Jika melihat sindiran yang dilontarkan Paul Merson dan Aymeric Laporte tentang Manchester United dalam beberapa hari terakhir, sahih rasanya kalau tim ini sudah jadi dongeng di dunia sepakbola.
Inti dari sindiran Laporte dan Merson sebenarnya sama: Manchester United sudah gak ada bagus-bagusnya lagi di sepakbola Eropa sekarang. Di kompetisi lokal, mereka hanya jadi pemburu titel yang tidak ada wujud fisiknya. Sedangkan di Eropa mereka hanya partisipan tanpa menjadi unggulan.
Sepertinya sudah tidak ada lagi aspek yang bisa menjadi kekuatan dari Manchester United setelah era Sir Alex Ferguson atau setelah mereka terakhir kali angkat trofi 2017 lalu. Kalau menurut Laporte, United sekarang hanya dikenal sebagai tim boros. Sama dengan City, namun bedanya borosnya City membuahkan hasil 11 trofi dalam empat tahun sedangkan United nol.
Sindiran dari Merson justru jauh lebih pedih. Jelang laga melawan Everton, eks Arsenal ini berkata kalau Everton punya peluang bagus untuk menang. Padahal, posisi Everton sepuluh anak tangga di bawah mereka.
Ajaib! Karena prediksi Merson ternyata benar.
Membayangkan menjadi suporter United dalam laga melawan Everton tadi malam benar-benar menyakitkan. Sudah kalah dari tim papan bawah, cara kalahnya pun juga ngeselin.
United awalnya sudah menunjukkan tanda-tanda bisa mencetak gol setelah Rashford dua kali punya peluang emas. Namun, hanya itulah ancaman United yang benar-benar membahayakan. Setelahnya, jangankan untuk menyerang, masuk ke sepertiga akhir saja mereka megap-megap.
Ketidakmampuan mereka menyerang kemudian dibayar mahal oleh tuan rumah. Hanya dengan satu skema counter attack, Everton dapat gol dari shots on target pertama mereka.
Logikanya, tim yang tertinggal akan menyerang setelah kebobolan. United pun akhirnya keluar menyerang. Tapi lucunya mereka seperti asal serang. Strukturnya tidak rapi. Tidak tahu celah mana yang harus dimanfaatkan untuk membongkar pertahanan tuan rumah. Hasilnya? Ya hanya berupa umpan-umpan yang tidak jelas arahnya ke mana atau tendangan-tendangan yang lebih banyak membentur pemain lawan.
United justru lebih sering kehilangan bola. Dari empat teratas pemain yang paling sering kehilangan bola dalam laga kemarin, tiga adalah pemain United yaitu Telles, Wan-Bissaka, dan Bruno Fernandes.
Miris rasanya melihat permainan United semalam. Rangnick hanya bisa geleng-geleng kepala jelang laga berakhir. Ia mungkin tidak habis pikir kenapa sulit sekali mengaplikasikan filosofi sepakbola yang ia punya kepada para pemain bergaji sultan ini.
Manajernya bingung, pemainnya juga ikutan bingung. De Gea tidak habis pikir dengan penampilan United selama 90 menit. Everton yang hanya punya waktu istirahat lebih singkat daripada timnya justru punya hasrat menang yang jauh lebih besar ketimbang rekan setimnya.
Pada akhirnya, United yang menggali kuburan mereka sendiri. Mereka benar-benar tidak layak masuk zona Liga Champions. Rangnick sendiri sudah berkata kalau mereka masih main seperti ini jangan harap mereka bisa main di Liga Champions. Jangankan Liga Champions, Liga Europa pun sepertinya tidak pantas.
Jika masih seperti ini terus, lama-lama United sulit untuk bangkit dari keterpurukan. Roda yang kata para suporternya sedang berada di bawah justru semakin terbenam sehingga sulit untuk diputar kembali ke atas. Bukannya makin bagus, United justru makin mengecewakan. Jika seperti ini terus, maka ada baiknya slogan Not Arrogant Just Better dihapus saja.
Musim depan juga jangan terlalu berharap bisa mendapatkan sesuatu yang istimewa bersama manajer anyar atau rekrutan baru. Bisa bermain sepakbola dengan baik dan benar sebagai sebuah kesebelasan tampaknya sudah menjadi prestasi yang istimewa bagi klub yang masih menyandang status sebagai raja Liga Inggris ini.