Manchester United membuat sebuah gebrakan besar pada musim panas 2019 lalu. Mereka merekrut Harry Maguire dengan memecahkan rekor transfer dunia untuk pemain belakang. Sebelumnya, rekor pemain belakang termahal dipegang oleh Virgil van Dijk yang hijrah dari Southampton ke Liverpool pada 2018 lalu.
Kebutuhan akan pemain belakang memang menjadi fokus utama klub pada musim panas lalu. Bahkan permintaan bek tengah baru sudah digaungkan sejak Jose Mourinho masih menjabat. Penyebabnya tidak lain karena lini belakang mereka yang masih rawan kebobolan. Hal itu kemudian diperparah dengan 54 gol yang bersarang ke gawang mereka pada musim 2018/2019 sekaligus rekor terburuk klub sejak 1978/1979.
Masuknya Maguire dalam komposisi lini belakang United sempat membuahkan pujian. Saat itu, ia sukses membuat Chelsea tidak bisa mencetak satu gol ke gawang David de Gea. Tidak hanya itu, ia memberikan dimensi lain sebagai seorang ball playing defender yang berguna untuk memaksimalkan permainan Setan Merah yang mengandalkan build up play dari lini belakang. Sejauh ini, penampilannya terbilang cukup baik dengan namanya masuk dalam nominasi pemain terbaik klub bulan Agustus.
Meski begitu, Maguire sendiri sebenarnya belum menunjukkan penampilan terbaiknya. Kehadirannya pun belum bisa membuat United terhindar dari gol-gol yang seharusnya bisa dengan mudah diantisipasi. Sudah empat gol yang bersarang ke gawang United dari empat pertandingan yang sudah dimainkan.
Selain itu, komunikasi masih kerap menjadi penghambat dirinya dan Victor Lindelof untuk membentuk kemitraan yang solid. Belum hilang dari ingatan ketika Maguire dan Lindelof sama-sama memberikan komando untuk mengawal Jannik Vestergaard. Miskomunikasi itu kemudian membuat bek Denmark tersebut dengan mudah mencetak gol ke gawang De Gea.
Mantan kapten Manchester United, Roy Keane, menjadi sosok yang hingga saat ini masih ragu dengan kemampuan bertahan Harry Maguire. Pemain yang dibeli United dari Nottingham Forest pada 1993 ini bahkan menyebut kalau dia sangat menyukai bermain melawan Maguire seandainya dia adalah seorang striker. Kecepatan Maguire yang dinilai cenderung lambat, disebut-sebut menjadi sasaran empuk para pemain depan yang mengandalkan kecepatan.
“Jika saya adalah seorang striker, saya akan gembira sekali jika bermain melawan pemain seperti Harry Maguire. Dia tidak terlalu cepat dalam hal speed dan tidak punya penempatan posisi yang bagus untuk mengantisipasi peluang berbahaya. Jadi sangat mudah rasanya untuk bermain melawan dia,” tutur Keane.
Mantan pemain Sheffield United ini sering dikritik karena dianggap tidak memiliki kecepatan yang mumpuni. Salah satunya terlihat ketika ia tidak bisa menutup pergerakan Jordan Ayew dalam proses gol pertama Crystal Palace saat kedua kesebelasan ini bertemu pada minggu ketiga Agustus lalu. Hal ini juga didorong dengan penempatan posisi si pemain yang terlalu jauh dengan Lindelof. Sesuai seperti apa yang diutarakan oleh Keane.
“Saya kira dia masih pemain yang bagus. Namun kami berbicara tentang bagusnya dia ketika menghadapi bola-bola atas. Tetapi untuk aspek defensif lainnya, saya masih memiliki satu hingga dua tanda tanya di atasnya.”
“Saya selalu khawatir tentang kecepatannya ketika membalikkan badan. Saya masih ingat gol pertama melawan Crystal Palace (Jordan Ayew) di mana dia tidak melakukan sesuatu yang sifatnya sangat mendasar yaitu mempersempit area diantara bek tengah lainnya. Sangat mengkhawatirkan karena saat ini ia sudah berusia 26 tahun,” tuturnya.
Sangat disayangkan memang jika datangnya Maguire ke United ternyata belum bisa menyembuhkan penyakit mereka yang mudah sekali kebobolan. Namun perlu diingat kalau saat ini Maguire baru memasuki musim pertamanya bermain sebagai penggawa Setan Merah. Semoga saja, selepas jeda internasional ini koordinasinya dengan Victor Lindelof semakin membaik. Kebetulan, kedua pemain ini tampil bagus bersama tim nasionalnya masing-masing dalam kualifikasi Euro 2020 beberapa waktu lalu.