Acara pemberian penghargaan pemain terbaik Manchester United musim 2018/19 sudah dilakukan pada Kamis malam atau Jumat dini hari (10/5) saat masyarakat Indonesia sedang menikmati santap sahur. Dalam seremoni tersebut, Luke Shaw keluar sebagai pemain terbaik Setan Merah musim ini. Ia menjadi pemain belakang ketiga yang memenangi penghargaan ini setelah Gary Pallister (1989/90), Nemanja Vidic (2008/09) dan Gabriel Heinze (2004/05).
Tidak hanya memenangi penghargaan pemain terbaik atau Sir Matt Busby Player of the year, mantan penggawa Southampton ini juga memenangi penghargaan sebagai pemain terbaik pilihan rekan setimnya. Oleh karena itu, Shaw berhasil mengikuti jejak David De Gea yang memborong dua penghargaan prestisius tersebut pada musim lalu. Meski begitu, terpilihnya Shaw sebagai pemain terbaik cukup mengundang banyak perdebatan.
Bukan sebuah keanehan apabila pemain belakang terpilih menjadi pemain terbaik. Virgil Van Dijk adalah contoh terbaru. Ia sukses menjadi pemain terbaik PFA musim ini karena kesuksesannya membuat gawang Alisson Becker menderita sedikit kebobolan pada musim ini. Namun ketika pemain belakang terpilih sebagai pemain terbaik disaat lini belakang timnya begitu keropos, maka hal tersebut merupakan sebuah keanehan tersendiri.
Hal ini tidak lepas dari penampilan lini belakang Red Devils yang pada musim ini terbilang sangat memprihatinkan. Sepanjang musim ini, United sudah kebobolan 52 gol di kompetisi liga. Angka ini adalah yang terburuk sepanjang partisipasi mereka di Premier League. Berbicara soal kontribusi pun Shaw masih jauh dari kata bagus. Ia baru membuat lima asis sepanjang musim ini di semua kompetisi.
Shaw juga dinilai tidak lebih baik dari Victor Lindelof. Pemain belakang asal Swedia ini dinilai tampil jauh lebih konsisten ketimbang Shaw. Meski begitu, sejarah sudah mencatat kalau pemain kelahiran Kingston upon Thames ini adalah pemain terbaik United musim ini.
Satu hal yang membuat Shaw pantas dianugerahi sebagai pemain terbaik adalah kemampuan dirinya untuk bangkit dari keterpurukan. Sejak direkrut pada 2014, baru musim ini dirinya menjalani musim penuh pertamanya sebagai pemain reguler. Pada 2015/16, ia menderita cedera patah kaki yang membuat penampilannya menurun.
Musim lalu, keadaannya bahkan bertambah parah. Meski telah pulih sepenuhnya, namun Jose Mourinho jarang memberinya kesempatan untuk tampil mengisi pos bek kiri. Sebaliknya, ia beberapa kali jadi sasaran kritik sang manajer. termasuk bentuk tubuhnya yang jauh dari kata ideal. Ia juga hampir dilepas ke klub lain apabila Shaw tidak menunjukkan penampilan yang gemilang selama pra-musim dan awal kompetisi.
Selain itu, Shaw menjadi pemain United yang paling sering mendapat gelar pemain terbaik bulanan versi klub. Ia melakukannya tiga kali yaitu pada Agustus 2018, September 2018, dan Maret 2019. Hal ini menegaskan penampilannya yang jauh lebih baik dibanding rekan-rekan setimnya.
“Penghargaan ini adalah sesuatu yang bagus buatku. Namun, aku memilih tak memenangi trofi apa pun tapi tim mendapatkan musim yang bagus. Secara pribadi, ini adalah musim terbaik saya tapi saya lebih menginginkan tim mendapat musim terbaik. Kami paham kalau musim ini adalah musim yang buruk,” tutur Shaw seperti dikutip dari Manchester Evening News.
Menghilangnya Para Pemain Depan
Terpilihnya Luke Shaw sebagai pemain terbaik menimbulkan pertanyaan berikutnya yaitu kemana para pemain depan mereka sehingga penghargaan ini terus didominasi oleh pemain belakang? Sudah cukup lama para pemain depan United begitu kesulitan untuk meraih gelar sebagai yang terbaik bahkan di level klub.
Sejak penghargaan Sir Matt Busby player of the year diadakan pada 1987/88, para pemain depan mendominasi penghargaan tersebut dengan memenanginya 12 kali. Angka ini setara dengan jumlah pemain tengah.
Dalam enam musim terakhir, gelar ini selalu jatuh kepada pemain belakang. Sebelum Luke Shaw, penghargaan ini dikuasai David De Gea selama empat musim. Pada musim 2016/17, Ander Herrera terpilih sebagai yang terbaik. Melihat posisi dan tipe permainannya, Herrera termasuk pemain bertahan.
Terakhir kali pemain depan terpilih sebagai pemain terbaik terjadi pada musim 2012/13. Saat itu, Robin Van Persie terpilih karena penampilannya yang begitu memukau sekaligus menjadi sosok sentral dalam keberhasilan Setan Merah merebut gelar Premier League ke-13. Dua tahun sebelumnya, Javier Hernandez yang memenanginya berkat keberhasilannya menyarangkan 20 gol sepanjang musim tersebut. Semusim sebelum Chicharito, Wayne Rooney yang memenangi penghargaan ini berkat kesuksesannya menyarangkan 34 gol sepanjang musim.
Hal serupa juga terjadi pada penghargaan pemain terbaik pilihan rekan setim. Terakhir kali seorang striker dianggap sebagai yang terbaik oleh rekannya, terjadi pada musim 2009/10 ketika Wayne Rooney terpilih sebagai pemenang. Sejak saat itu, penghargaan ini didominasi oleh para pemain tengah dan pemain belakang yaitu Nani, Antonio Valencia, Michael Carrick, David De Gea, dan Chris Smalling.
Tentu saja ini merupakan sinyal peringatan bagi Manchester United kalau dalam beberapa musim terakhir, mereka tidak memiliki pemain depan berkualitas layaknya Robin Van Persie atau Wayne Rooney. Padahal dalam skuad United setelah era Sir Alex Ferguson, mereka kerap diisi oleh pemain-pemain depan yang memiliki nama besar. Sebut saja Radamel Falcao, Zlatan Ibrahimovic, Romelu Lukaku, hingga dua anak muda Anthony Martial dan Marcus Rashford.