Foto: The Busby Nation

Tidak sedikit penggemar Manchester United yang kecewa ketika timnya mengalami kekalahan dari Leicester City semalam. Selain melihat timnya kembali kehilangan poin di kandang sendiri, mereka juga harus melihat tetangga kembali berpesta menjadi juara liga.

Wajar jika mereka memiliki perasaan seperti itu. Siapa sih yang mau melihat tim kesayangannya kalah? Di kandang sendiri pula. Selain itu, siapa juga yang tidak kesal ketika melihat rivalnya berpesta di lokasi yang jaraknya berdekatan dengan tempat United kalah.

Akan tetapi, kekalahan semalam seperti bisa diprediksi oleh banyak pihak. Paling tidak ketika skuad diumumkan satu jam sebelum sepak mula. Ole Gunnar Solskjaer, yang setelah laga melawan Aston Villa menyebut kalau mereka yang bermain 90 menit melawan Villa tidak akan main penuh 90 menit melawan Leicester, melakukan rotasi yang begitu ekstrem.

Ole hanya menyisakan Mason Greenwood sebagai pemain yang sebelumnya main melawan Villa. Sisanya 10 pergantian ia lakukan termasuk memainkan pemain yang jarang mendapat menit main seperti Brandon Williams atau Donny Van De Beek. Dia bahkan menurunkan Amad Diallo dan bocah akademi, Anthony Elanga.

Di sisi lain, Leicester menurunkan skuad penuh dengan pemain inti. Vardy, Tielemans, Soyuncu, Fofana, dan Ndidi bermain sejak menit awal.

Hasilnya ya bisa ditebak. Permainan United jauh dari kata memuaskan. Mereka tidak bisa membangun serangan dengan baik layaknya ketika Bruno atau Paul Pogba ada di sana. Para pemain United terlihat bingung harus mengoper bola ke mana. Bukti kalau minimnya menit main memengaruhi mereka. Beda ketika Sir Alex Ferguson masih memimpin tim ini dimana hampir semua pemain pelapis bisa mengisi peran pemain utama dengan baik.

Lini belakang menjadi sorotan. Dari segi defensif, kuartet Williams, Bailly, Tuanzebe, dan Telles, memang tidak terlalu buruk. Namun ketika mereka diminta menjadi jembatan antara lini belakang ke lini tengah, mereka berantakan.

Beberapa kali mereka kehilangan bola dengan mudah. Tiap kali kena pressing, mereka gelagapan. Brandon Williams beberapa kali terus memutar tubuhnya untuk mengembalikan bola ke belakang karena tidak kuasa melawan pressing pemain Leicester.

Lini tengah juga sama. Jarak Van De Beek dengan Matic begitu jauh. Bukan tanpa alasan sebenarnya. Lini belakang yang tidak stabil dan gampang rapuh membuat Matic kerap turun menjadi bek tengah tambahan. Pemain Serbia ini mungkin menjadi pemain terbaik United karena perjuangannya luar biasa menjaga lini belakang agar tidak kebobolan dan berusaha menjadi penyuplai bola ke lini tengah dan depan.

Keputusan Matic untuk mundur ke belakang memang tidak lepas dari buruknya koordinasi back four tadi. Proses gol pertama misalnya, Posisi Telles bisa dieksploitasi dengan mudah. Lucunya, Tuanzebe dan Matic justru mendekati Marc Albrighton yang membuat lini belakang hanya menyisakan Eric Bailly dan Brandon Williams yang dua-duanya tampak tidak siap.

Beruntung bagi United karena Leicester sendiri sebenarnya tidak bagus-bagus amat. Angka xgoal mereka pada babak pertama hanya 0,08. Namun kapasitas pemain yang mereka punya kemudian memudahkan anak asuh Brendan Rodgers ini untuk mencetak gol pada babak kedua. United sendiri sepanjang 90 menit hanya membuat satu shots on target yaitu gol dari Greenwood. Memainkan Cavani, Rashford, dan Bruno pun tampak tidak mengubah keadaan.

Kekalahan ini seperti bisa diprediksi oleh Ole. Hal ini terlihat jelas dari ucapannya saat wawancara setelah pertandingan kalau dia tidak mempermasalahkan hasil ini. Pikiran Ole kini tinggal ke laga melawan Liverpool pada Jumat dini hari. Pemain terbaik akan kembali dan semoga saja mereka bisa membayar kekalahan ini karena tidak sedikit yang berkata kalau katanya United sengaja mengalah kepada Leicester demi menjegal langkah Liverpool ke Liga Champions.

Satu lagi, kekalahan ini kembali menegaskan kalau kedalaman skuad United masih jauh dari kata ideal. Bukan dari segi kuantitas melainkan dari segi kualitas permainan.