Foto: today's Hot Spot

Tidak ada semifinal bagi United. Apalagi gelar juara. Itulah akhir dari perjalanan Setan Merah pada kompetisi Piala FA musim ini. Pada Senin dini hari waktu Indonesia, mereka harus tersingkir setelah kalah dari Leicester City dengan skor 3-1.

Ketika tertinggal 1-0 melalui Kelechi Iheanacho, media sosial Manchester United mengunggah berita tentang calon lawan mereka pada babak semifinal. Ketika pertandingan mereka masih berlangsung berlangsung, FA memilih langsung melakukan undian mengingat mereka sudah mendapat tiga semifinalis. Hasilnya, Southampton menjadi lawan mereka berikutnya jika lolos.

Banyak reaksi yang muncul setelah hasil undian tersebut diunggah. Namun tidak sedikit yang merasa kalau akun media sosial United melakukan sesuatu yang tidak penting. Ya, untuk apa melapor tentang calon lawan mereka di semifinal ketika permainan mereka semalam tidak menunjukkan kalau mereka layak bermain di sana.

Kekalahan dalam suatu pertandingan memang menyebalkan. Namun, lebih menjengkelkan lagi ketika kekalahan itu didapat dari kesalahan mereka sendiri. Itulah kesimpulan yang hadir setelah United kalah telak atas juara Premier League 2015/2016 tersebut. Beberapa pemain United kerap melakukan kesalahan baik itu operan, penempatan posisi, hingga pengambilan keputusan.

Satu yang menjadi buah bibir sudah pasti tentang Fred. Ia memang menjadi penampil terburuk pada pertandingan kemarin. Manchester Evening News bahkan memberikannya nilai 1. Jumlah yang mungkin sekadar apresiasi karena dia bermain untuk melengkapi 11 pemain yang ada di lapangan.

Dalam waktu 25 menit, Fred sudah membuat tiga kesalahan operan yang membuat lini pertahanan mereka langsung berada dalam kondisi berbahaya. Puncaknya adalah ketika backpass-nya diserobot oleh Iheanacho pada gol pertama. Jurnalis ESPN, Rob Dawson, menyebut kalau dia tidak akan heran jika Fred membuat blunder karena sebelum-sebelumnya dia sudah membuat beberapa kesalahan yang berbahaya.

Proses gol pertama ini juga menunjukkan kalau masih ada titik lemah dari permainan United yang mulai mengandalkan lini belakang sebagai fase awal membangun serangan. Salah satunya adalah cara mereka keluar dari pressing lawan.

Grafis dari Savage Football di bawah ini menunjukkan kelemahan tersebut. Fred adalah pemain yang tidak punya kemampuan bagus dalam hal keluar dari tekanan lawan. Inilah kenapa dia kerap dipasangkan oleh McTominay yang punya kemampuan keluar dari pressing dengan bagus.

Ketika Fred menerima bola, Tielemans, Vardy, dan Iheanacho sudah menutup ruang geraknya hingga membuatnya tidak bisa berpikir lagi dengan jernih yang kemudian membuatnya melakukan umpan kepada Henderson yang diserobot oleh Iheanacho.

Sebenarnya, bukan hanya Fred yang bertanggung jawab untuk gol pertama. Maslaah ini bisa tidak terjadi jika Maguire memilih mengumpan ke salah satu antara Wan-Bissaka atau Alex Telles. Keduanya memang masih bisa terkena press dari dua pemain sayap Leicester, namun jaraknya tidak sedekat ketika Perez menekan Matic atau Tielemans menekan Fred.

Setelah menyamakan kedudukan 1-1, timbul harapan kalau United bisa bangkit. Setelah kebobolan, pertandingan United memang membaik. Sayangnya, momentum itu tidak bisa dipertahankan hingga babak pertama berakhir.

Kesalahan-kesalahan kemudian terus ditunjukkan Manchester United yang mengakibatkan mereka mudah sekali ditekan. Pada proses gol kedua, jarak Matic dengan Youri Tielemans cukup jauh. Sayangnya, dia juga tidak mendapat dukungan dari Van de Beek untuk membantunya melakukan pressing kepada Tielemans. Penggawa asal Belgia ini juga mendapat ruang tembak yang cukup bebas karena pemain United lain hanya melakukan ball watching.

Proses gol ketiga memang sudah menjadi kelemahan United di era Solskjaer yaitu bola mati. Entah kenapa masalah ini belum menemukan jalan keluarnya. Pada pertandingan semalam, Iheanacho tanpa pengawalan untuk menanduk bola ke gawang Henderson.

Setelah pertandingan, Ole Gunnar Solskjaer meminta para suporternya untuk tidak menyalahkan satu pemain saja. Dalam konferensi pers-nya, ia menyebut kalau kekalahan ini adalah kekalahan bersama dan terjadi karena kesalahan semua pemainnya termasuk dirinya sebagai manajer.

Kekalahan ini juga menunjukkan betapa skuad United saat ini belum punya mental juara. Mereka sudah sering tersingkir atau membuat kesalahan ketika memasuki fase-fase krusial seperti fase gugur atau laga-laga yang seharusnya mereka menangkan dengan mudah. Sayangnya, tidak ada sesi latihan khusus yang membahas tentang mental juara. Semuanya harus datang dalam diri pemain itu masing-masing.

Kondisi United memang serbat tidak menguntungkan Ole pada musim keduanya. Jadwal padat tidak diimbangi dengan kualitas skuad yang nyatanya belum mumpuni. Selain itu, pemain yang ada juga tidak konsisten. Beberapa pemain inti juga berada dalam performa yang sebenarnya tidak layak untuk membuat mereka menjadi pemain inti.

Satu hal yang pasti, Ole kini hanya punya satu piala yang bisa ia jadikan target yaitu Liga Europa. Mengingat suporter United sudah haus akan gelar juara, tentu trofi ini diharapkan mereka bisa bawa pulang. Akan tetapi, jika mereka masih suka membuat kesalahan di laga krusial layaknya penampilan kemarin, maka bukan tidak mungkin United akan menghadiri musim 2020/2021 dengan nol trofi.