Foto: SCI Sports

Manchester United kedatangan rekrutan baru. Namanya tidak sementereng Jadon Sancho, Raphael Varane, dan Cristiano Ronaldo, tapi peran yang ia emban sangat penting buat The Red Devils.

Ia adalah Dominic Jordan. Ia akan mengepalai departemen baru United sebagai Direktur Data Science. Kehadiran Jordan membuat United punya departemen yang sama dengan Liverpool dan Manchester City, yang sudah bergulat dengan data sejak satu dekade terakhir.

“Ada begitu banyak potensi buat data science buat keuntungan klub, dari membantu rekrutmen pemain, menganalisis pola permainan secara langsung menggunakan sudut pandang komputer, untuk memetik informasi dari video secara real time,” kata Jordan.

Salah satu fungsi utama data science adalah membantu United dalam melakukan pemantauan terhadap pemain yang akan direkrut. Dr. Ian Graham, Data Science-nya Liverpool, baru-baru ini bilang kalau transfer cenderung gagal karena sejumlah alasan yang terbagi ke dalam tujuh poin: (1) Pemain saat ini lebih baik dari pemain baru, (2) pemain baru tidak sebagus yang dipikirkan, (3) pemain tidak cocok dengan gaya main, (4) pemain tak main di posisi utamanya, (5) manajer tidak mengandalkan pemain tersebut, (6) pemain punya masalah kebugaran, (7) pemain punya masalah pribadi.

Analisis dari data science bisa membantu klub mengatasi tiga masalah pertama. Sehingga kehadiran Jordan diharapkan bisa mengurangi kegagalan United dalam merekrut pemain di masa depan.

Hal ini menjadi penting bagi United. Soalnya setelah pensiunnya Sir Alex Ferguson, United kerap mengeluarkan sejumlah dana yang begitu besar, untuk mendatangkan pemain yang tak bermanfaat. Para pemain ini seperti tak nyetel dengan United padahal main bagus di tim sebelumnya dan setelahnya.

Selain soal transfer, Departemen Data Science juga bisa membantu tim kesehatan, untuk melihat kebugaran pemain. Ini yang akan segera ditangani Jordan mengingat United saat ini tengah mengalami masalah cedera di lini pertahanan mereka. Soalnya, Raphael Varane dan Harry Maguire cedera di jeda internasional ini, dan harus menepi cukup lama.

Memang cedera bisa datang kapan saja, di mana saja, tanpa bisa diduga. Meski demikian, pemodelan matematika setidaknya bisa menggambarkan seberapa lelah sang pemain sehingga bisa berpotensi mengalami cedera.

Selain itu, bahkan gaya bermain pun bisa dimodelkan. Contohnya, United bertendensi untuk melakukan tendangan dari jarak jauh dalam beberapa musim terakhir. Di sisi lain, cara seperti ini tidak dianjurkan sebagai strategi utama berdasarkan data secara historis.

Berdasarkan Manchester Evening News, antara 2019/2020 dan 2020/2021, sekitar 42 persen tendangan United dilepaskan di luar kotak penalti. Bandingkan dengan Liverpool dengan 31 persen dan 33 persen oleh Manchester City.

Tendangan dari jarak jauh memang tidak menjadi persoalan. Karena ia bisa menjadi peluang penting saat klub menemui jalan buntu. Akan tetapi, kalau tendangan jarak jauh terlalu sering dilakukan, itu artinya para pemain sudah tak bisa berpikir lagi. Di sisi lain, lokasi tendangan menjadi amat penting untuk terjadinya gol. Semakin jauh dan melebar, semakin kecil peluang terjadinya gol.

Data-data ini yang bisa dimaksimalkan Departemen Data Science untuk memaksimalkan United di masa depan. Data Science juga bisa digunakan untuk memberikan saran kepada Solskjaer, permainan macam apa yang sebaiknya digunakan. Bahkan, Data Science juga bisa digunakan untuk mencari pengganti Solskjaer andai ia mundur atau diturunkan dari jabatannya.

Sumber: Manchester Evening News