Sebelum menghadapi Perth Glory, Manchester United sempat didera isu tidak sedap. Beberapa pemain, terutama yang bukan dari Inggris, merasa kalau pendekatan taktikal Ole Gunnar Solskjaer terlalu ke-‘Inggris’-an karena hanya menekankan ke sektor fisik semata alih-alih taktik dan struktur bermain. Hal ini kemudian membuat ruang ganti Setan Merah diisukan memanas.
Masalah fisik memang menjadi kendala United sejak Ole Gunnar Solskjaer masuk menangani klub ini Desember lalu. United yang terbiasa bermain “malas” alias menunggu di era Jose Mourinho, mendadak kaget ketika Solskjaer menekankan timnya untuk berlari sepanjang 90 menit. Hal ini yang membuat beberapa pemain United sempat mengalami cedera karena tidak bisa mengimbangi permintaan Solskjaer sehingga mempengaruhi performa mereka dalam 12 pertandingan terakhir mereka.
Hal ini yang coba dibenahi oleh United sejak hari pertama mereka pra-musim di Australia. Mereka sengaja menggenjot fisik agar para pemain United bisa siap untuk mengarungi musim 2019/20 ini. Mike Phelan seolah membenarkan kalau sesi latihan United kini lebih banyak berpusat kepada peningkatan fisik. Akan tetapi, para pemain menerima metode tersebut dan bukannya menolak seperti yang diberitakan media-media lainnya.
“Kami meminta para pemain untuk melakukan sesi latihan fisik lebih banyak dan kami mendapat tanggapan positif dari mereka. Intensitas latihan kami sangat tinggi dan saling mendorong satu sama lain. Kami tidak hanya mempersiapkan mereka untuk pertandingan melawan Chelsea saja melainkan untuk keseluruhan musim ini,” tutur Phelan kepada situs resmi United.
“Ambil contoh musim lalu. Kami mengawali dengan bagus tapi hasil mulai memburuk memasuki fase akhir. Kami perlu memastikan dari sekarang bahwa energi, stamina, dan antusiasme sudah muncul sejak awal.”
Perkembangan fisik para pemain United sebenarnya sudah terlihat pada pertandingan pertama melawan Perth Glory. Saat itu, para pemain United mulai melakukan pressing ketika sedang tidak menguasai bola. Mereka sebisa mungkin mempersempit ruang pemain Perth Glory dan membuat mereka kehilangan bola dengan cepat. Hal ini patut diapresiasi meski lawan yang dihadapi sebatas Perth Glory dan masih memiliki banyak kekurangan.
“Latihan fisik yang kami lakukan tidak semata-mata soal kebugaran. Kami ingin mereka menjadi tangguh secara mental untuk memahami pentingnya Manchester United dari awal sampai akhir. Kami memiliki periode dalam permainan di mana kami benar-benar tampil dominan namun kemudian mengendur. Hal itu yang perlu diperbaiki karena Manchester United yang sebenarnya adalah yang bisa bermain bagus selama 96 menit. Dan kami sedang mempersiapkan diri untuk itu. Para pemain harus paham bagaimana rasanya lelah untuk kemudian bangkit lagi. Kami mencoba memasukkannya ke dalam jiwa mereka, pikiran mereka, dan tubuh mereka,” tutur Phelan menambahkan.
Laga kedua menghadapi Leeds United bisa menjadi ujian bagus bagi ketahanan fisik para pemain United. Marcelo Bielsa, manajer kubu lawan, adalah juru taktik yang menekankan permainan menekan selama 90 menit secara intens. Hal ini yang membuat Leeds menjadi salah satu kesebelasan dengan penampilan paling atraktif sepanjang divisi Championship musim lalu meski akhirnya mereka gagal meraih tiket promosi.
“Leeds adalah tim yang bermain sangat intens. Selama pertandingan, permainan mereka seperti darah dan kilat yang mengalir begitu cepat. Dukungan para pemain mereka begitu luar biasa, dan mereka adalah tim yang bagus,” ujarnya.
“Bielsa adalah pelatih yang sangat baik dan pemikir yang sangat mendalam dalam sebuah permainan. Dia sangat bersemangat tentang sepakbola dan dia ingin timnya bermain sesuai dengan keinginannya. Saya melihat bagaimana musim lalu mereka nyaris promosi. Sosok Bielsa adalah pekerja keras dan punya prinsip yang harus dipatuhi setiap pemainnya.”