Beberapa waktu lalu, salah satu pesepakbola terbaik yang pernah dimiliki Uruguay dan Amerika Latin, Diego Forlan, memutuskan pensiun dari dunia sepakbola. Kepastian gantung sepatu pria berusia 40 tahun ini diumumkan secara resmi melalui akun Twitter pribadinya.
“Setelah 21 tahun, saya membuat keputusan untuk mengakhiri karier saya sebagai seorang pesepakbola profesional. Panggung yang indah ditutup dengan kenangan dan emosi yang luar biasa, tetapi tantangan baru akan dimulai. Terima kasih untuk semua yang telah menemani saya sepanjang karier saya,” tutur Forlan.
Butuh lebih dari setahun bagi Forlan untuk mengumumkan pengunduran dirinya dari dunia kulit bundar. Terakhir kali dirinya bermain bola terjadi pada 13 Mei 2018 saat klubnya, Kitchee, mengalahkan Yuen Long dengan skor 2-0. Saat itu, Forlan bermain selama 56 menit.
Sepanjang kariernya, Forlan telah memperkuat 10 kesebelasan berbeda yaitu Independiente, Manchester United, Villarreal, Atletico Madrid, Inter Milan, Internacional, Cerezo Osakan, Penarol, Mumbai City, dan yang terakhir Kitchee. Total ia membuat 274 gol dalam 698 pertandingan yang ia mainkan di semua kompetisi. Bersama timnas Uruguay, 36 gol ia cetak dari 112 pertandingan.
Beberapa gelar mentereng juga berhasil diraih pria kelahiran Montevideo tersebut. Sebut saja gelar Premier League (Man United), Europa League dan UEFA Super Cup (Atletico Madrid), dan gelar Liga Hongkong musim 2017/18 (Kitchee). Meski tidak bisa memberikan gelar Piala Dunia bagi timnas Uruguay, namun ia sukses membawa La Celeste menjuarai Copa America 2011, dan melangkah hingga semifinal Piala Dunia 2010 dan Piala Konfederasi 2013.
Forlan juga banyak meraih trofi individu. Dia pernah menjadi top skor dan pemain terbaik Piala Dunia 2010, meraih sepatu emas Eropa pada 2005 dan 2009, top skor La Liga Spanyol 2005 dan 2009, dan pemain terbaik dalam final Europa League 2010.
Pahlawan Berbaju Putih
Melihat catatan golnya, sah rasanya jika Forlan disebut sebagai salah satu striker terbaik di dunia sepakbola. Ia memiliki penempatan posisi, naluri gol, dan kecepatan yang mumpuni. Tidak jarang, ia rajin turun ke lini tengah untuk menjempt bola dan bisa memerankan peran pendukung lainnya. Ia juga memiliki kelebihan lain seperti kemampuannya mengeksekusi bola-bola mati.
Namun ada kalanya Forlan mengalami momen buruk sebagai pesepakbola. Itulah yang ia rasakan ketika memperkuat Manchester United 17 tahun lalu. Forlan, yang saat itu baru pertama kali bermain di Eropa, kesulitan mengemban beban sebagai bomber Manchester United. Ia dicap sebagai salah satu rekrutan gagal yang pernah direkrut Sir Alex Ferguson.
Enam bulan pertamanya, Forlan tidak bisa membuat gol. Pada musim 2002/03, ia akhirnya bisa memecahkan telurnya dengan membuat sembilan gol. Rekening gol Forlan kemudian merosot satu buah pada musim berikutnya. 17 gol dari 98 pertandingan jelas tidak cukup mengingat ia didatangkan sebagai tandem Ruud van Nistelrooy di lini depan.
“Ruud (Van Nistelrooy) ingin menjadi striker satu-satunya. Itulah kenapa Diego Forlan sama sekali tidak bisa bersinar. Ketika Anda menempatkan mereka berdua di sana, tidak ada chemistry yang terjalin,” ujar Ferguson.
Meski tidak terlalu bersinar, namun Forlan tetap akan dipandang tinggi oleh para pendukung Setan Merah. Hal ini tidak lepas dari dua golnya ke gawang Liverpool pada 1 Desember 2002. Lebih spesial lagi karena dibuat di markas mereka, stadion Anfield.
United, yang pada pertandingan tersebut mengenakan jersey putih, ingin memutus rentetan kekalahan mereka dari Liverpool yang sudah menyentuh empat laga secara beruntun. Tidak ada yang menyangka kalau mereka berhasil memutus catatan buruk tersebut dengan Forlan sebagai pahlawan.
Gol Forlan memang tidak lepas dari kesalahan konyol seorang Jerzy Dudek. Pada menit ke-63, Jamie Carragher menyundul bola agar bisa ditangkap Dudek. Namun bola justru melewati sela paha kiper Polandia tersebut yang memudahkan Forlan menceploskan bola ke gawang kosong. Tiga menit kemudian, kombinasinya dengan Ryan Giggs membuat Forlan mencetak brace.
“Selepas mencetak gol, saya berlari menuju para penggemar United dan mereka menjadi gila. Wajah saya rasanya mau meledak. Rekan satu tim saya senang dengan gol itu karena mereka tahu saya mengalami kesulitan di United. Beberapa steward bergegas maju untuk menjauhkan kami dari para penggemar,” kata Forlan.
Sejak saat itu, Forlan dielu-elukan oleh para penggemar United. Berkat dua golnya tersebut, ia mendapat chant khusus dari para pendukungnya. Bahkan lagu tersebut masih terus dikenang meski Forlan tidak lagi memperkuat Setan Merah.
“Saya bersyukur bisa mencicipi pertandingan itu dan nyaris tidak percaya karena penggemar masih mengingat gol tersebut. Kejadian seperti ini selalu terulang, entah ketika bertemu di hotel atau di bandara.”
“Ketika mereka menyanyikan lagu tersebut, saya hanya berpikir kalau saya adalah pria yang beruntung. Ini adala momen yang diimpikan sebagai seorang anak laki-laki. Itu adalah bentuk dari hasil kerja keras saya,” tutur Forlan.
***
Forlan bisa dibilang sangat beruntung. Jarang sekali ada pemain United yang begitu diagung-agungkan meski performanya tidak terlalu istimewa. Jika Bebe memiliki korelasi dengan crossing antar galaksi, atau Dong Fangzhuo yang berkorelasi dengan bisnis United di Cina, maka tidak dengan Forlan. Ia akan selalu identik dengan dua golnya di Anfield meski ia tidak bisa disebut sebagai pemain sukses di United.
Diego, whoooah,
Diego, whoooah,
He came from Uruguay
He made the Scousers cry