Foto: Mirror Football

Revolusi Ralf Rangnick di Manchester United mungkin baru berumur satu bulan. Namun jejak baiknya sudah dapat dilihat. Ya meskipun kita meski menunggu lagi setelah dua pertandingan Premier League dan satu minggu latihan telah ditunda akibat wabah virus corona.

Rangnick membuat perbaikan di sisi spirit tim. Ia membuat tim utama United memiliki keputusan cepat dan tegas dalam permainannya. Ternyata, itu semua tidak terjadi secara alami atau tanpa persiapan yang matang. Sebaliknya, itu semua telah dipersiapkan sejak kedatangan Rangnick.

Salah satu tindakan pertama Rangnick sebelum mengubah permainan tim United adalah membawa psikolog olahraga ke Old Trafford. Psikolog itu bernama Sascha Lense. Ia adalah orang kepercayaan terdekat Rangnick selama masa jabatannya di RB Leipzig. Ia kemudian digabungkan dengan staf ruang belakang United.

Penunjukan Lense memunculkan sejumlah pertanyaan. Terutama dari aspek manfaat mempekerjakan psikolog olahraga. Tujuan secara keseluruhannya pun dipertanyakan. Karena penempatannya ini akan mempengaruhi para pemain untuk terlibat (dalam sesi bersama psikolog).

Tapi di atas semua spekulasi barusan, pertanyaan besarnya adalah mengapa sejauh ini tidak ada psikolog olahraga di Manchester United? Hal inilah yang juga dibahas oleh Ralf Rangnick ketika berada di ruang ganti tim.

“Saya tidak akan mengatakan saya terkejut. Saya tahu dari Jerman bahwa ada beberapa klub yang tidak bekerja dengan psikolog olahraga. Tapi, bagi saya, itu sangat logis. Setiap klub memiliki ahli yang berbeda untuk penjaga gawang, untuk kinerja fisik, lini pertahanan, lini tengah, atau lini penyerang,” pungkas Ralf Rangnick dikutip dari Sky Sports.

“Tim ahli di beberapa tim mungkin lebih besar daripada jumlah pemain dalam skuat. Jika Anda kemudian mempertimbangkan otak, kepala, cara berpikir para pemain, maka anggota staf atau pelatih adalah orang yang paling relevan. Bagi saya adalah logis untuk memiliki ahli terbaik pada sisi itu dalam staf Anda.”

“Inilah masalahnya, psikologi olahraga itu ditugaskan untuk membantu para pemain memikirkan hal yang benar dan tidak memikirkan hal yang salah. Untuk mengembangkan pemain, otak mereka harus dibantu. Terutama untuk mendorong tubuh bisa tampil di level setinggi mungkin.”

Dari sisi inilah, menurut Ralf Rangnick, Manchester United memiliki teka-teki besar yang selama ini perlu tuk diselesaikan. Sudah menjadi hal umum bahwa United adalah salah satu klub terbesar di dunia, maka bukankah aneh kalau klub seperti mereka tidak memiliki orang terbaik di segala bidangnya? Termasuk orang terbaik di bidang psikologi.

“Ini adalah bagian dari teka-teki yang harus terpecahkan. Sangat penting untuk setiap klub top seperti Manchester United memiliki kualitas terbaik di segala bidangnya. Mereka seharusnya memiliki orang-orang yang ahli, dan mereka setidaknya harus melengkapi semua bagian kecil yang ada,” tutur Rangnick.

“Seharusnya klub sebesar ini bisa melihat aspek penting untuk kebaikan timnya. Saya sangat percaya bahwa setiap klub di masa depan harus memiliki seseorang psikolog di setiap bidang di klubnya. Itu akan membantu proses pengembangan tim.”

Jadi apakah wajar kalau Manchester United di bawah Ole Gunnar Solskjaer tidak begitu baik karena tidak adanya priskolog di staf kepelatihannya? Atau bahkan semua manajer di era pasca-Sir Alex Ferguson memiliki masalah yang sama?

Karena tidak adanya seorang psikolog olahraga di Old Trafford, itu memang bisa jadi faktor dalam menyikapi masalah yang ada di klub. Hal ini tidak bisa diabaikan. Meskipun pada faktanya, menunjuk seorang psikolog tidak akan langsung mengubah United menjadi penantang gelar dalam semalam. Tapi posisi tersebut tetap harus dianggap penting.

“Pemain United berada di level tinggi. Mereka berada di bawah tekanan untuk tampil dan itu sangat berat untuk dipikul. Kadang-kadang mereka mungkin membutuhkan bantuan psikologi, dan mungkin membutuhkan seseorang untuk diajak bicara,” ujar Rangnick.

“Yang seperti itu tidak harus selalu menjadi manajer atau pelatih kepala. Penting bagi para pemain untuk mengetahui ada orang yang netral, seorang ahli, yang dapat menangani situasi di mana mereka mungkin membutuhkan masalah psikis.”

“Bahkan mungkin seseorang dihadirkan untuk mendengarkan saja keluh kesah mereka (para pemain). Di Jerman, kami memiliki kasus seperti Robert Enke, yang bunuh diri ketika dia masih menjadi penjaga gawang tim nasional Jerman. Jika Anda melihat dari aspek ini, maka menjadi penting untuk memiliki psikolog di staf Anda.”