Romelu Lukaku langsung nyetel dengan klub barunya Inter Milan selepas hijrah dari Manchester United beberapa waktu lalu. Dua kali bertanding, dua kali pula ia sudah mencetak gol ke gawang lawan-lawannya. Yang terbaru, ia menjadi pahlawan dalam kemenangan terbaru La Beneamata atas Cagliari berkat gol penaltinya.

Meski banyak yang meremehkan kualitas gol Lukaku (hanya rebound dari penalti dan dibuat ke gawang tim kecil yaitu Lecce dan Cagliari), namun torehan ini adalah awal yang baik bagi perjalanan kariernya di Kota Mode tersebut.

Akan tetapi, Lukaku langsung mendapat hal yang tidak enak meski baru beberapa pekan saja di Milan. Ia langsung terkena serangan rasis dari para suporter lawan. Saat ia bersiap mengambil penalti, terdengar beberapa suporter menirukan suara dan gerakan seperti kera. Lukaku sendiri sempat terganggu meski ia kemudian memilih fokus untuk menendang penalti tersebut.

Beruntung, Lukaku bisa mengeksekusinya dengan baik. Namun serangan rasis tidak kunjung mereda. Sebaliknya, suara kera justru semakin keras mengarah kepadanya. Lukaku sendiri merayakan gol tersebut dengan melihat ke arah orang-orang yang mengeluarkan makian kepadanya sebelum dirangkul oleh rekan-rekannya yang lain untuk kembali ke wilayah permainan mereka.

Ini merupakan kejadian kesekian kalinya mengenai rasisme yang terjadi di sepakbola Italia. Yang menarik, suporter Cagliari seolah lekat dengan image sebagai suporter rasis. Lukaku adalah korban keempat dari aksi tidak pantas tersebut. Samuel Eto’o pernah mendapat serangan serupa pada 2010. Pada 2017, mereka melakukan hal yang sama kepada Sulley Muntari. Hanya dalam tempo dua tahun, dua penggawa Juventus yaitu Blaise Matuidi dan Moise Kean menjadi korban.

Setelah itu, giliran Lukaku yang mendapat kejadian naas tersebut. Beruntung, ia bisa melakukan balasan dengan membuat timnya kalah dan merayakannya di depan suporter mereka seperti yang dilakukan Kean pada musim lalu.

Ajaibnya, meski sudah beberapa kali meminta korban, namun FIGC seolah tutup mata atas kejadian tersebut. Tidak ada hukuman yang membuat suporter tersebut jera dan tidak lagi melakukannya di atas lapangan. Federasi sepakbola Italia kini sedang ditekan untuk menghukum suporter yang bertindak rasis.

Lukaku sendiri kini mendapat banyak dukungan dari segala penjuru dunia, termasuk beberapa suporter Manchester United yang ramai-ramai mengutuk aksi tersebut. Melalui akun Twitter pribadinya, Lukaku menyayangkan mengapa kejadian ini masih terjadi dan menyerang beberapa mantan teman setimnya seperti Paul Pogba, Marcus Rashford, dan Ashley Young, beberapa waktu lalu. Ia juga meminta respon dari petinggi sepakbola Italia untuk menanggapi kejadian ini.

“Banyak pemain dalam beberapa bulan terakhir menderita karena serangan rasial. Saya kemarin merasakannya. Sepakbola adalah permainan yang harus dinikmati bersama dan kami seharusnya tidak menerima apa pun bentuk diskriminasi yang akan membuat malu permainan ini.”

“Saya berharap federasi sepakbola di seluruh dunia bereaksi keras atas segala kasus diskriminasi. Media sosial (Instagram, Twitter, Facebook…) harus bekerja lebih baik seperti klub sepakbola sebab setiap hari Anda setidaknya akan melihat komentar rasis untuk orang dengan kulit berwarna.”

“Kami sudah bilang ini selama bertahun-tahun dan tidak ada tanggapan. Nyonya dan Tuan, ini tahun 2019. Alih-alih maju, kita justru mundur dan saya merasa sebagai pemain kita perlu bersatu dan membuat pernyataan tentang masalah ini untuk menjaga permainan ini tetap bersih dan menyenangkan semua orang,” demikian pernyataan Lukaku.

Bukan kali pertama bagi Lukaku mendapat serangan seperti ini. Ketika ia masih memperkuat Manchester United, ia juga mendapat serangan rasis dalam bentuk chant yang dibuat suporter United sendiri. Dalam nyanyian tersebut, suporter Setan Merah menyinggung ukuran alat vital si pemain yang mencapai 24 inch (60 sentimeter). Kejadian ini sempat membuat United dihubungi oleh kelompok anti-rasisme Kick It Out dan meminta para pendukungnya saat itu berhenti menyanyikan lagu tersebut.