Kemenangan tipis 1-0 melawan Leicester City pekan lalu memang cukup melegakan kubu Manchester United. Pasalnya, inilah tiga poin pertama Setan Merah setelah tiga laga sebelumnya mereka gagal meraih kemenangan. Hasil ini diharapkan bisa menjadi pelecut motivasi para pemain United yang mulai dihadapkan dengan jadwal berat.
Namun kemenangan tipis melawan The Foxes ini mendapat sindiran dari salah satu legenda tim nasional Inggris, Gary Lineker. Pria yang kini dikenal sebagai pembawa acara Match of the day ini menyebut kalau timnya gagal mendapat poin karena United bermain bertahan.
“Kemenangan untuk Man United. Leicester sekali lagi berjuang melawan tim yang hanya bermain parkir dan bertahan,” tutur Gary dalam akun Twitter pribadinya.
Hal ini sudah pasti membuat kuping penggemar United menjadi panas. Balasan dengan bunyi yang keras pun berdatangan. Mereka menyebut kalau kekalahan Leicester dikarenakan kebodohan mereka yang tidak bisa memanfaatkan hilangnya tiga pilar utama United. Bahkan ada yang menyebut kalau pemain belakang mereka tidak bisa mengimbangi kecepatan dari para pemain United.
Dalam pertandingan tersebut, Leicester memang berhasil memberikan ancaman kepada lini belakang United. Akan tetapi, mereka tidak bisa memanfaatkannya dengan baik. Padahal mereka cukup sering menguasai bola dan melepaskan sembilang tendangan ke gawang David de Gea. Akan tetapi tidak ada satu pun yang menjadi gol. Kekalahan ini juga terjadi karena kesalahan bek mereka yang melanggar Marcus Rashford di kotak terlarang.
Lineker yang Dua Kali Menolak United
Wajar apabila Lineker begitu kesal kepada kekalahan yang menimpa Leicester. Ia bisa dibilang sebagai penggemar garis keras Leicester. Saking lekatnya dengan Sir Rubah, ia berani untuk melakukan hal-hal gila. Satu yang akan membuatnya terus dikenang adalah ketika ia membawakan acara Match of the day dengan menggunakan pakaian dalam saja
Dia merupakan salah satu legenda dari kesebelasan yang pernah menjadi juara Premier League pada musim 2015/2016 tersebut. Kesebelasan yang bermarkas di King Power Stadium ini merupakan klub profesional pertama yang diperkuat oleh top skor Piala Dunia 1986 ini sejak musim panas 1978 hingga 1985.
Setelah bermain 216 kali bersama, Lineker sebenarnya nyaris berseragam Manchester United. Namun ia kemudian memilih untuk memperkuat Everton. Status Everton yang menjadi juara Liga Inggris musim sebelumnya menjadi alasan mengapa pria 58 tahun ini tidak mau bermain bersama United
“Sedari awal saya memang sudah ingin memperkuat Everton dan saya melakukannya. Satu hal yang patut diingat adalah kalau Manchester United saat itu bukanlah tim besar dan Everton merupakan juara bertahan Liga Inggris,” tutur Lineker kepada FourFourTwo.
Kesempatan kedua kemudian datang pada 1989. Saat itu, Lineker baru saja menghabiskan tiga musim yang lumayan bersama Barcelona. Pada saat yang sama, United sedang berusaha membangun kembali nama besar mereka bersama Sir Alex Ferguson. Ia disebut-sebut sebagai salah satu pemain yang akan dibawa oleh Fergie dan akan diduetkan bersama Mark Hughes yang merupakan rekan setimnya semasa di Barcelona. Namun pada akhirnya Lineker memilih untuk menerima tawaran klub London, Tottenham Hotspur.
“Tepat pada jam 11, Spurs mengatakan tidak bisa melakukan transaksi karena alasan finansial. Saat itulah agen saya berbicara dengan Sir Alex Ferguson yang ingin membawa saya ke Old Trafford. Saya hampir menjadi pemain mereka sebelum Tottenham datang dan menyebut kalau mereka bisa memenuhi masalah finansial saya. Saya juga tekankan kembali kalau pada 1989 United bukanlah United empat atau lima tahun kemudian,” tuturnya.
Jika melihat ucapan Gary maka nama besar United menjadi penghalang dirinya untuk datang. Hal ini terbilang sangat wajar. United pada 1985 hingga 1989 bukanlan United yang tiap tahunnya dicalonkan menjadi kandidat kuat perebut gelar juara.
Pada periode tersebut, hanya sekali saja United menyelesaikan posisi di papan atas yaitu pada musim 1987/1988 saat mereka berselisih sembilan poin dari Liverpool. Ketika Lineker diincar United pada 1989, mereka baru saja menyelesaikan kompetisi liga pada posisi ke-11. Jauh lebih buruk dibanding Tottenham yang finis pada urutan keenam.