Foto: Eurosports

Jika Anders Lindegaard diminta memilih satu kata yang mendefinisikan negara Inggris, maka kata itu adalah: Buruk!

Suatu ketika Anders Lindegaard harus menerima kabar yang kurang menyenangkan. Anaknya sakit dan harus dirawat seminggu di rumah sakit kawasan Wythenshawe. Sebagai seorang ayah, ia tentu ingin berada di samping anaknya agar bisa memantau perkembangan kesembuhannya.

Namun, Anders tertegun. Rumah sakit justru tidak mengizinkannya tinggal menemani anaknya. Ia pun pergi ke toko kelontong untuk membeli buah. Namun, di saat yang bersamaan ia melihat ada orang yang sedang meledakkan daging ham yang masih berdarah. Kekesalan dan melihat ada aktivitas acak yang dilakukan segelintir orang inilah yang membuat Anders mengambil kesimpulan kalau Inggris adalah tempat yang buruk.

“Entah kenapa masyarakat Inggris bisa tinggal di tempat seperti ini? Saya pikir ada yang salah. Di sini, masyarakatnya semua kapitalistik di mana orang kaya membodohi orang miskin untuk membawa negara ini keluar dari Eropa,” katanya.

“Jalan pikiran saya diracuni kehidupan pribadi yang mengerikan. Saya berubah menjadi manusia pahit yang muak dengan Inggris.”

Kekesalan demi kekesalan ini berawal dari satu hal yaitu jalan karier sepakbolanya yang mandek. Karier sepakbola yang memudar membuat semua dunia Anders menjadi gelap dan hidupnya tidak lagi indah.

Padahal, ia membawa sebuah harapan besar ketika Sir Alex Ferguson memujinya sebagai salah satu kiper cerdas dan menjanjikan. Ia bahkan sudah diresmikan oleh United sebelum bursa transfer musim dingin 2011 dibuka. Tujuannya agar ia bisa cepat beradaptasi dengan tim utama mengingat ia sudah diizinkan untuk sekadar berlatih di Carrington.

Salah satu aspek terbaik dari Anders adalah ketenangannya. Ia tidak pernah menunjukkan raut wajah yang panik. Kepercayaan dirinya cukup tinggi, terutama untuk memutus bola-bola atas. Inilah yang membuat Sir Alex Ferguson beberapa kali gemar memainkannya dalam pertandingan-pertandingan besar. Bahkan ia pernah membuat empat clean sheet beruntun tiap kali ia bermain jelang tengah musim 2011/12.

Inilah yang membuat pihak United yakin kalau dia bisa menjadi kiper utama selagi menanti De Gea yang masih bermasalah dengan adaptasi. Eric Steele, pelatih kiper United saat itu, datang dan membawa kabar kalau Anders akan menjadi kiper utama di sisa pertandingan liga sedangkan De Gea akan bermain di Eropa.

Sayangnya, belum sempat Lindegaard mencicipi rasanya main secara konsisten di liga, ia mengalami cedera engkel yang cukup parah.

“Saya luar biasa senang saat itu sebelum dalam latihan pada pagi yang sama ketika pergelangan kaki saya terkilir saa berlatih meninju bola. Saya terbaring di tanah, menangis, dan merasa dunia saya sudah hancur berantakan,” ujarnya.

Musim Anders langsung berakhir saat itu. Setelahnya, keadaan tidak lagi sama. Ia tidak bisa lagi melompat memakai kakikanannya. Tendangannya berantakan. Padahal, pada musim berikutnya (2012/13), De Gea juga belum dalam kategori bagus. Beberapa kali, si orang Spanyol ini membuat kesalahan.

Namun ketika Anders berusaha untuk menekan dirinya sampai ke batas, ia tetap tidak bisa melampauinya. Beberapa kali ia mendapat kesempatan, gawang United justru semakin tidak aman saat ia berdiri di bawah mistar. Kebobolan tiga dari Reading, lalu kalah dari Chelsea, dan yang terakhir tidak bisa membuat WBA untuk tidak mencetak lima gol ke gawangnya.

“Kami menang di Reading tapi itu adalah laga yang buruk. Lalu saya bermain melawan WBA pada laga terakhir Ferguson, dan lagi-lagi itu menjadi penampilan terburuk saya,” tuturnya.

Inilah yang kemudian membuatnya berpikir kalau medali gelar liga yang ia dapat tidak ada artinya karena yang ada di sana bukanlah Anders Lindegaard yang hadir karena 100 persen kemampuannya melainkan hanya sebatas 60 persen.

“Saya melakukan apa yang saya harapkan tapi bukan yang saya impikan. Saya sangat bangga dengan medali yang saya dapat, tapi bukan saya yang memenangkan gelar itu. Dalam sejarah United, saya hanyalah bisikan di tengah angin,” ujarnya.

“Saya melihat kembali tahun-tahun saya di Inggris dan saya menyesal.”

Tulisan ini dibuat untuk merayakan hari ulang tahun Anders Lindegaard ke-38 pada 13 April.