Foto: The Peoples Person

Kemenangan melawan Villarreal nyatanya tidak membuat performa United membaik. Menghadapi Everton pada lanjutan Liga Inggris, mereka kembali tampil kurang memuaskan. Imbasnya, United hanya bermain imbang 1-1 dan meneruskan tren negatif di liga setelah sebelumnya kalah di tempat yang sama oleh Aston Villa.

Raut frustrasi terlihat jelas di wajah Cristiano Ronaldo. Setelah peluit tanda pertandingan selesai ditiup, ia berjalan ke ruang ganti dengan ekspresi wajah yang tidak ramah. Beberapa kali ia seperti mengoceh sendiri dan bergegas untuk langsung ke ruang ganti.

Betapa frustrasinya CR7 bisa dimaklumi. Setelah ia memutuskan kembali ke Old Trafford, dia meminta rekan setimnya untuk meningkatkan kualitas individu masing-masing. Ronaldo menyebut kalau rekan setimnya ini adalah pemain bagus hanya saja belum ada mentalitas untuk memenangkan gelar. Ini semua dia lakukan demi United yang sudah tidak dapat gelar lagi sejak 2017.

Akan tetapi, hal itu tampaknya belum bisa dilihat oleh dirinya bahkan oleh suporter United sendiri. Setelah tampil memukau di awal musim, permainan United mulai menuju ke fase penurunan. Hasil imbang melawan Everton kemarin semakin memperlihatkan hal tersebut. United tampil mengecewakan layaknya seperti bermain melawan Villa.

Padahal, United sudah menunjukkan perkembangan pada babak pertama. Meski sang mega bintang dan pemain termahal mereka dicadangkan, permainan United justru mengalir. Mereka menguasai bola dan beberapa kali mengancam. Proses gol Martial bahkan hadir dari kecerdasan mereka memanfaatkan sisi lapangan.

Sayangnya, United mulai berantakan pada babak kedua. Hal ini justru terjadi saat Ole memainkan bintang-bintangnya yaitu Ronaldo, Sancho, dan Pogba. Kreativitas United tidak terlihat. Andy Mitten menyebut permainan United terlalu lambat, miskin kreativitas, mudah terbaca, dan medioker. Everton kemudian memanfaatkan lemahnya permainan United dengan meneror mereka melalui serangan balik.

Jelang musim ini, United merekrut pelatih set-piece. Hal ini  bertujuan untuk meminimalisir kebobolan dari melalui situasi bola mati yang kerap terjadi musim lalu. Apesnya, United justru kebobolan dari set piece yang mereka ambil sendiri.

Sebelum pertandingan, saya menuliskan kalau kelemahan United saat ini adalah transisi. Transisi dari menyerang ke bertahan United benar-benar tidak terstruktur dengan rapi. Inilah yang membuat celah-celah kosong yang ada sukses dimaksimalkan oleh lawan.

Ketika melawan Newcastle, Javier Manquillo memanfaatkannya. Kali ini, giliran Andros Townsend. Dari prosesnya, struktur bertahan United ketika counter attack memang tidak rapi. Semua orang menyalahkan Fred yang tidak melakukan tactical foul, tapi di sana terlihat juga Luke Shaw tidak aware dengan keberadaan Townsend. Ia memilih menutup pergerakan Doucore yang efeknya membuat Townsend tidak terjaga.

Ketika gol Yerri Mina dianulir, terlihat lagi-lagi shape United ketika bertahan tidak terlalu rapi. Beruntung gol Mina tidak disahkan. Seandainya Tom Davies yang memilih untuk mengeksekusinya sendiri, maka ceritanya mungkin berbeda.

Ole kini sudah mulai memasuki musim ke tiganya bersama United. PR nya justru semakin berat. Tidak hanya diselesaikan dengan pembelian pemain saja namun juga dengan kematangan taktik dan permainan yang hingga saat ini belum konsisten.

Sampai sekarang, United masih kesulitan ketika menghadapi lawan dengan blok rendah. Persoalan ditambah dengan masalah lain yaitu transisi ketika menghadapi serangan balik. Kreativitas pun kembali bermasalah. Pada laga kemarin, angka harapan peluang United (xG) haya 0,92 alias tidak sampai satu koma. Hal ini menegaskan kalau kemarin peluang-peluang United jauh dari kata mengancam gawang Pickford meski membuat 6 shots on target.