League pekan lalu.

Hanya saja Solskjaer melihat situasi kedua anak asuhnya itu sangat perlu untuk distabilkan. Ia sendiri mengingat ada satu momen di mana ketika Beckham diusir dari lapangan kala Inggris melawan Argentina, para penggemar West Ham menggantungkan patung sang gelandang dengan sebuah tali.

Pekan lalu, saat Sancho melakukan debutnya sebagai cadangan, sebagian pendukung Leeds juga bernyanyi bahwa ia dan Rashford telah mengecewakan negara mereka. Maka menyikapi hal tersebut, Solskjaer menuntut agar semua suporter Inggris mulai menghormati hasil perjuangan mereka. Ketimbang harus mengingat kesalahannya.

“Saya tidak berharap semua itu terjadi karena terlalu banyak suporter yang masih kecewa. Harusnya mereka mengikuti suporter yang lebih menghormati dan lebih mendukung pahlawan negara mereka. Anda melihat suporter klub lain menunjukkan dukungan kepada para pemain yang telah cukup berani untuk membela negara mereka,” ujar Solskjaer dikutip dari The Guardian.

Argumen Solskjaer ini didukung oleh ribuan suporter Brentford yang memuji Bukayo Saka kala tim mereka melawan Arsenal. Saka juga jadi pemain Inggris ketiga yang gagal mengeksekusi penalti saat melawan Italia. Solskjaer lalu berpendapat bahwa mayoritas suporter justru harus menghargai para pemain yang berjuang untuk negaanya, bukan malah mencercanya.

“Ada Satu pidato lama dari Theodore Roosevelt tentang ‘Pria di Dalam Arena’ yang terus bergema bagi saya dalam situasi ini. Pada tahun 1910, presiden AS ke-26 itu mengatakan; ‘Penghargaan itu milik orang yang benar-benar berada di arena, yang wajahnya dinodai oleh debu dan keringat dan darah. Mereka berjuang dengan gagah berani, dan jika dia gagal, setidaknya dia gagal dengan sangat berani’,” tandas Solskjaer.

Keyakinan Solskjaer ini cenderung mengarahkan bahwa keberanian besar adalah inti dari identitas United. Bahwa jika ada risiko kegagalan, itu adalah bagian dari DNA mereka, dan itu merupakan sesuatu yang ia sangat pelajari dari Fergie di masa-masa sulit. Ia bahkan bersumpah untuk mendukung setiap pemainnya saat ini, seperti mantan manajernya dulu mendukung Beckham.

“Cara manajer (Sir Alex Ferguson) menangani situasi Becks di masa lalu adalah prototipe yang tepat. Jadon dan Marcus adalah karakter yang kuat. Mereka itu tidak akan menjadi masalah meskipun mereka mengalami situasi yang sulit. Kami akan melindungi mereka. Dan secara pribadi, saya akan terus melindungi mereka,” tegas Solskjaer.

Masa lalu United menawarkan sebuah dorongan perubahan. Sancho saat ini seperti sedang mewarisi tempat Beckham di sayap kanan di tengah situasinya yang sedang tertekan. Sementara Solskjaer dulu juga melihat hal yang sama. Ia melihat Beckham di masa itu menjadi runner-up Ballon d’Or setelah mengalami situasi tertekan.

“Bukan hanya karena Anda melakukan kesalahan, tapi itu juga karena mereka takut pada Anda yang bisa meraih prestasi. Itu mungkin yang terjadi dengan Becks. Dia menghadapinya dengan caranya sendiri, dan saya ingat kata-katanya; ‘Saya akan menunjukkan kepada Anda seberapa baik saya’,” tutur Solskjaer.

“Itulah ciri-ciri pemain Manchester United. Dalam situasi apapun, dan bahkan untuk melewati masa-masa sulit, mereka bisa menghadapinya. Mereka tetap mengetahui bahwa mereka memiliki rekan satu tim. Mereka dan rekan satu tim pasti akan terus saling mendukung.”